PENGARUH FILSAFAT TERHADAP PEMBELAJARAN SEJARAH
PENGARUH
FILSAFAT TERHADAP PEMBELAJARAN SEJARAH
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Filsafat Sejarah
yang dibina oleh Ibu Indah Wahyu Puji
Utami, S.Pd.,S.Hum.,M.Pd
Disusun Oleh : Kelompok 2
Dedi Darmadi (140731600839)
R. Hardiansyah Erfanda Pujowahyudi (140731603986)
Yuliarti Kurnia Pramai Selli (140731606196)

UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
PRODI
S1 PENDIDIKAN SEJARAH
Februari
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan
Masalah ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat
Filsafat Sejarah ........................................................................... 3
B. Hakikat
Pembelajaran Sejarah ................................................................. 5
C. Pengaruh
Filsafat Sejarah terhadap Pembelajaran Sejarah ...................... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
.............................................................................................. 15
B. Saran
........................................................................................................ 15
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
perkembangan sejarah, pengetahuan tentang sejarah lambat laun mulai memudar.
Hal tersebut didasari pada ketidakpahaman manusia akan sejarah. Padahal,
sejarah sangat perlu dalam merubah suatu peradaban maupun paradigma kehidupan.
Sejarah sendiri mempengaruhi umat manusia dalam melakukan perubahan atau
transformasi yang dipengaruhi oleh filsafat sejarah. Karena kita ketahui
sendiri bahwa sejarah tidak hanya membahas tentang masa lampau tetapi juga
membahas masa kini dan pasti ada hubungan atau kaitannya dengan masa depan atau
masa yang akan datang. Sehingga, kehidupan manusia selalu berkaitan dengan
dimensi sejarah.
Sejarah
harus dipelajari dan dipahami sejak dini karena kesadaran akan pentingnya
sejarah sangat diperlukan dalam merubah kehidupan baik secara individu,
kelompok, masyarakat, maupun bangsa. Kesadaran sejarah tersebut meliputi
nasionalisme, persatuan, solidaritas, dan integritas nasional. Sehingga,
generasi penerus bangsa sangat diharapkan dalam memajukan dan merubah kehidupan
di dunia menjadi lebih baik dari sebelumnya dimana generasi tersebut bisa
memahami sejarah masyarakat atau bangsanya. Pembentukan karakter suatu bangsa
menjadi alternatif dalam mewujudkan generasi penerus bangsa yang mengerti dan
memahami jati diri bangsanya. Salah satu perwujudannya adalah dengan melakukan
pendekatan dalam aspek pendidikan dimana terfokus pada pembelajaran sejarah.
Pembelajaran
sejarah di Indonesia sendiri dipengaruhi oleh pandangan-pandangan filsafat
sejarah dalam pembuatan atau penyusunan kurikulum maupun silabus. Pembelajaran
sejarah saat ini jika dilihat dari substansi atau isinya, masih kurang lengkap
dimana dalam materi sejarah kita tidak hanya mengetahui apa, siapa, kapan suatu
peristiwa sejarah itu terjadi. Jadi, pada hakikatnya pembelajaran sejarah lebih
difokuskan kepada alasan dan sebab akibat (kausalitas) dari suatu peristiwa
sejarah. Sehingga, peran guru sangat penting dalam memfasilitasi siswa agar
dapat memahami pembelajaran sejarah dengan baik dan benar. Selain itu juga,
guru dapat mengaplikasikannya dengan dibantu melalui kurikulum, silabus,
strategi pembelajaran, dan penilaian pembelajaran sejarah yang sesuai dengan
teori filsafat dan metodologi sejarah di Indonesia. Pihak sekolah juga berperan
dalam pelayanan fasilitas untuk mendukung tercapainya pembelajaran sejarah yang
baik dan benar. Dalam pembelajaran sejarah, penilaian yang ditonjolkan adalah
penilaian sikap. Sehingga, dengan adanya relasi dan pengaruh antara filsafat
sejarah dengan pembelajaran sejarah, maka pembelajaran sejarah bisa
diaplikasikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan pastinya jika
diaplikasikan dengan baik maka akan membentuk generasi penerus bangsa yang
memahami pembelajaran sejarah khususnya dalam kesadaran akan sejarah bangsanya
sendiri. Dari penjelasan di atas, maka penulis ingin menjelaskan secara umum
tentang bagaimana hakikat filsafat sejarah, pembelajaran sejarah, dan pengaruh
filsafat sejarah terhadap pembelajaran sejarah di Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hakikat filsafat sejarah ?
