AGAMA DALAM POLITIK AMERIKA
Matakuliah : Sejarah Amerika
Kelompok 10 :
1. Bagas
Enggar Adinata (Off.B/2014)
2. Yuliarti
Kurnia Pramai Selli (Off.B/2014)
Materi Pembanding Kelompok 12 :
AGAMA DALAM POLITIK AMERIKA
Banyak
alasan para ilmuwan sosial harus meneliti agama dalam melakukan studi-studi
tentang pemilih di Amerika. Sebagian besar orang Amerika dewasa (sekitar tiga
perlima atau tiga perempatnya) menjadi bagian dari gereja-gereja,
sinagog-sinagog, atau perkumpulan keagamaan lainnya yang jumlah tersebut lebih
besar dibandingkan dengan orang Amerika yang tertarik untuk beraktivitas dalam
organisasi sukarela lainnya, apakah itu perserikatan, asosiasi profesional,
kelompok masyarakat, ikatan alumni, klub, ataupun perkumpulan. Agama bukan
hanya suatu afinitas tetapi juga sesuatu yang dijalankan orang-orang secara
public maupun privat. Gereja-gereja menanamkan pelbagai keyakinan dan membentuk
pandangan dunia sekaligus memberikan struktur-struktur pemahaman tentang
berbagai cara menghadapi teka-teki kehidupan serta menawarkan norma-norma sosial.
Gereja-gereja sering kali merupakan konteks bagi pembangunan kesadaran diri
sebagai sesama. Institusi-institusi keagamaan sering kali menutupi latar
belakang etnis atau kedaerahan.
Bagi
sebagian besar warga Amerika, secara historis agama tidak mendahului politik,
tetapi politik yang mendahului agama. Agama juga penting dalam politik Amerika,
karena jika semua politik bersifat lokal,
maka jelas banyak agama bersifat lokal.
Budaya keagamaan Amerika bisa digambarkan sebagai sebuah pasar dalam artian
bahwa di tempat manapun, seseorang yang merasa terpanggil oleh Roh Kudus bisa
mendirikan sebuah rumah untuk kebaktian dan layanan-layanan lainnya. Struktur-struktur keagamaan lokal mirip
dengan banyak titik akses dan penyebaran kekuasaan dalam sistem politik
Amerika. Dengan demikian, terdapat suatu alasan yang baik untuk berpikir bahwa
pelbagai dimensi dari agama Amerika merupakan lahan subur bagi
penjelasan-penjelasan mengenai pemilih Amerika. Ilmu sosial Amerika dan ilmu
politik Amerika khususnya telah sangat dipengaruhi universitas Jerman sebagai
model, interpretasi-interpretasi ekonomi masyarakat entah itu Madisonian atau
Marxis, dan gerakan progresif. Konsensus agama yang menggerakkan
lembaga-lembaga akademis besar sampai akhir abad ke-19 apa yang sekarang
disebut sebagai Protestanisme garis utama mencair dari pemaknaan ulang mereka
sendiri yang sekuler dipengaruhi oleh munculnya institusi-institusi negara,
kebutuhan-kebutuhan nasional baru, dan hadirnya lebih banyak lagi bagi kaum
Katolik, Yahudi, dan akhirnya non-Yahudi/Kristen di kalangan guru besar dan
mahasiswa. Banyak ilmuwan sosial lebih suka mengabaikan agama dalam menjelaskan
pemilih Amerika, baik para pemilih maupun para politisi tidak ada yang berpikir
bahwa agama tidak relevan.
Elite-elite politik mengembangkan tema kampanye dan
menggunakan citra keagamaan untuk membangun koalisi yang sebagian didasarkan
pada seruan-seruan keagamaan. Ilmuwan-ilmuwan sosial seharusnya tidak terkejut
bahwa agama seperti kepentingan ekonomi yang merupakan suatu kekuatan elektoral
yang penting. Agama diperlakukan oleh para teoritekus sosial sebagai sumber
stabilitas politik. Percampuran nilai-nilai agama dan nilai-nilai yang awalnya
anti-agama dalam budaya politik Amerika sering kali mengarah kepada konflik
yang jelas dalam wacana politik mengenai kapitalisme dan kebebasan. Dengan
demikian, kaum kapitalis liberal dan kaum kapitalis keagamaan menawarkan
rasionalisasi yang hampir sejalan menyangkut fungsi negara dan perilaku warga
negara yang tepat. Dalam suatu cara yang berbeda, konflik yang inheren dalam
percampuran nilai-nilai agama dan anti-agama dalam budaya politik Amerika bisa
dilihat dalam agama warga (civil religion).
Sumber
Rujukan : Leege, D.C. &
Kellstedt, L.A. 2006. Agama dalam Politik
Amerika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Komentar
Posting Komentar