Mendeskripsikan AS pada Masa Perang Dunia I (1914-1918)
Matakuliah : Sejarah
Amerika
Kelompok 10 :
1. Bagas
Enggar Adinata (Off.B/2014)
2. Yuliarti
Kurnia Pramai Selli (Off.B/2014)
Materi Pembanding
Kelompok 8 :
Mendeskripsikan AS pada
Masa Perang Dunia I (1914-1918)
Perang
dunia I terjadi pada abad ke-20 (1914-1918). Pada abad ke-20, Eropa dibagi
menjadi 2 blok sekutu yang berlawanan, yaitu Inggris bersekutu dengan Serbia,
Prancis, dan Rusia. Sedangkan Jerman bersekutu dengan kekaisaran
Austria-Hongaria. Puncak dari ketegangan kedua kubu tersebut adalah terbunuhnya
putra mahkota Austria-Hongaria Frans Ferdinand di kota Balkan, Sarajevo.
Peristiwa terbunuhnya Frans Ferdinand merupakan salah satu sebab khusus
terjadinya perang dunia 1. Pembunuhan terhadap Frans Ferdinand tersebut
dilatarbelakangi dengan kunjungan beliau ke latihan perang tentara perang
Austria di Bosnia. Namun, Serbia menganggap latihan perang tersebut sebagai
tindakan provokatif yang dilakukan oleh Bosnia karena Serbia sendiri ingin
menguasai Bosnia pada saat itu. Dan putra mahkotanya dibunuh oleh kaum
nasionalis Serbia, Austria pun menyatakan perang dengan Serbia dibantu oleh
sekutunya Jerman, begitu pula dengan Serbia menyatakan perang dengan Austria
dibantu dengan Rusia. Sebab-sebab
terjadinya Perang Dunia I yaitu :
1. Sebab-sebab
umum :
a. Munculnya
politik air hangat pada Perang Dunia I disebabkan karena Jerman menghalangi Rusia yang pada saat itu haus akan pelabuhan yang sangat strategis di Laut
Tengah.
b. Terbentuknya
politik perkawanan diantaranya adalah Triple
Alliance & Triple Entente.
c. Perlombaan
senjata untuk mempersenjatai diri dari masing-masing negara.
d. Perlombaan
merebut daerah yang strategis, dan bahan baku.
2. Sebab-sebab
khusus : Terbunuhnya putra mahkota austria Frans Ferdinand oleh tokoh
nasionalis dari Serbia, Gabriel Princip.
Strategi
yang dijalankan selama perang dunia pertama terjadi adalah strategi perang
parit. Ratusan parit didirikan oleh 2 kubu sebagai pertahanan bagi
masing-masing tentara yang saling berperang. Selama beberapa tahun perang
berlangsung, para prajurit tinggal dalam kegelapan dan ketegangan yang begitu
dahsyat karena tiada hari tanpa pemboman dari masing-masing kubu. Kemudian pada
tahun 1916, Jerman mengembangkan rencana baru untuk mendobrak garis barat yaitu
dengan cara menduduki kota Verdun kota kebanggaan orang Prancis. Serangan
dimulai pada tanggal 21 Febuari. Para pemimpin Jerman memerintahkan prajurit
mereka untuk keluar dari parit mereka dan melakukan ekspansi terhadap kota
Verdun. Namun, Jerman gagal dalam usahanya menduduki kota Verdun. Mengetahui
hal tersebut, Inggris membalas kekejaman Jerman terhadap warga Perancis dengan
mengadakan Perang Somme yang
menewaskan prajurit Inggris itu sendiri dikarenakan Jerman memiliki strategi
yang dapat menghalau ribuan prajurit Inggris tersebut (Holic, International, 2011,
(Online)).