2. Bagaimana
hakikat pembelajaran sejarah ?
3. Bagaimana
pengaruh filsafat sejarah terhadap pembelajaran sejarah ?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui dan memahami hakikat filsafat sejarah.
2. Untuk
mengatahui dan memahami hakikat pembelajaran sejarah.
3. Untuk
mengetahui dan memahami pengaruh filsafat terhadap pembelajaran sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Filsafat Sejarah
Kata filsafat dalam bahasa Inggris berarti philosophy. Adapun istilah filsafat
berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia,
yang terdiri atas dua kata : Philos (cinta)
atau philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan shopia (hikmah
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi,
secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Kata
falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para
filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat berarti pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal
dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan
akal sebagaimana juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
Filsafat sejarah tidak hanya masa lampau, dalam masa
sekarang tetapi juga berusaha untuk membuat proyeksi ke masa depan.
Beberapa pandangan atau aliran dalam pengkajian sejarah bermacam-macam sehingga
memerlukan beberapa pilihan untuk mengkaji lebih lanjut. Kesadaran manusia tentang sejarah telah dimulai
sejak adanya filsafat yang berfikir mengenai sejarah, perkembangan bangsa dan
bangunan. Beberapa ahli filsafat Yunani kuno telah melangkah maju dengan
berpendapat bahwa arus sejarah yang simpang siur itu sebetulnya berdasar sebuah
rencana yang masuk akal (Meullen, 1987: 24). Marcus Tullius Cicero menyebut
Herodatus sudah berusaha menjaring sumber-sumber yang dapat dipercaya dan
berusaha dengan jujur untuk mencapai kebenaran (Pospoprodjo, 1987: 10). Namun demikian
istilah filsafat sejarah baru untuk pertama kali di kemukakan oleh Voltaire (1694-1778) (Lowith,
1970 : 1).
Pada umumnya, sejarah
adalah catatan tentang masyarakat manusia. Sejarah identik dengan
peradaban dunia, tentang perubahan yang terjadi pada watak peradaban, seperti
keliaran, keramah-tamahan, dan solidaritas atau ashabiyah, tentang revolusi dan
pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan lain dengan akibat
timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan berbagai tingkatannya, tentang
kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya, maupun dalam
ilmu pengetahuan dan pertukangan, dan juga tentang segala perubahan yang
terjadi dalam peradaban karena watak peradaban itu sendiri (Ibnu, Khaldun,
1986: 57). Filsafat sejarah juga merupakan salah satu
bagian filsafat yang berusaha memberikan jawaban terhadap pertanyaan mengenai
makna suatu proses peristiwa sejarah. Manusia merasa tidak puas dengan
pengetahuan sejarah, dicarinya makna yang menguasai kejadian-kejadian sejarah.
Dicarinya hubungan antara fakta-fakta dan sampai kepada asal dan tujuannya.
Kekuatan apakah yang menggerakkan sejarah kearah tujuannya? Bagaimana proses sejarahnya? (Kartodirdjo, S., 1990: 79).
Dr. Zaenab Al Kudari mengemukakan bahwa filsafat sejarah merupakan suatu
tinjauan terhadap peristiwa-peristiwa histories
dengan tujuan untuk mengetahui fakta-fakta esensial yang
mengendalikan perjalanan peristiwa sejarah.
Filsafat sejarah sama halnya dengan cabang-cabang filsafat
lainnya yang memiliki obyek, yaitu : (1) Obyek material filsafat sejarah:adalah
keseluruhan sejarah dalam pengertian yang seluas-luasnya, yaitu sejarah sebagai
peristiwa (res gestae), sejarah
sebagai kisah (rerum gestarum) atau
sejarah sebagai ilmu (scientia rerum
gestarum) dan sejarah sebagai nilai (value).
