Organisasi Internasional Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC)
Nama : Yuliarti Kurnia Pramai Selli
Kelas/Off. : B
Prodi : S1 Pendidikan Sejarah
NIM : 140731606196
Makul : 140731606196
Organisasi Internasional Organization
of Petroleum Exporting Countries (OPEC)
Latar Belakang dan Keanggotaan
OPEC
adalah organisasi antar negara yang berdiri pada tahun 1960 dimana
anggota-anggota negaranya terdiri dari negara eksportir minyak, yaitu Arab
Saudi, Irak, Iran, Kuwait, Venezuela, Nigeria, Aljazair, Qatar, Libya, Uni
Emirat Arab (UEA), Equador, Gabon, dan Indonesia. Pada tahun 1992 dan 1994
Equador dan Gabon keluar dari organisasi tersebut. Latar belakang berdirinya
OPEC adalah karena dipicu oleh keputusan sepihak dari perusahaan minyak
multinasional (The Seven Sisters) pada tahun 1959/1960 yang menguasai industri
minyak dan menetapkan harga di pasar internasional. Pada tahun 1970, The Seven
Sisters dan OPEC melakukan perjanjian yang berjudul “The Tripoli-Teheran
Agreement” yang memutuskan bahwa OPEC dijadikan patokan atau penetapan pasar
minyak di dunia atau internasional (Ditpolkom, Bappenas. 2005, (Online)).
Organisasi
ini dibentuk sebagai respon atas upaya perusahaan minyak barat dalam mendorong
harga minyak terus turun. Selain itu juga, organisasi ini memungkinkan
negara-negara anggotanya dalam menjamin pendapatan dengan mengkoordinasi
kebijakan dan harga minyak walaupun sering dianggap “jahat” dalam arena politik
tetapi organisasi ini memiliki tujuan yang bisa dijustifikasi. Sehingga, bisa
dibilang bahwa OPEC berfungsi mencegah negara-negara anggotanya dimanfaatkan
oleh negara-negara industri dengan memastikan bahwa negara-negara pengekspor
minyak mendapatkan harga minyak yang seimbang atau adil (Amazine.co, (Online)).
OPEC pertama kali didirikan atau berpusat di Genewa, Swiss yang kemudian pada
tanggal 1 September 1965 pindah ke Vienna, Austria. Berikut rincian masuknya
negara-negara anggota OPEC, yaitu :
1. Afrika
: Aljazair (1969), Angola (1 Januari 2007), Libya (Desember 1962), Nigeria
(Juli 1971).
2. Asia
: Arab Saudi (negara pendiri, September 1960), Irak (negara pendiri, September
1960), Iran (negara pendiri, September 1960), Kuwait (negara pendiri, September
1960), Qatar (Desember 1961), Uni Emirat Arab (UEA) (November, 1967).
3. Amerika
Selatan : Equador (1973-1993, kembali menjadi anggota sejak tahun 2007),
Venezuela (negara pendiri, September 1960).
Berikut
visi dari OPEC, yaitu :
a. Untuk
mengkoordinasi dan menyeragamkan kebijakan industri perminyakan di antara
negara-negara anggota agar dapat memberikan harga yang stabil dan adil bagi
produsen minyak.
b. Untuk
persediaan yang efisien, ekonomis, secara teratur, dan berkelanjutan kepada
negara-negara pengkonsumsi minyak.
c. Untuk
return on investment yang bagus bagi
pihak-pihak yang berinvestasi di industri tersebut (Forex, 2008, (Online)).
Tujuan
dari organisasi tersebut, yaitu “Preserving
and Enchancing the Role of Oil as a Prime Energy Source in Achieving
Sustainable Economic Development” yang berisikan antara lain :
a.
Koordinasi dan unifikasi
kebijakan perminyakan antar negara anggota.
b. Menetapkan
strategi yang tepat dalam melindungi kepentingan negara anggota.
c. Menerapkan
strategi yang tepat dalam melindungi kepentingan negara anggota.
d. Menerapkan
cara-cara untuk menstabilkan harga minyak di pasar internasional sehingga tidak
terjadi fluktuasi harga.
e. Menjamin
income yang tetap bagi negara-negara produsen minyak.
f.
Menjamin suplai minyak
bagi konsumen.
g.
Menjamin kembalinya modal
investor di bidang minyak secara adil.
Berdasarkan
Statuta OPEC pasal 9, organisasi OPEC terdiri dari :
1. Konferensi
(The Conference)
adalah organisasi tertinggi yang bertemu atau melakukan rapat 2 kali dalam setahun
tetapi pertemuan extra-ordinary dapat
dilaksanakan jika diperlukan. Dalam pertemuan tersebut, semua negara anggota
harus terwakilkan dalam konferensi dan setiap negara mempunyai satu hak suara. Keputusan
hasil konferensi ditetapkan oleh persetujuan dari negara anggota yang tercantum
pada pasal 11-12. Konferensi ini dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden OPEC
(dipilih oleh anggota saat pertemuan konferensi yang tercantum dalam pasal 14).