Isolasionalisme
mengacu pada perilaku politik Amerika yang cenderung menghindari keterlibatan
dalam aliansi Eropa dan konflik-konflik di negara Eropa. Isolasionis
berpandangan bahwa perspektif Amerika terhadap dunia berbeda dengan budaya perang
yang terus berlangsung antar negara-negara Eropa, elit politik Amerika generasi
pertama berasumsi bahwa Amerika mampu memajukan kebebasan dan demokrasi dengan
cara selain perang. Akan tetapi, politik isolasi yang dianut Amerika bukan
berarti menutup gerbang hubungan antara Amerika dan dunia. Isolasionis tidak
menolak ide bahwa Amerika Serikat harus menjadi penguasa dunia dengan
memperluas teritorialnya, menyebarkan ideologi dan mewujudkan kepentingan
ekonomi terutama ke negara-negara di belahan Barat. Gagasan politik isolasi
dikristalisasi dari Thomas Paine’s Common Sense yang
menyajikan berbagai argument untuk menghindari aliansi. Gagasan tersebut
diterima dengan baik oleh kongres dengan salah satu buktinya adalah Amerika
menolak untuk melakukan aliansi dengan Perancis.
Sebelum
melepas jabatannya, George Washington dalam pidatonya berpendapat bahwa Amerika
tetap harus mempertahankan tujuan utamanya, yaitu untuk memperluas hubungan
komersial dengan negara lain. Akan tetapi, Amerika sedapat mungkin menghindari
koneksi politik dengan negara-negara Eropa yang pada dasarnya tidak memuat
hal-hal yang dapat melancarkan perwujudan kepentingan nasional Amerika selain
itu mengingat jarak yang jauh antara Amerika dan Eropa menambah ketidakefektifan
hubungan antara Amerika dan negara-negara Eropa. Oleh karena itu, bukanlah
suatu kebijakan yang bijak untuk melibatkan diri dalam suatu ikatan artfisial antara Amerika dan Eropa.
Politik isolasi ini pun didukung oleh Presiden Thomas Jefferson yang dalam
pidatonya mengatakan Amerika berusaha mewujudkan perdamaian, perdagangan, dan
menjalin hubungan yang baik dengan seluruh negara tanpa harus terlibat dalam
aliansi dengan mereka. Amerika Serikat tetap terisolasi secara politik
sepanjang abad ke-19 dan awal ke-20, sebuah prestasi yang tidak biasa dalam
sejarah Barat. Pada tahun 1823 Presiden Monroe yang ikut mendukung adanya
politik isolasi menyuarakan apa yang kemudian disebut sebagai “Doktrin Monroe”.
Presiden Monroe menyatakan dalam doktrinnya bahwa hanya dengan mengisolir diri
Amerika akan terhindar dari bencana politik yang disebbakan peperangan
sebagaimana terjadi di Eropa. Dengan doktrin tersebut Amerika menegaskan
dirinya untuk tidak menjadi anggota blok manapun. Doktrin
Monroe (Monroe Doctrine) adalah asas
politik luar negeri Amerika Serikat yang terkandung dalam pesan Presiden Monroe
kepada Kongres tahun 1823. Doktrin berawal dari dua masalah diplomatik, yaitu
pertempuran secara kecil-kecilan dengan Rusia mengenai pantai barat laut
Amerika Serikat dan kekhwatiran bahwa Aliansi Suci (Rusia, Austria, Prusia)
akan mencoba menguasai kembali negara-negara Amerika Latin yang baru saja
melepaskan diri dari Spanyol. Menteri Luar Negeri Inggris menghendaki
pengiriman pernyataan bersama Inggris-Amerika kepada negara-negara anggora
Aliansi Suci, tetapi Amerika bersikeras bertindak sendiri dan menyusun doktrin
tersebut yang mengandung 2 hal penting, yaitu:
a.
Tidak
diperbolehkan kolonisasi baru di Amerika Utara dan Selatan.
- Tidak akan diizinkan campur
tangan negara-negara Eropa dalam persoalan-persoalan yang dihadapi negara-negara
Amerika.