(2) Obyek formal filsafat sejarah : adalah aspek-aspek dari sejarah yang secara
khusus dan langsung menjadi obyek penelitiannya, agar diperoleh pengertian yang
sedalam-dalamnya mengenai hakikat sejarah. Selain itu juga untuk memahami
filsafat sejarah secara mendalam, maka kita harus menggunakan cara atau metode.
Metode-metode filsafat sejarah antara lain: (1) Kontemplatif (Perenungan), di
mana dalam merenungkan harus ada kontak langsung dengan obyeknya. Sejarah yang
obyeknya telah dibatasi oleh jarak waktu yang kadang-kadang sangat jauh, dengan
demikian, tidak akan pernah menjadi hambatan bagi pemikiran perenungan
(kontemplatif). (2) Spekulatif (yang juga berarti perenungan atau merenung),
tetapi obyek perenungannya dapat tak terbatas, lebih bersifat kritis, analitis
dan reflektif. Dengan pemikiran inilah, spekulatif lebih berusaha untuk
menganalisis, membandingkan, dan menghubungkan antara berbagai masalah,
menyimpulkan dan kemudian menilainya berulang-ulang hingga dapat diperolah
pengertian yang mendalam dan mantap. (3) Deduktif, di mana pemikirannya dimulai
dari realitas-realitas, kaidah-kaidah dan asas-asas yang bersifat umum kemudian
diterapkan kepada kenyataan-kenyataan atau realitas khusus dan tertentu pula
(Daliman, 2012: 5-6).
B.
Hakikat
Pembelajaran Sejarah
1.
Pembelajaran
Sejarah
Istilah
pembelajaran sejarah berasal dari dua kata yang masing-masing memiliki
pengertian yang luas yaitu pembelajaran dan sejarah. Istilah pembelajaran
diartikan dengan proses belajar manusia ke arah yang lebih baik, sedangkan
istilah sejarah diartikan sebagai peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu.
Sehingga disini untuk mempelajari pembelajaran sejarah maka perlu memahami
masing-masing arti dari istilah tersebut.
2.
Pengertian
Pembelajaran
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan
bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai
suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses pembelajaran
(Sugihartono, dkk, 2007: 80). Sedangkan menurut Agung dan Wahyuni (2013: 3) pembelajaran dapat diartikan
sebagai proses kerja sama antara guru dan peserta didik dalam memanfaatkan
segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam diri
peserta didik itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang
dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada diluar diri peserta
didik seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai
tujuan belajar tertentu. Jadi, disini pembelajaran memiliki arti sebagai suatu
proses peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui
sumber belajar yang ada pada lingkungannya. Kegiatan belajar pembelajaran
sebagai suatu proses pengaturan memiliki-ciri-ciri sebagai berikut :
a. Belajar
pembelajaran memiliki tujuan yakni
untuk membentuk peserta didik dalam suatu perkembangan tertentu. Dengan
demikian, dalam belajar pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai pusat
perhatian. Peserta didik menjadi unsur yang utama, sedangkan yang lain
merupakan unsur pengantar dan pendukung.
b. Kegiatan
belajar pembelajaran ditandai dengan suatu penggarapan
materi yang khusus. Dalam hal ini, materi harus didesain sedemikian rupa
sehingga cocok untuk mencapai tujuan.
c. Dalam
belajar pembelajaran terdapat suatu
strategi yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Agar tujuan dapat tercapai secara optimal, dalam melakukan
interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah yang sistematik dan
relevan
d. Belajar
pembelajaran ditandai dengan aktivitas
peserta didik. Aktivitas peserta didik dalam hal ini baik secara fisik
maupun secsrs mental aktif.
e. Dalam
kegiatan belajar pembelajaran guru berperan sebagai
pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha
menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang
kondusif.
f. Dalam
kegiatan pembelajaran dibutuhkan
disiplin. Disiplin dalam kegiatan belajar pembelajaran diartikan sebagai
suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang
sudah ditaati oleh guru dan peserta didik dengan sadar. Mekanisme konkret dan
ketaatan pada ketentuan atau tata tertib yang berlaku akan terlihat dari
pelaksanaan pembelajaran.
g. Dalam
kegiatan belajar pembelajaran ada batas
waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem kelas,
batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan
akan diberi waktu tertentu dari pelaksanaan pembelajaran.
h. Dalam
kegiatan belajar pembelajaran ada
evaluasi. Dari seluruh kegiatan pembelajaran, evaluasi menjadi bagian
penting yang tidak bisa diabaikan. Guru harus melakukan evaluasi untuk
mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan (Agung
& Wahyuni, 2013: 102-103).
Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat
disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar pembelajaran terdapat komponen yang
terstruktur dan berkaitan dengan arah yang sama yakni untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Dimiyati & Mudjiono (2013: 4) “Tujuan belajar
pembelajaran itu merupakan desain intruksional yang dirumuskan oleh guru
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mencapai tujuan sasaran
belajar peserta didik yang dijabarkan dari kurikulum yang berlaku di sekolah
dan disesuaikan dengan ranah kognitif, afektif dan psikomotor setiap peserta
didik”.
3.
Pengertian
Sejarah
Sejarah
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang menyerap kata syajarah dari bahasa Arab yang berarti
pohon, keturunan, asal usul, silsilah, riwayat. Sejarah merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang mengkaji secara sistematis keseluruhan perkembangan, proses
perubahan atau dinamika kehidupan masyarakat dengan segala aspek kehidupannya
yang terjadi di masa lampau (Madjid &Wahyudi, 2014: 7-8). Sejarah merupakan
kejadian masa lampau, aktualisasi masa lampau, semua yang dikatakan dan
dilakukan manusia.selain itu sejarah berarti catatan masa lampau. Akhirnya
sejarah meliputi : pengetahuan alam (science),
penyelidikan (inquiry), catatan (a record). Dengan kata lain, sejarah
mencakup aktivitas kelampauan manusia di masyarakat dan bersifat unik (Pranoto,
2014: 2). Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sejarah
merupakan sebuah peristiwa masa lalu yang disajikan secara kronologi
berdasarkan urutan waktunya serta berkaitan dengan seluruh kehidupan manusia
seperti kehidupan di bidang ekonomi,
sosial dan kebudayaan.
4. Kegunaan Sejarah
Sejarah
sebagai sebuah peristiwa kemanusiaan tentunya akan meninggalkan, selain
bukti-bukti peristiwa juga nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung didalamnya.
Menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah dapat berfungsi mengembangkan kepribadian
bagi yang mempelajarinya. Mempelajari sejarah akan membangkitkan kesadaran
masyarakat dalam keterikatannya dengan manusia lain sebagai sebuah komunitas
dari yang terkecil yaitu keluarga, sampai pada suatu bangsa. Dengan kesadaran
berbangsa, maka kita akan menerima keberagaman sebagai suatu kenyataan,
perbedaan yang ada tidak dipandang sebagai suatu masalah, tetapi bisa dilihat
sebagai satu potensi. Dari kisah sejarah kita dapat mengambilnya sebagai
inspirasi. Meneladani nilai-nilai dari kisah kepahlawanan dalam rangka
menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Selain itu
mempelajari sejarah juga akan memupukkan kebiasaan berfikir secara kontekstual
sesuai dengan ruang dan waktu serta tidak akan mudah terjebak pada opini karena
terbiasa berfikir kritis, analitis dan rasional yang didukung dengan fakta
(Madjid &Wahyudi, 2014: 12-13).
5. Pembelajaran Sejarah
Berdasarkan definisi yang telah
dijelaskan pada sub bab sebelumnya mengenai pembelajaran dan sejarah maka dapat
ditarik kesimpuan bahwa pembelajaran sejarah merupakan suatu kegiatan belajar
tentang peristiwa masa lalu yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik. Selain itu, Pembelajaran sejarah adalah proses interaksi antara peserta
didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku akibat dari
interaksinya dengan mempelajari sejarah. Tujuan dari
pembelajaran sejarah yakni agar peserta didik mampu mengembangkan kompetensi
untuk berpikir secara kronologi dan memiliki pengetahuan masa lampau untuk
dapat memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat
dengan keanekaragaman sosial budaya dalam rangka menemukan jati diri bangsa,
serta bisa menumbuhkan jati dirinya sebagai suatu bagian dari suatu bangsa
Indonesia (Reza, 2013: 16).
