SISTEM PEMERINTAHAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PADA MASA KEJAYAAN TURKI USMANI
SISTEM PEMERINTAHAN DAN HASIL KEBUDAYAAN PADA MASA KEJAYAAN TURKI USMANI
Ardhi Eka Prasetya, Elma Febriani, Fitria Ayuning Tyas, Sima Ariani Sidiq, Yuliarti Kurnia Pramai Selli Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang Email: ardhi.eka12345@gmail.com, elmafebriani2602@gmail.com, fitriaayuningtyas123@gmail.com, simaariani66@gmail.com, yuliarti.selli13@gmail.com
Abstrak: Masa kejayaan yang dialami oleh Turki Usmani hanya pada masa tiga periode kepemimpinan, yaitu pada masa Sultan Muhammad II, Sultan Salim I, dan Sultan Sulaiman I Al-Qanun. Masa kejayaan Turki Usmani diperoleh setelah penguasa Turki berhasil menaklukkan Konstatinopel dan negara-negara lain yang berada di sekitar Turki. Pada masa kepemimpinan Sultan Muhammad II, Turki Usmani berhasil menaklukkan Konstatinopel dan Kaisar Yunani terkalahkan oleh pasukan Sultan Muhammad II. Kejayaan Turki Usmani sangat terbantu dengan kekuatan militer yang sangat kuat. Sehingga Turki Usmani dalam melakukan ekspansi atau perluasan wilayah kekuasaan sangat terbantu. Kemudian pada masa kekuasaan Sultan Salim I mengalihkan ekspansinya dari dunia barat ke dunia timur dengan menaklukkan Persia, Syiria, dan Daulah Mamalik di Mesir. Perluasan wilayah terus dilakukan hingga masa kepemimpinan Sultan Sulaiman I Al-Qanun mengarahkan ekspansinya juga ke dunia timur dan membersihkan seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani. Beliau berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Syiria, Hijaz, dan Yaman pada tahun 1529. Dari masa kejayaan ini dapat diketahui bahwa peninggalanpeninggalan yang ada masa Turki Usmani hanya berupa masjid-masjid, sekolah agama, yang intinya lebih kearah bidang keagamaan. Dalam artikel ini juga dibahas mengenai peninggalan Masjid yang awal mulanya adalah sebuah gereja besar yang berada di Byzantium. Dan ketika Turki Usmani menaklukkan daerah tersebut, gereja itu beralih fungsi menjadi masjid yang indah. Seiring berkembangnya waktu masjid tersebut tidak lagi menjadi tempat peribadatan, namun menjadi museum.
Kata-kata kunci: sistem pemerintahan, kebudayaan, kejayaan, Turki Usmani.
Abstract: The heyday experienced by Ottoman Turks was only during the period of three periods of leadership, namely during the time of Sultan Muhammad II, Sultan Salim I, and Sultan Sulaiman I Al-Qanun. The Ottoman period came after the Turkish rulers conquered Constatinople and other countries around Turkey. During the reign of Sultan Muhammad II, the Ottoman Empire succeeded in conquering Constatinople and the Greek Emperor was defeated by the forces of Sultan Muhammad II. The Ottoman Empire was greatly helped by a very strong military force. So that the Ottoman Ottomans in the expansion or expansion of the area of power is very helpful. Then in the reign of Sultan Salim I diverted his expansion from the western world to the eastern world by conquering Persia, Syria, and Daula Mamalik in Egypt. The territorial expansion continued until the reign of Sultan Sulaiman I Al-Qanun directed his expansion into the eastern world and cleared the entire area around the Ottoman Empire. He succeeded in subjugating Iraq, Belgrado, Rodhes Island, Tunis, Syria, Hijaz and Yemen in 1529. From this heyday can be seen that the remains of the Ottoman Empire were only mosques, religious schools, religious field. In this article is also discussed about the legacy of the mosque which originally was a large church located in Byzantium. And when the Ottoman Empire conquered the area, the
church turned the function of a beautiful mosque. Over time the mosque is no longer a place of worship, but a museum.