Dalam pasal 15 ditetapkan bahwa konferensi OPEC bertugas merumuskan kebijakan
umum organisasi dan mencari upaya pengimplementasian kebijakan tersebut.
Konferensi juga berhak mengukuhkan atau menunjuk anggota Dewan Gubernur dan
Sekretaris Jenderal OPEC.
2. Dewan
Gubernur (The Board of Governors)
Dewan Gubernur terdiri dari Gubernur yang
dipilih oleh masing-masing anggota OPEC untuk duduk dalam Dewan yang bersidang
sedikitnya dua kali dalam setahun. Pertemuan extra-ordinary dapat berlangsung atas permintaan Ketua Dewan,
Sekretaris Jenderal atau 2/3 dari anggota Dewan (Pasal 17 & 18). Dewan
Gubernur dipimpin oleh seorang Ketua & Wakil Ketua yang berasal dari para
Gubernur OPEC negara-negara anggota dan yang disetujui dalam pertemuan konferensi
OPEC untuk masa jabatan selama 1 tahun (Pasal 21). Berikut adalah tugas Dewan
Gubernur, yaitu :
a. Melaksanakan keputusan konferensi, mempertimbangkan,
dan memutuskan laporan-laporan yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal;
memberikan rekomendasi & laporan kepada pertemuan Konferensi OPEC.
b. Membuat
anggaran keuangan organisasi dan menyerahkannya kepada Sidang Konferensi setiap
tahun.
c. Mempertimbangkan
semua laporan keuangan dan menunjuk seorang auditor untuk masa tugas selama 1
tahun.
d. Menyetujui
penunjukan Direktur-Direktur Divisi, Kepala Bagian yang diusulkan negara
anggota.
e. Menyelenggarakan
pertemuan Extraordinary Konferensi OPEC dan mempersiapkan agenda sidang (Pasal
20) .
3. Sekretariat
(The Secretariat)
adalah pelaksana eksekutif organisasi
sesuai dengan statuta dan pengarahan dari Dewan Gubernur. Sekretaris Jenderal
adalah wakil resmi dari organisasi yang dipilih untuk periode 3 tahun dan dapat
diperpanjang satu kali untuk periode yang sama. Sekretaris Jenderal harus
berasal dari salah satu negara anggota. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekjen
bertanggung jawab kepada Dewan Gubernur dan mendapat bantuan dari para kepala
Divisi dan Bagian.
Anggaran OPEC diusulkan setiap tahun pada
pertemuan Konferensi OPEC dimana yang telah disetujui akan dibiayai bersama (on an equal basis) oleh seluruh anggota setelah
mempertimbangkan sumbangan kontribusi dari Associate Member (Pasal 37-38) dan Associate Member diwajibkan membayar kontribusi tahunan yang jumlahnya
tetap. Indonesia menjadi anggota OPEC tahun 1962 dimana ikut berperan aktif
dalam penentuan arah dan kebijakan OPEC khususnya dalam rangka menstabilisasi jumlah
produksi dan harga minyak di pasar internasional. Sejak berdirinya Sekretariat
OPEC di Wina tahun 1965, KBRI/PTRI Wina terlibat aktif dalam kegiatan
pemantauan harga minyak dan penanganan masalah substansi serta diplomasi di
berbagai persidangan yang diselenggarakan oleh OPEC. Pentingnya peran yang
dimainkan oleh Indonesia di OPEC telah membawa Indonesia pernah ditunjuk
sebagai Sekjen OPEC dan Presiden Konferensi OPEC.
Pada tahun 2004, Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral (MESDM) Indonesia terpilih menjadi Presiden dan Sekjen sementara
OPEC. Pada akhir-akhir ini, status keanggotaan Indonesia di OPEC telah menjadi
wacana perdebatan berbagai pihak di dalam negeri karena Indonesia saat ini
dianggap telah menjadi negara pengimpor minyak (net-importer). Sehingga, Indonesia sedang mengkaji mengenai keanggotaanya
di dalam OPEC dan telah membentuk tim untuk membahas masalah tersebut dari sisi
ekonomi dan politik (Ditpolkom, Bappenas. 2005, (Online).
Indonesia menganggap keputusan OPEC
menurunkan produksi untuk menggenjot harga minyak tidak sesuai dengan
kepentingan nasional, sehingga Indonesia keluar dari keanggotaan OPEC.