Menurut Kochhar (2008: 67-68),
Pembelajaran sejarah merupakan kajian ilmiah yang diajarkan disekolah tentang
manusia, kesuksesan dan kegagalnnya, dan evolusi masyarakat beserta berbagai
aspeknya politik, ekonomi, sosial, kultur, seni, keagamaan dan sebagainya. Sehingga
disini, Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan peserta didik akan
adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan
untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami
dan menjelaskan jati diri bangsa dimasa lalu, masa kini, masa depan
ditengah-tengah perubahan dunia (Agung & Wahyuni. 2013: 56).
6. Karakteristik Pembelajaran Sejarah
Adapun
karakteristik pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut:
a.
Sejarah terkait dengan masa lampau.
Masa lampau
berisi peristiwa dan setiap peristiwa sejarah hanya terjadi sekali. Jadi
pembelajaran sejarah adalah pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan
yang telah terjadi. Sementara itu, materi pokok pembelajaran sejarah adalah
produk masa kini berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada. Karena itu,
pembelajaran sejarah harus lebih cermat, kritis berdasarkan sumber-sumber dan
tidak memihak kehendak sendiri dan kehendak pihak-pihak tertentu.
b.
Sejarah bersifat kronologis.
Pengorganisasikan
materi pokok pembelajaran sejarah haruslah didasarkan pada urutan kronologi
peristiwa sejarah.
c.
Dalam sejarah ada tiga unsur penting,
yakni manusia, ruang dan waktu.
Dalam
mengembangkan pembelajaran sejarah harus diingat siapa pelaku peristiwa
sejarah, dimana dan kapan.
d.
Perspektif waktu merupakan dimensi
yang sangat penting dalam sejarah.
Sekalipun
sejarah itu erat kaitannya dengan masa lampau, waktu lampau itu terus
berkesinambungan sehingga perspektif waktu dalam sejarah anatara lain masa
lampau, masa kini, masa yang akan datang. Pemahaman ini penting bagi guru
sehingga dalam mendesain materi pokok pembelajaran sejarah dapat dikaitkan
dengan persoalan masa kini dan masa depan.
e.
Sejarah adalah prinsip sebab akibat.
Hal ini
perlu dipahami oleh setiap guru sejarah bahwa dalam menjelaskan peristiwa
sejarah yang satu dengan peristiwa sejarah yang lain perlu mengingat prinsip
sebab akibat, peristiwa yang satu diakibatkan oleh peristiwa sejarah yang lain
dan peristiwa sejarah yang satu akan menjadi penyebab peristiwa sejarah
berikutnya.
f.
Sejarah pada hakikatnya adalah suatu
peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek
kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, keyakinan, dan oleh
karena itu, memahami sejarah haruslah dengan pendekatan multidimensional sehingga dalam pengembangan materi pokok dan
uraian materi pokok untuk setiap topik/pokok bahasan haruslah dilihat dari
berbagai aspek.
g.
Pelajaran sejarah di SMA/MA adalah
mata pelajaran yang mengkaji permasalahan dan perkembangan masyarakat dari masa
lampau sampai masa kini, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
h.
Dilihat dari tujuan penggunannya,
pembelajaran disekolah, termasuk di SMA/MA, dapat dibedakan atas sejarah empiris dan sejarah normatif.
Sejarah empiris menyajikan substansi kesejarahan
yang bersifat akademis (untuk tujuan yang bersifat ilmiah. Sejarah normatif menyajikan substansi
kesejarahan yang dipilih menurut ukuran nilai
dan makna yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Berkaitan
dengan itu, pelajaran sejarah disekolah paling tidak mengandung dua misi, yakni
(1) untuk pendidikan intelektual dan (2) pendidikan nilai, pendidikan manusia,
pendidikan pembinaan moralitas, jati diri, nasionalisme dan identitas nasional.
i.
Pendidikan sejarah di SMA/MA lebih
menekankan pada perspektif kritis logis dengan pendekatan historis-sosiologis
(Agung & Wahyuni. 2013: 61-63).
C.