Keywords: government system, culture, victory, Turki Usmani
Kejayaan masa Usmani dalam peradaban Islam sangat penting dalam sejarah dunia maupun dalam sejarah peradaban Islam. Tumbuh dan berkembangnya suatu peradaban terhadap peradaban lain sangat mempengaruhi kondisi pada masa itu. Kejayaan imperium Turki Usmani dalam masa itu dalam berbagai bidang kebudayaan sangat mempengaruhi beberapa negara yang berada di dekat wilayah kekuasaan Usmani. Turki Usmani pada masa kejayaan memiliki posisi yang penting dalam sejarah dunia, baik di Eropa maupun bagi umat Islam. Bermula dari polity kecil, kemudian berkembang menjadi sebuah imperium yang besar. Kebesaran imperium Turki Usmani masa itu sebanding dengan imperium-imperium besar lainnya, yaitu; Byzantium, Romawi, dan Persia. Kebesaran imperium Turki Usmani pada masa itu ditandai dengan meluasnya wilayah kekuasaan Turki Usmani. Kejayaan Turki Usmani pada masa itu membuat Eropa mengalami kekalahan atas Islam. Kekuatan Turki sangat kuat dari bidang kemiliteran. Turki Usmani sangat sibuk dengan memperkuat pertahanan mereka dan mulai melupakan ilmu pengetahuan. Sehingga bangsa Eropa setelah era kekalahan dari Islam, mereka terpicu semangatnya untuk mengembalikan taraf hidup yang lebih sejahtera. Dalam waktu yang singkat, Eropa mampu membuat persenjataan yang lebih canggih dan membuat kagum para penguasa Turki Usmani. Tidak hanya dalam persenjataan, dalam ilmu pengetahuan Eropa lebih maju dan berkembang dibanding dengan imperium Turki Usmani (Isputaminingsih, 2009:64). Bangsa Eropa semangat dengan terus mengembangkan ilmu pengetahuan dengan mengaplikasikan dalam bentuk kecanggihan teknologi yang mereka ciptakan. Sedangkan para penguasa Turki menyibukkan diri dengan hanya memperkuat pertahanan kemiliteran saja. Setelah mengetahui perkembangan yang pesat pada bangsa Eropa, imperium Turki Usmani juga berusaha untuk menyaingi perkembangan masa itu. Namun tetap saja tidak mampu. Sehingga pada akhir abad ke 18 Turki Usmani mengalami kemunduran peradaban. Kaum intelektual dunia timur pun juga mempelajari ilmu pengetahuan dari Eropa. Sehingga perubahan pesat dalam berbagai bidang di Eropa membuat Turki Usmani tidak memiliki keistimewaan lagi di mata bangsa Eropa. Seiring berkembangnya waktu kemenangan imperium turki usmani masa itu menghasilkan beberapa kebudayaan. Kebudayaan bukan hanya dari bidang seni saja, namun kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1994:2) dalam buku Tanggung Jawab Pengetahuan: Mempertimbangkan Epistemologi secara Kultural mengatakan bahwa kebudayaan memiliki 7 unsur, yakni unsur religi, sistem kemasyarakatan, ilmu pengetahuan, sistem bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan. Dalam sistem kesenian, peninggalan imperium turki usmani memiliki akulturasi budaya dengan negara lain yang menjadi bagian dari wilayah yang diekspansi. Ekspansi turki yang mengarah ke timur dan berhasil menaklukkan Syiria, Persia, Mesir juga mendukung adanya pertukaran ilmu pengetahuan serta kebudayaan-kebudayaan lainnya. Sedangkan penaklukkan Byzantium dan mengalahkan Konstatinopel juga mengantarkan imperium usmani menjadi imperium yang besar dan memiliki hasil kebudayaan yang berkolaborasi dengan negara-negara ekspansi (Bastoni, 2008:248).
Kebudayaan yang dihasilkan akan dibahas dalam artikel ini, namun artikel ini hanya membahas ilmu pengetahuan dan, seni arsitektur dari bangunan-bangunan yang merupakan peninggalan imperium usmani. Kemajuan peradaban turki usmani dalam ilmu pengetahuan, serta akulturasi dari wilayah ekspansi akan diungkap dalam artikel ini.
SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA KEJAYAAN TURKI USMANI
Masa kejayaan Turki Usmani hanya dibawah tiga kepemimpinan, yakni Sultan Muhammad II, Sultan Salim I, dan Sultan Sulaiman I Al-Qanun. Sebelum Sultan Muhammad II, Turki Usmani masih belum menjadi imperim yang besar. Sultan Muhammad II Pada masa kejayaan Turki Usmani, ada tiga raja yang memerintah (Nasution, 2013:288). Pada masa Turki Usmani menaklukkan Konstatinopel mereka berpikir bahwa menalukkan Konstatinopel merupakan keharusan atau kewajiban. Diibaratkan urusan hidup dan matinya Dinasti Turki Usmani terletak pada keberhasilan mereka menaklukkan Konstatinopel. Bukan saja menyangkut urusan negara, tetapi juga menyangkut urusan jihad yang kelak akan dibantu oleh Allah. Sehingga mereka rela perang mati-matian untuk perang tersebut. usaha untuk menaklukkan Konstatinopel sudah dimulai sejak Muawiyah I berkuasa. Muawiyah I menggerakkan angkatan laut dibawah pimpinan putranya yakni Yazid yang akan merebut Konstatinopel (668-669), tetap usahanya gagal karena pertahanan kota yang kokoh. Sedangkan dari pihak musuh sudah menggunakan meriam yunani (Al-Nadwi, 1998:211-212). Setelah Yazid meninggal dalam pertempuran, usaha untuk merebut Konstatinopel dilakukan oleh Sultan Muhammad II. Sultan Muhammad II dalam menaklukkan Konstatinopel dengan membangun sebuah benteng. Kaisar Yunani mengirimkan utusan untuk menyampaikan protes terhadap Sultan Muhammad II. Tetapi, Sultan Muhammad II mengancam kaisar dengan hukuman mati. Sehingga kaisar Yunani tidak berhasil menghentikan pembangunan benteng tersebut. Menurut Nasution (2013:290) mengatakan bahwa Sultan Muhammad II bersama dengan tentara militernya mengelilingi parit pertahanan Konstatinopel untuk menganalisa segi kekuatan dan segi kelemahan lawan untuk mencarikan cara yang tepat untuk mengatasinya. Kaisar berusaha untuk mebujuk Sultan Muhammad II agar dapat mengurungkan niatnya untuk menyerang Konstatinopel. Namun, Sultan Muhammad II memberikan pernyataan untuk memberikan Konstatinopel, bila kaisar tidak ingin terjadi peperangan. Akan tetapi, kaisar tidak bisa menerima tawaran dari Sultan Muhammad II. Kaisar mencari jalan keluar dengan meminta bantuan kepada kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa dan pemerintahan yang sama juga disampaikan kepada Paus di Roma, Italia. Tujuan itu supaya mereka dapat membantu kaisar untuk menyerang Sultan Muhammad II. Namun bantuan yang diinginkan kaisar tidak kunjung datang. Penyebab tidak datangnya bantuan kepada kaisar karena sebagian dari kerajaankerajaan Kristen di Eropa sudah terlanjur menandatangani perjanjian dengan Sultan Muhammad II. Perjanjian itu berisi bahwa diantara kerajaan-kerajaan tersebut dengan Sultan Muhammad II tidak saling menyerang. Sementara dari Roma tidak datang bantuan karena terdapat masalah mengenai paham keagamaan antara Roma Katolik dibawah pimpinan Paus dengan agama yang ada di Konstatinopel (Nasution, 2013:292). Sultan Muhammad II melakukan penyerangan ke Konstatinopel melalui selat Borporus, namun selat tersebut dipagari oleh rantai-rantai dan ranjau oleh pihak kaisar.