Dengan
dikeluarkannya Doktrin Monroe ini, maka upaya negara-negara Eropa untuk
menjajah atau melakukan campur tangan terhadap negara-negara di benua Amerika
akan dipandang sebagai agresi, sehingga AS akan turun tangan. Akan tetapi, Amerika
Serikat tidak akan mengganggu jajahan Eropa yang sudah ada. Doktrin ini
diterapkan setelah sebagian besar jajahan Spanyol dan Portugal di Amerika Latin
yang telah merebut kemerdekaannya. Tujuan
pokok Doktrin Monroe adalah mencegah Perancis atau Spanyol untuk meluaskan
kembali kekuasaan kolonialisasinya atas kelas koloni Spanyol di Amerika Tengah
dan Selatan, serta mencegah Rusia untuk memperluas wilayahnya di Amerika Utara. Ada dua hal yang patut disimak pada empat prinsip Doktrin
Monroe, yaitu :
a. Kembali
kepidato perpindahan George Washington, yang menyatakan bahwa Amerika Serikat
akan bersikap netral dalam konflik di Eropa.
b. Menyatakan
bahwa sesudah ini, Amerika Serikat akan menganggap Amerika Utara dan Amerika
Selatan diluar batas penaklukan oleh Eropa. di sisi lain Doktrin
Monroe intinya adalah “Amerika for the
Americans”, ini berarti : (1) Politik isolasi, artinya dunia
luar Amerika jangan mencampuri soal-soal dalam negeri Amerika dan sebaliknya
Amerika jangan ikut-ikut dalam soal-soal di luar Amerika, (2) Pelopor
Pan-Amerikanisme, artinya seluruh negara-negara di Amerika harus merupakan
satu keluarga Bangsa Amerika dibawah pimpinan Amerika.
Kebijakan ini
dikeluarkan berkaitan dengan adanya kesepakatan negara-negara Eropa yang
tergabung dalam Aliansi Suci untuk saling membantu memulihkan kekuasaannya di
negeri jajahan khususnya di Benua Amerika. Menanggapi tindakan pesekutuan
negara-negara Eropa itu Amerika Serikat berusaha untuk memebendung mereka
dengan mengeluarkan kebijakan isolasionis terhadap Benua Amerika. kebijakan ini
seakan memberikan perlindungan terhadap bangsa-bangsa di Amerika (latin) dan
sekaligus dapat mengamankan kepentingan dirinya sendiri (USA). Kebijakan ini
kendatipun dilakukan pada masa pemerintahan Monroe. Namun demikian, tekanan
internasional yang makin meningkat mulai melemahkan kebijakan isolasi Amerika di
awal pertengahan abad ke-20. Munculnya ekspansi Jerman dan Jepang yang terus
mengancam perlahan-lahan memadamkan sikap acuh tak acuh Amerika terhadap
keadaan dunia. Pendudukan Amerika atas Filipina hingga perang antara Amerika
dan Spanyol terus memperluas kepentingan Amerika hingga jauh ke barat Samudera
Pasifik. Peningkatan transportasi dan komunikasi seperti kapal uap, kabel bawah
laut, dan radio menghubungkan dua benua meningkatkan intensitas perdagangan
luar negeri yang secara perlahan ikut meningkatkan peran Amerika di kancah
dunia.
Amerika dalam Perang Dunia I
Keterlibatan Amerika dalam politik
internasional dalam politik internasional semakin menigkat sejak Amerika
dipaksa terlibat dalam Perang Dunia I. Kegagalan Inggris dan Perancis menahan
serangan Jerman membuat Amerika terlibat dalam Perang Dunia I tersebut. Perang Dunia I bermula di Eropa pada tahun1914.
Amerika sendiri pada awalnya tidak ikut serta dalam perang dunia itu. Mereka
merasa bahwa mereka mempunyai hak netral untuk tidak berpihak pada sisi
manapun. Meskipun demikian, kedua blok dalam perang tersebut, yakni sekutu dan
AS berusaha untuk mempengaruhi Amerika supaya masuk ke dalam blok mereka. Namun,
karena keduanya yang diwakili Inggris (sekutu) dan Jerman (AS) dirasa oleh
Amerika melakukan kegiatan-kegiatan yang provokatif seperti memesan senjata
dari Amerika dan mengganggu kapal-kapal Amerika yang berlayar di perairan
bebas, maka pemerintahan Presiden Woodrow Wilson memprotes kedua pihak itu.