Keputusan tersebut diambil saat sidang OPEC di Wina, Austria pada hari Rabu,
tanggal 30 November 2016. Menurut Presiden Joko Widodo mengatakan, “karena
untuk perbaikan APBN, ya kalau memang kita harus keluar (dari OPEC) tidak
masalah”, kata beliau usai pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan
Industri (KADIN), di Hotel Borobudur, Jakarta pada hari Kamis, tanggal 1
Desember 2016. Salah satu hasil keputusan sidang OPEC ke-71, Indonesia diminta
untuk memotong sekitar 5% dari produksinya yang berarti harus turun sekitar 37
ribu barel minyak per hari dan hal tersebut memberatkan Indonesia. Kata Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, “kebutuhan penerimaan
negara masih besar dan pada RAPBN 2017 disepakati produksi minyak di 2017 hanya
turun sebesar 5.000 barel dibandingkan 2016”, terang Jonan. Presiden Jokowi
mengatakan langkah Indonesia ini wajar saja dan bukan masalah besar, dimana
beliau mengatakan, “Dulu kita pernah menjadi anggota OPEC dan tidak menjadi
anggota OPEC. Kemudian kita masuk lagi karena kita ingin informasi naik
turunnya harga kemudian kondisi stok di setiap negara itu bisa tahu kalau
menjadi anggota”, kata Jokowi. Dalam hal ini, Indonesia pernah membekukan
keanggotaannya di OPEC pada tahun 2008 yang berlaku efektif pada tahun 2009
(bbc.com, 2016, (Online)). Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat aturan yang jelas terkait prediksi perubahan tatanan dari
negara anggotanya yang berubah dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor (Ditpolkom,
Bappenas. 2005, (Online).
Selain itu, terdapat persaingan antara Organisasi
Negara-negara Pengekspor Minyak (Organization of Petroleum Exporting
Countries/OPEC) dan Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA)
dimana organisasi tersebut merupakan dua organisasi energi dunia yang bisa
dikonotasikan seperti sekeping koin mata uang. Dua muka, dua penampakan yang
berbeda. Begitu pula latar belakang dan tujuan keduanya juga berbeda, sering
kali bertolak belakang. Tetapi keduanya saling membutuhkan. Kepentingan energi
mereka saling melengkapi satu sama lain. Sederhananya, yang satu penjual
sedangkan yang lainnya pembeli minyak mentah (crude oil). OPEC berupaya untuk menjual minyaknya dengan harga
setinggi mungkin sebagai upaya untuk mengoptimalkan pendapatan negaranya.
Sebaliknya, IEA berusaha menurunkan harga pembelian minyak mentah serendah
mungkin untuk menekan ongkos input produksi dalam pengilangan minyak mentah
untuk menjadi produk siap pakai untuk konsumen akhir, seperti bensin, solar,
jet kerosene (Irawan, P.B., 2012: 1, (Online)).
Baik OPEC maupun IEA pada prinsipnya
mempunyai tujuan yang sama. Bagaimana secara optimal kedua lembaga ini
memperjuangkan kepentingan ekonomi dari negara-negara anggotanya. Di satu pihak
OPEC mengontrol sisi pasokan pada neraca pasar minyak. Di pihak lain, IEA
berusaha keras mengefisiensikan sisi permintaan/konsumsi dan mengelola stok,
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kestabilan tingkat harga minyak yang
diharapkan (secara berbeda) oleh keduanya. Jadi, dari penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kedua organisasi tersebut terdapat persaingan efektivitas
strategi dalam mengatur stabilitas harga minyak di dunia (Irawan, P.B., 2012:
12, (Online)).
DAFTAR RUJUKAN
Ditpolkom,
Bappenas. 2005. Organization of Petroleum
Exporting Countries (OPEC), (Online), (http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik
Luar Negeri/3) Keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Internasional/4)
OPEC/Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC).pdf),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Forex.
2008. OPEC – Organization of the
Petroleum Exporting Countries, (Online), (http://belajarforex.com/institusi-keuangan-dunia/opec-organization-of-the-petroleum-exporting-countries.html),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Amazine.co.
Apa itu OPEC ? Fakta, Sejarah, &
Informasi Lainnya, (Online), (http://www.amazine.co/25048/apa-itu-opec-fakta-sejarah-informasi-lainnya/),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Irawan,
P.B. 2012. Memahami Persaingan Global
antara OPEC dan IEA : Pengaturan Produksi vs Pengelolaan Cadangan Strategis
Minyak, (Online), (https://puguhbirawan.files.wordpress.com/2012/10/memahami-persaingan-global-antara-opec-dan-iea-_-puguh-b-irawan-01-01-2012.pdf),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Bbc.com.
2016. OPEC Turunkan Produksi untuk Genjot
Harga Minyak. Indonesia Bekukan Keanggotaan, (Online), (http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38166084),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Komentar
Posting Komentar