Sehingga pada jalur tersebut tidak bisa dilalui kapal-kapal dari Sultan Muhammad II. Maka dari itu Sultan Muhammad II melakukan penyerangan jalur darat. Langkah yang ditempuh Sultan Muhammad II, merupakan taktik yang bersifat teror mental. Akhirnya sultan dapat menjebol dinding tembok dari Konstatinopel sehingga Sultan Muhammad II beserta tenatra militernya dapat masuk dan menyerbu ke dalam, dan tewaslah kaisar. Tentara islam menang dalam menaklukkan Konstatinopel. Jatuhnya Konstatinopel, akan memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke daratan Eropa. Menurut Nasution (2013:292) setelah berakhirnya peperangan tersebut, Sultan Muhammad II mendapat gelar Al-Fatih yang artinya Sang Penakluk. Sultan Muhammad II meninggal pada usia 51 tahun dan dimakamkan di dekat masjid megah yang dibangun di Konstatinopel atau Istambul, dan beliau digantikan oleh anaknya Sultan Salim I (1512-1520 M).
Sultan Salim I (1512-1520 M) Periode Sultan Salim I merupakan peralihan dari kesultanan ke khalifah. Sultan Salim I mengalihkan ekspansinya dari dunia barat ke dunia timur dengan menaklukkan Persia, Syiria, dan Daulah Mamalik di Mesir. Ketika di Mesir Sultan Salim meminta agar Abbasiyah menyerahkan ke kekhalifahannya, sedangkan sudah banyak dinasti yang memakai gelar khalifah. Selain itu Sultan Salim juga melakukan ekspansi ke Benua Eropa dengan menyerang Persia. Dalam peperangan tersebut Syah Ismail dari Daulah Safawiyah dipukul mundur dalam pertempuran yang terjadi di lembah Chaldiran yang terletak diantara Danau Urmia dan Tabriz pada tanggal 23 Agustus 1514 M. Serangan demi serangan terus dilakukan. Serangan selanjutnya dilakukan ke Syiria. Sultan Salim berhasil merebutnya. Kemudian Sultan Salim melanjutkan penyerangan ke Mesir dibawah kekuasaan Daulah Mamalik dan Mesir dapat dikalahkan. Sehingga Kairo jatuh pada tanggal 21 januari 1517 M serta Sultan Salim mengumumkan dirinya sebagai khalifah. Sultan Salim wafat pada tanggal 2 September 1520 karena terserang penyakit. Kemudian kepemimpinannya digantikan oleh putranya yang bernama Sulaiman.
Sultan Sulaiman I Al-Qanun (1520-1566 M) Pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman I Al-Qanun Turki Usmani mengalami masa keemasan, dan mencapai peradaban tinggi (Siswanto, 2013:76). Sultan Sulaiman I AlQanun mengarahkan ekspansinya juga ke dunia timur dan membersihkan seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani. Beliau berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Syiria, Hijaz, dan Yaman pada tahun 1529. Pada masa ini Turki Usmani menjadi sebuah imperium besar mengalahkan imperium Romawi, dan imperium Persia. Wilayah tersebut mencakup dari Asia Kecil, Irak, Armenia, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia. Sedangkan di Afrika mencakup Mesir, Libya, Tunis, dan Aljazair. Di Eropa mencakup wilayah Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hungaria, dan Rumania (Noor, 2014:202).
Bidang Kemiliteran Para pemimpin kerajaan Turki Usmani pada masa-masa pertama adalah orangorang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Faktor terpenting adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan, dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja (UPI, (Online)). Hal tersebut merupakan tujuan bangsa Turki yang bersifat militer disiplin dan patuh terhadap aturan. Selain itu, keberhasilan ekspansi juga didukung oleh terciptanya jaringan yang teratur. Dalam sistem