Pada tahun 1914, perhatian publik Amerika
terutama ditujukan pada masalah dalam negeri. Sementara itu kepresidenan
dikuasai oleh partai demokrat yang menyuarakan tentang “kebebasan dan
emansipasi negara-negara terjajah juga Amerika sebagai negara kapitalis dan
produsen. Sejak 1899, partai ini memang berjuang melawan imperalisme di dunia.
Saat itu Department of State dipimpin
Oleh William Jennings Bryan yang memadukan antara advokasi perdamaian dunia
dengan piagam-piagam yang menentang perang dan imperalisme. Meskipun lebih mempedulikan urusan dalam negeri,
namun pertikaian antara dua kekuatan imperalis di Asia dan Eropa tidak pula
diabaikan. Dua blok, aliansi Jerman, Austria, dan Turki di satu pihak dan
Inggris, Prancis dan Rusia di lain pihak mendorong pihak mereka sendiri untuk
meningkatkan kekuatan bersenjata mereka dengan membebankan pajak serta harga
barang-berang yang tinggi kepada warga negara mereka masing-masing. Presiden Wilson
yakin bahwa bila pertikaian ini berlarut-larut, maka akan terjadi perang besar.
Pada 4 Agustus 1914,
ketika perang benar-benar berkobar, Presiden Wilson mengumumkan netralitas
Amerika dalam perang itu. Dua minggu kemudian, dia menyerukan rakyat Amerika
agar menyebar semangat itu. “Dampak dari peperangan bagi Amerika bergantug dari
apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh warga negaranya. Setiap orang yang
mencintai Amerika akan berbuat dan berbicara sesuai dengan semangat yang benar
dari netralitas”. Meskipun presiden telah memberikan pernyataannya, namun
rakyat amerika sebenarnya banyak yang menginginkan Amerika berada di salah satu
blok. Orang-orang keturunan Inggris banyak yang condong pada Triple Etente (sekutu), sementara
keturunan Jerman ingin berada dalam pihak Triple
Alliance (AS). Namun demikian, tidak ada yang benar- benar mengharapkan
Amerika langsung ikut terjun dalam peperangan. Sebagai negara netral, Amerika
mempunyai hak untuk itu yang secara historis dan meyakinkan berada dibawah
hukum internasional, antara lain:
a. Negara netral bisa menjual barang-barangnya dan berdagang
persenjataan maupun barang-barang lainnya dengan negara yang sedang berperang.
b. Negara yang sedang berperang dapat menekan perdagangan
ini dengan saling blokade untuk menghentikan iriingan kapal yang membawa
barang-barang tersebut, namun blokade harus efektif yakni dengan sejumlah kapal
perang untuk patroli.
c. Jika kapal dagang dari negara netral atau musuh berlayar
dan tertangkap, maka boleh dimiliki dan diambilalih dalam keadaan tertentu
namun tidak boleh ditenggelamkan atau dirusak sehingga membahayakan keamanan
awak dan penumpangnya .
Di bawah hukum itu
dan kebijakan Amerika Serikat, hal ini menjadi tugas bagi Presiden Wilson dalam
perdagangan sebagai negara netral. Ia juga harus menghadapi keluhan tentang
kekerasan terhadap negara netral dari negara-negara yang berperang.
Pemerintah Inggris membuat dua keputusan
setelah Amerika menyatakan netralitasnya. Inggris menyatakan blokade baja di
pelabuhan Central Powers dan
mengawasi barang dari negara netral yang masuk darinya. Namun, gangguan dari
kapal-kapal selam Jerman membuat blokade ini tidak efektif namun Inggris
menyatakan bahwa blokadenya telah efektif. Aksi-aksi Inggris tersebut telah mengganggu hak Amerika sebagai negara
yang netral. Inggris terus menangkapi dan menahan kapal-kapal Amerika yang
berada di sekitar wilayah perairan negara-negara netral, seperti Belanda, Denmark,
dan Swedia saat menuju ke Jerman. Inggris menuduh bawa Jerman telah menebar
ranjau di lautan Utara yang diklaim oleh Inggris. Atas keputusan itu, State Department di Washington memprotes
bahwa Kebijakan Inggris tersebut bertentangan dengan hukum.