Pengaruh
Filsafat Sejarah terhadap Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran
sejarah yang berorientasi dari pemahaman peristiwa-peristiwa masa lampau
bertujuan membentuk sikap dan perilaku sejarah pada siswa dimana tujuan dari
pembelajaran tersebut akan tercapai apabila didukung oleh pemahaman yang
mendalam terkait dengan hakikat pembelajaran sejarah. Dalam hal ini, guru
sebagai pengelola pembelajaran harus paham dengan hakikat pembelajaran sejarah.
Selain itu juga, pihak-pihak pendukung seperti Kepala Sekolah dan Pengawas
Sekolah. Pemahaman tentang hakikat pembelajaran sejarah dapat dimiliki melalui
pemahaman kembali filsafat sejarah. Keterkaitan pemahaman antara filsafat
sejarah dan pembelajaran sejarah di sekolah diharapkan dapat memahami hakikat
suatu peristiwa secara mendalam dalam artian agar mampu memiliki jawaban atas
segala sebab dan alasan segala peristiwa (Rustam, E.K., 1999: 130).
Jika
dikaitkan dengan filsafat sejarah, kehidupan manusia diarahkan pada
tujuan-tujuan terciptanya kesejahteraan manusia dimana dengan adanya perbedaan
sudut pandang tentang kesejahteraan hidup manusia maka dapat menimbulkan
perbedaan terhadap tujuan pembelajaran sejarah. Dalam hal ini, filsafat sejarah
mengarahkan pikiran dan pandangan semua orang terhadap pembelajaran sejarah
yang sesuai dengan ide-ide kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Sehingga, filsafat
sejarah mutlak harus dipahami oleh segenap pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan pembelajaran sejarah, seperti perancang kurikulum dan silabus,
pelaksana pembelajaran, pembina pembelajaran, perancang instrumen penilaian, serta
pihak-pihak lain yang berkaitan dengan pembelajaran. Proses pembelajaran yang
sesuai dengan kompetensi merupakan tujuan yang hendak dicapai siswa dalam
pembelajaran sejarah yang memerlukan pertimbangan filsafat sejarah baik
filsafat spekulatif maupun filsafat sejarah kritis (Zaenal, 2008, (Online)).
Dalam
penyusunan kurikulum dan silabus sejarah, hendaknya kurikulum sejarah disusun
dengan mempertimbangkan hakikat dalam mempelajari sejarah yang menggunakan teori
filsafat dan metodologi sejarah. Pentingnya ide pembelajaran sejarah yang
dituangkan dalam visi dan misi pembelajaran sejarah menjadi dasar dalam
merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar sejarah yang harus dimiliki
siswa setelah belajar sejarah. Jika dikaitkan dengan penyusunan kurikulum, maka
ide-ide yang terkandung dalam setiap peristiwa masa lampau (dalam materi
pembelajaran), harus mampu diangkat menjadi visi dan misi pembelajaran sejarah.
Dengan begitu, visi misi tersebut dapat direalisasikan dalam standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran sejarah di
kelas (Zaenal, 2008, (Online)).
Dalam
pembelajaran sejarah, pandangan filsafat sejarah dijadikan pertimbangan guru
dalam menyusun silabus pembelajaran sejarah yang didasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Pentingnya ide sebagai niai yang hendak
diwujudkan dalam kehidupan nyata, seperti pendapat George Wilhem Friedrich
Hegel yang mengatakan bahwa sejarah adalah suatu proses menuju perwujudan dari
“Geist” yang diterjemahkan dalam bentuk “idea of freedom” dalam kehidupan
manusia. Jadi, kenyataan adalah perwujudan dari kesadaran diri yang bersumber
dari pikiran atau ide sehingga fakta yang ada bukanlah hal penting melainkan
apa yang ada di belakang kenyataan itu tidak lain adalah “Geist” atau “the idea
of freedom”. “The Idea of Freedom” kemudian menjadi “Free Will” yang
dikehendaki setiap individu baik sendiri maupun bersama. Sebagai contoh, negara
dianggap sebagai perwujudan dari “The Idea of Freedom” yang melibatkan semua
warga negara sebagai komunitas yang soldier (Leirissa, R.Z., 2007: 3-4). Dari
pandangan filsafat tersebut maka dapat dijadikan pertimbangan filosofis ketika
guru menyusun silabus pembelajaran sejarah yang didasarkan pada stantar
kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam hal ini, penjabaran kurikulum dan
silabus memuat tentang indikator pencapaian kompetensi dasar, materi pokok,
strategi pembelajaran, penilaian, sumber bahan dan alokasi waktu sesuai dengan
visi sejarah yang mengarah pada pembentukan sikap sejarah. Dari penjelasan di
atas, maka dapat dikatakan bahwa silabus merupakan penjabaran lebih rinci
mengenai ide-ide yang ada dalam peristiwa masa lampau (Zaenal, 2008, (Online)).