pemerintahan, sultan berkedudukan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr alAzham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur). Di bawah gubernur terdapat bupati (al-Awaliyah) (Yatim, 2001:135). Dalam mengatur pemerintahan urusan negara, pada masa Sulaiman I dibentuk Undang-Undang (UU) yang disebut dengan “Multaqa al-Abhur”, dimana undang-undang tersebut menjadi pegangan hukum bagi Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Undang-undang ini memiliki arti historis yang sangat penting, karena merupakan undang-undang pertama di dunia (Edukasi, Sentral, 2013, (Online)). Turki Usmani sebagai kerajaan Islam yang besar pada masa kejayaannya senantiasa terus melakukan perluasan daerah/wilayah sampai pada akhirnya, penguasa Turki Usmani mengetahui bahwa perekonomian daulat Mamalik di Mesir dan Syiria di penghujung abad ke-15 M mengalami kemunduran karena Portugis berhasil menemukan jalan laut Tanjung Harapan, sehingga terjadilah hubungan dagang langsung antara India dengan Eropa tanpa harus melewati pelabuhan Arab dan Mesir. Alasan Turki Usmani ingin menaklukkan Mesir dan Syiria adalah adanya tekanan ekonomi yang melanda pemerintah Mamalik, Mamalik (Mesir) tidak bersikap netral (bahkan menghalangi pasukan logistik tentara Usmani ketika melewati wilayah Mamalik). Selain itu juga karena Mamalik pernah menghalangi utusan dari India yang membawa hadiah ke Istanbul. Pada akhirnya, Turki Usmani bisa menaklukkan wilayah Mesir dan Syiria. Keberhasilan Turki Usmani dalam menaklukkan Mesir tahun 1517 tidak serta merta merubah tatanan sosial yang ada dalam masyarakat di sana, dimana Turki Usmani tetap melestarikan beberapa sistem kemasyarakatan yang ada dengan berbagai macam modifikasinya. Dalam hal politik, Turki Usmani tetap mempertahankan corak politik mandiri di Mesir dan menyusun barisan pertahanan di Mesir dengan sejumlah pasukan jennissari, desentralisasi, mengangkat gubernur dari militer, inspektur dan pejabat-pejabat keuangan untuk mengamankan pengumpulan pajak dan penyetoran pendapatan ke Istanbul. Di bawah sistem tingkat pemerintahan Usmani yang paling tinggi, struktur kelembagaan yang lama masih dipertahankan sepenuhnya. Peranan utama pemerintahan Turki Usmani adalah menentramkan negeri ini, melindungi pertanian, irigasi, perdagangan, dan menguasai kaum Badui (Syamsudini, 2013:478-480).
HASIL KEBUDAYAAN PADA MASA KEJAYAAN
1. Sumber Kebudayan Turki Usmani Kebudayaan Turki Usmani merupakan kebudayaan bercampur dengan daerahdaerah yang mereka ekspansi. Kebudayaan yang dihasilkan perpaduan dengan bermacam-macam kebudayaan. Menurut Philip K. Hitty dalam bukunya History of Arab kebudayaan yang ada di Turki Usmani yaitu bersumber dari: A. Kebudayaan Persia Kebudayaan yang diambil oleh pemerintah Turki Usmani dari kebudayaan Persia adalah berupa ajaran-ajaran etika, meniru dalam tata cara penghormatan terhadap raja. B. Kondisi Alam Asia Tengah Kondisi alam sangat mempengaruhi sifat dan karakter bangsa Turki Usmani. Selain itu juga membentuk kepribadian mereka seperti; mempunyai semangat juang yang tinggi, serta memiliki karakter yang tangguh, dan juga suka bergaul dengan bangsa asing. C. Hasil Perpaduan dengan Kebudayaan Byzantium Turki Usmani meniru organisasi kemiliteran dan susunan pemerintahan Byzantium. D. Berguru dengan Bangsa Arab Turki Usmani selain juga beragama Islam, namun mereka juga memperdalam ilmu pengetahuan terhadap bangsa Arab. Menurut Noor (2014:204) mengatakan bahwa ilmu yang mereka dapat adalah dalam ajaran prinsip-prinsip ekonomi, sosial kemasyarakatan dan hukum. Bahkan para pengusa Turki menetapkan huruf Arab sebagai huruf resmi sampai pada tahun 1928 M. Bangsa Turki Usmani masa itu banyak belajar ilmu pengetahuan dari bangsa Arab, namun mereka tidak mengaplikasikannya secara utuh dalam kehidupan sehari-hari. Mereka hanya menggunakan sesuai dengan kebutuhan mereka saja, bahkan terkadang dalam bidang politik dan kemiliteran Turki Usmani menggunakan cara yang keji dan biadab. Hal itu merupakan warisan dari asal muasal mereka dari kondisi geografis Asia Tengah yang mayoritas adalah gurun.