Perang Dunia I berakhir dengan kekalahan Jerman
dilanjutkan dengan perjanjian perdamaian antara negara yang kalah perang
terhadap negara-negara sekutu, yaitu seperti Perjanjian Versailles antara Jerman dengan negara sekutu pada
tanggal 28 Juni 1919 dimana dalam perjanjian tersebut Jerman harus menanggung
semua beban biaya perang. Pemeran Perjanjian Versailles adalah apa yang disebut sebagai the big four yang terdiri dari Wilson
(USA), Lioyd George (Inggris), Orlanda (Italia), dan Clemenceai (Perancis).
Walaupun perjanjian peradamaian telah dilaksanakan sebagai akhir dari perang
dunia ini tetapi dampak dari perang tersebut sangat dirasakan oleh
negara-negara di seluruh dunia khususnya negara Eropa dan Amerika. Pada tahun 1918,
Perang Dunia I akhirnya berakhir setelah empat tahun serangan tanpa guna di
tangan tentara Jerman, Prancis, dan Inggris. Namun, perdamaian ini yang dinyatakan
pada jam 11 pagi, hari kesebelas dari bulan kesebelas tidak membawa kebahagiaan
untuk siapa pun. Ratusan ribu serdadu menjadi cacat. Sebagian lainnya terbukti
tidak mampu mengatasi dampak kejiwaan karena perang setelah tinggal di dalam
parit yang penuh dengan lumpur, kotoran, dan mayat. Bentuk trauma yang dikenal
sebagai “shell shock” atau “kejutan
bom” sangat umum di antara para veteran perang, dan hal ini menyebabkan
penderitaannya mengalami serangan ketakutan dan goncangan yang berat. Rasa
takut akan dibom, yang mereka alami setiap hari selama empat tahun
berturut-turut, telah terukir di benak mereka.
Ada beberapa penderita yang merasa harus segera
bersembunyi hanya karena kata “bom” disebutkan. Beberapa veteran bahkan merasa
ngeri setiap kali mereka melihat seragam. Puluhan ribu serdadu juga kehilangan
satu atau lebih anggota badannya dalam perang ini. Serdadu ini adalah tentara
yang mata, dagu, atau hidungnya menjadi cacat selama pengeboman, sehingga
topeng khusus diciptakan di Eropa untuk menyembunyikan wajah mereka yang cacat.
Setelah
berakhirnya perang dunia, maka cita-cita untuk menciptakan perdamaian yang
abadi dengan melenyapkan perang dari muka bumi, selalu timbul setelah orang
mengalami kengerian peperangan besar. Hal tersebutlah yang mendorong berdirinya
Liga Bangsa Bangsa (Leahue of Nations).
Dimana LBB ini merupakan gagasan dari presiden USA, yaitu Woodrow Wilson.
Beliau mengusulkan suatu konsep perdamaian yang disebut dengan "Peace Without Victory". Ide
untuk mendirikan LBB dicetuskan Presiden Amerika
Serikat Woodrow Wilson meskipun AS
sendiri kemudian tidak pernah bergabung dengan organisasi ini. Sejumlah 42
negara menjadi anggota saat LBB didirikan. 23 negara diantaranya tetap bertahan
sebagai anggota hingga LBB dibubarkan pada 1946. Antara 1920-1937, 21 negara
masuk menjadi anggota, namun tujuh di antara ke-21 anggota tambahan ini
kemudian mengundurkan diri (ada yang dikeluarkan) sebelum 1946 (Tuhin,
Maftuhin, 2014, (Online)).
Sumber Rujukan :
Tuhin, Maftuhin. 2014. Amerika Serikat dalam Perang Dunia I dan
Perang Dunia II, (Online), (http://maftuhin05.blogspot.co.id/2014/06/amerika-serikat-dalam-perang-dunia-i.html),
diakses tanggal 28 Maret 2017.
Holic, International. 2011. Perang Dunia I, (Online), (http://internationalholic.blogspot.co.id/2011/11/perang-dunia-i.html),
diakses tanggal 28 Maret 2017.
Komentar
Posting Komentar