Bagian
penting dalam silabus sejarah adalah materi pokok pembelajaran sejarah dimana
dalam perkembangan penelitian sejarah kritis terhadap penulisan sejarah oleh
sejarawan terdapat perbedaan tentang suatu peristiwa masa lampau. Sehingga,
diperlukan sumber materi pembelajaran sejarah yang lengkap, benar dan mampu
mengungkapkan ide-ide, nilai-nilai, dan jiwa yang ada dalam pembelajaran
sejarah dan pada akhirnya dapat membentuk sikap dan perilaku sejarah sebagai
hasil dari belajar sejarah. Pemilihan materi sejarah sangat penting karena
merupakan bahan utama dalam pembelajaran sejarah sehingga dalam memilih materi
sejarah harus benar. Materi pembelajaran sejarah yang sampai saat ini belum
dapat menyajikan materi sejarah yang benar adalah materi sejarah kontroversial
dimana sumber informasi masih belum valid dan membingungkan. Contoh materi
sejarah kontroversial adalah materi G30 S/PKI dimana siapa dalang sebenarnya
dari pemberontakan G30 S/PKI di Indonesia, kebenaran tentang berapa tahun
Belanda menjajah Indonesia, keberadaan naskah asli Supersemar, Peristiwa Malari
(11 Januari 1974), tentang kerusuhan, isu sara, krisis ekonomi, dan provokasi
terencana yang belum diketahui data sebenarnya(Zaenal, 2008, (Online)).
Beberapa
contoh materi sejarah kontroversial di atas perlu mendapat klarifikasi dalam penulisan
sejarah Indonesia sehingga mampu memberikan fakta-fakta sejarah yang obyektif
dengan menggunakan metodologi sejarah yang tepat dimana pemilihan metode harus
disesuaikan dengan jenis peristiwa dan fakta sejarah tersebut. Materi sejarah
harus menguraikan tentang mengapa peristiwa itu terjadi, alasan-alasan yang
mendasari peristiwa tersebut sehingga materi tersebut mengandung ide-ide dan
nilai-nilai yang hendak dikembangkan dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa.
Contoh peristiwa sejarah dalam materi sejarah adalah “Terjadinya Perlawanan
Pangeran Diponegoro terhadap Belanda (1825-1830)”. Keterbatasan materi sejarah
dalam buku-buku teks sejarah saat ini membutuhkan kreativitas guru sejarah
dalam mengaplikasikan pemahamannya mengenai filsafat dan metodologi sejarah
agar dapat meramu materi pembelajaran sejarah dengan menggali dan dapat
mengangkat aspek-aspek kejiwaan dari peristiwa sejarah yang akan dipelajari
siswa. Profesionalisme guru sebagai pengelola proses pembelajaran sangat
menentukan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan melalui strategi dan model
pembelajaran yang akan dikembangkan (Zaenal, 2008, (Online)). Dalam artian,
peran guru dalam pembelajaran sejarah menempati posisi yang menentukan
terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan pencapaian tujuan
pembelajaran. Menurut Omar Hamalik, aktualisasi peran guru dibedakan menjadi
tiga, yaitu sebagai perencana, pelaksana, dan penilai proses pembelajaran (Hamalik,
O., 2005: 127).