2. Hasil Kebudayaan dan Arsitektur Bangunan Seni arsitektur peninggalan Turki Usmani hanya berupa masjid, sekolah keagamaan, asrama dan surau, mushola. Tidak ditemukan seni arsitektur yang dalam pembuatan jalan-jalan, atau bendungan. Hal ini karena pada masa itu Turki Usmani hanya berfokus pada kemiliteran dan bidang keagamaan. Bidang yang lain seperti sektor industri, pertanian, dan lain-lain kurang mereka perhatikan (Noor, 2014:208). Sehingga peninggalan yang ada hanyalah berupa tempat-tempat berupa masjid, sekolah keagamaan, asrama dan surau, mushola. A. Bidang Keagamaan Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Dalam kajian-kajian keagamaan, seperti fikih, ilmu kalam, tafsir dan hadits bisa dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu paham (Madzhab) keagamaan dan menekan madzhab lainnya, seperti yang dilakukan Sultan Abdil al-Hamid II, ia begitu fanatik terhadap aliran Asy'ariyah. Untuk itu ia memerintah Syekh Husein al-Jisri menulis kitab Al-Husnu al-Hamidiyyah untuk melestarikan aliran yang dianutnya. Akibat lainnya adalah ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis dalam bentuk sarah (penjelasan) terhadap karya-karya klasik (UPI, (Online)). Agama yang berkembang di Turki tetap mempertahankan sebuah kekuatan sosial dan politik yang terorganisir secara baik. Meskipun rezim Usmani mengangkat seorang hakim kepala dan seorang tokoh pemimpin bagi perhimpunan keturunan Nabi dari Istanbul, namun ulama-ulama yang lainnya berasal dari wilayah lokal (Mesir) sendiri. Pakar-pakar agama diorganisir ke dalam beberapa madzhab hukum, beberapa nasab suci, dan beberapa tarekat dimana tokoh-tokoh tersebut bertanggung jawab atas kedisiplinan para pengikutnya. Dalam urusan ibadah haji menyangkut posisi penguasa Usmani sebagai khadim al-haramain. Para sultan Usmani mengambil langkah-langkah khusus untuk menjamin keamanan bagi perjalanan ibadah haji. Seluruh rute haji di wilayah kekuasaannya ditempatkan di bawah kontrolnya, dimana kafilah haji yang diorganisasi di bawah pengawasan sultan-sultan Usmani. Setelah itu, langsung dapat menuju Makkah tanpa adanya aral sedikitpun. Bahkan, Sultan Sulaiman (1520-1566) melepaskan armada yang tangguh di bawah komando gubernur Mesir, Khadim Sulaiman Pasya, untuk membebaskan semua pelabuhan yang dikuasai oleh Portugis (Syamsudini, 2013: 478480). Dalam tradisi, agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam, sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap masalah keagamaan, sehingga tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Ada dua aliran tarekat yang paling besar pada masa itu, yaitu aliran al-Bektasi (sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara) dan aliran al-Maulawi (sangat berpengaruh terhadap penguasa) (Yatim, 2001:137). Menurut Ajid Thahir dalam bukunya mengatakan bahwa faktor-faktor agama yang menyebabkan Turki Usmani mengalami kemajuan, yaitu : 1. Kedudukan sosial orang-orang Turki telah menarik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk agama Islam. 2. Rakyat memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatif murah dibandingkan pada masa Bizantium. 3. Semua penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing. Turki Usmani tidak fanatik akan agama, sehingga wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan orang-orang Yahudi (akibat serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad ke-16) (Thahir, 2004:189-190).