Dalam
proses pembelajaran di kelas, strategi pembelajaran, sarana dan prasarana, dan
sumber belajar di sekolah dibutuhkan siswa dalam membangun pengetahuan,
pemahaman, dan sikap. Sehingga, sekolah perlu memfasilitasi hal tersebut agar
tercapai tujuan belajar dan pembelajaran sejarah di kelas. Keberhasilan proses
pembelajaran sejarah ditandai dengan penguasaan kompetensi dasar oleh siswa
sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing dimana tercapai tidaknya
kompetensi dasar dapat diketahui melalui kegiatan penilaian yang dilaksanakan
sebelum proses, dalam proses, atau akhir proses pembelajaran (Zaenal, 2008,
(Online)). Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam belajar
sejarah, siswa tidak diorientasikan untuk menghafal materi sejarah, tetapi
tumbuhnya kesadaran sejarah (Haryono, 2002: 6).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Filsafat sejarah tidak hanya membahas
tentang peristiwa-peristiwa masa lampau dan masa sekarang, tetapi juga berusaha
untuk membuat proyeksi ke masa depan. Filsafat
sejarah juga merupakan salah satu bagian filsafat yang berusaha memberikan
jawaban terhadap pertanyaan mengenai makna suatu proses peristiwa sejarah.
Manusia merasa tidak puas dengan pengetahuan sejarah, dicarinya makna yang
menguasai kejadian-kejadian sejarah.
2.
Pembelajaran sejarah adalah suatu
kegiatan belajar tentang peristiwa masa lalu yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik melalui proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku akibat dari interaksinya
dengan mempelajari sejarah.
3. Pengaruh
filsafat sejarah terhadap pembelajaran sejarah terbukti pada pembuatan dan
pelaksanaan kurikulum maupun silabus yang ide-ide pembuatannya dipengaruhi oleh
pandangan filsafat sejarah yang penjabarannya memuat tentang indikator
pencapaian kompetensi dasar, materi pokok, strategi pembelajaran, penilaian,
sumber bahan dan alokasi waktu sesuai dengan visi sejarah yang mengarah pada
pembentukan sikap sejarah. Penyusunan kedua hal tersebut tidak lepas dari teori
filsafat dan metodologi sejarah sehingga tujuan pembelajaran di kelas maupun di
sekolah dapat tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan.
B.
Saran
Saran
dari makalah ini adalah pembaca bisa memahami isi dari makalah dan memberikan
saran dan kritik dalam pengerjaan makalah ini. Sehingga, kedepannya penulis
dapat menambah pengetahuan lebih tentang materi dan penulisan makalah yang baik
dan benar.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, Leo & Wahyuni,
Sri. 2013. Perencanaan Pembelajaran
Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Daliman, A. 2012. Pengantar
Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Dimyati & Mudjiono.
2013. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hamalik, Omar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Haryono. 2002. Peran
dan Tanggung Jawab Guru Sejarah dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Makalah
disajikan dalam Seminar Sejarah dan Workshop.
Kartodirdjo, S. 1990. Ungkapan-Ungkapan Filsafat Sejarah Barat dan Timur. Jakarta:
Gramedia.
Kochhar, S. K. 2008. Pembelajaran Sejarah Teaching of History. Jakarta: PT. Grasindo.
Leirissa. 2007. Filsafat
Sejarah Spekulatif Materi Kuliah Pasca Sarjana. Jakarta: Universitas Negeri
Jakarta.
Lowith. 1970. Pengertian
Aliran Metode Filsafat Sejarah, (Online),
(http://tianz19.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-aliran-metode-filsafat-sejarah.html),
diakses tanggal 11 Februari 2017.
Madjid, M. Dien & Wahyudi, Johan. 2014. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Jakarta:
Prenada Media Group.
Meullen, S.J. 1987. Ilmu Sejarah dan Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran
Sejarah, Jurusan Sejarah FIS UNJ, Jakarta, 11 April.
Poespoprodjo, W. 1987. Filsafat Moral : Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung:
Remadja Karya.
Pranoto. Suhartono W. 2014. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Reza, Priadhita Aria. 2013. Penerapan Model Coperative Learning Teknik Numbered Head Together dalam
Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa kelas X1
Sma Pgri 1 Temanggung Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi tidak
diterbitkan Yogyakarta: FIS Universitas Negeri Yogyakarta.
Rustam, E.K. 1999. Pengantar
Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah dan IPTEK. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.
Zaenal. 2008. Implementasi
Filsafat Sejarah dan Metodologi Sejarah dalam Pembelajaran Sejarah,
(Online), (https://suciptoardi.wordpress.com/2008/04/22/implementasi-filsafat-sejarah-dan-metodologi-sejarah/),
diakses tanggal 9 Februari 2017.
Komentar
Posting Komentar