B. Majid Hagia Sophia atau Aya Sophia Seni arsitektur pada masa itu juga dipengaruhi oleh negara-negara yang mereka ekspansi. Misalnya adalah peninggalan masjid di Byzantium. Di Byzantium terdapat bangunan yang bersejarah dan sampai sekarang masih ada. Tempat itu bernama Hagia Sophia atau Aya Sophia yang memiliki arti kebijaksanaan suci. Bangunan ini dahulu adalah sebuah gereja yang dibangun pada masa Kaisar Justinian di Byzantium. Pembangunan gereja ini yang bertingkat tiga dan memerlukan waktu pembangunan selama 6 tahun. Arsitektur gereja ini sangat megah dengan hiasan emas dan permata-permata pada dindingnya. Dalam gereja ini juga terdapat hiasan seperti lukisan dan sejumlah karya seni lainnya. Selama 916 tahun bangunan ini menjadi gereja. Namun selanjutnya kekaisaran Byzantium dikalahkan oleh pasukan muslimin yang dipimpin oleh Sultan Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Kaum muslimin memenangkan pertempuran dan berhasil menduduki Konstatinopel. Sehingga bangunan yang awalnya gereja ini dialih fungsikan oleh Sultan Muhammad II menjadi masjid kota. Semenjak dijadikan masjid, adzan pun dikumandangkan pada bangunan yang awalnya gereja ini. Namun simbol-simbol kristen dan lukisan-lukisan kristen pada dinding ini dihilangkan dan diganti oleh hiasan-hiasan Al-Qur’an dan simbol-simbol Islam. Tetapi, bukan berarti dihilangkan seutuhnya semua lukisan dan simbol kristen yang ada, hanya masih tersisa dan terlihat meskipun sedikit tertutupi oleh hiasan ayat-ayat Al-Qur’an dan simbol-simbol Islam. Pada era selanjutnya bangunan ini bukan lagi menjadi masjid. Tetapi telah berganti menjadi museum. Beralihnya menjadi museum pada masa pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk.
C. Benteng Runli Hisar Proses menuju masa kejayaan Turki yang ingin menaklukkan Konstatinopel yang dipimpin oleh Sultan Muhammad II memiliki cara yang sedikit berbeda dari sultan-sultan yang sebelumnya. Sebelum bergerak melakukan penaklukkan, Sultan Muhammad II membangun sebuah benteng yang tinggi dan diberi nama Runli Hisar. Benteng ini berada di seberang Selat Borporus, yang dekat dengan Konstatinopel (Nasution, 2013:290). Menurut Nasution (2013:290-293) mengatakan bahwa fungsi dibangunnya benteng ini adalah sebagai tempat untuk mengumpulkan persediaan perang yang akan digunakan untuk menyerang Konstatinopel. Pembangunan benteng ini tidak memakan waktu yang lama, hanya selama 3 bulan. Pembangunan benteng ini sangat strategis. Sebab dengan dibangunnya benteng ini, Konstatinopel tidak mungkin bisa mendapat bantuan, baik peralatan perang, persediaan senjata, maupun bahan logistik lainnya dari Laut Hitam. Dalam pembangunan benteng ini sudah diperhitungkan dan direncanakan dengan matang, karena dalam usaha mengepung Konstatinopel membutuhkan tenaga yang besar, rencana yang matang, dan persenjataan yang lengkap.
Menurut Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam (2013:289), peninggalan masa Turki Usmani selain Gereja Aya Sofia yang berubah fungsi menjadi masjid, ada juga masjid yang dibangun oleh Sultan Muhammad II. Masjid tersebut bernama “Masjid Jami’ Muhammad Al-Fatih”. Masjid ini dibangun dengan bantuan orang Yunani yang bernama Christodulos. Selain itu masih banyak masjid-masjid penting yang lain, seperti; Masjid Agung Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Abu Ayyub Al-Anshari (tempat pelantikan para sultan usmani), Masjid Bayazid yang indah dengan gaya Persia, dan Masjid Sulaiman Al-Qanuni.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Nadwi, A.-H. A. 1998. Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: Istana Jaya dan Djambatan. Bastoni, H. A. 2008. Sejarah Para Khalifah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Edukasi, Sentral. 2013. Makalah Kerajaan Turki Usmani (Pembentukan dan Perkembangan Peradaban), (Online), (http://www.sentraledukasi.com/2013/10/makalahkerajaan-turki-utsmani.html), diakses tanggal 18 September 2017. Isputaminingsih. 2009. Negara Turki Modern Ala Musthafa Kemal Pasha. Bandung: Iris Press. Nasution, S. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Riau: Yayasan Pusaka Riau. Noor, Y. 2014. Sejarah Timur Tengah: Asia Barat Daya. Yogyakarta: Ombak. Syamsudini. 2013. Peradaban Islam Kawasan Arab Masa Turki Usmani. Jurnal “TURATS”, (Online), 5 (1): 478-480, (ejournal.iainjember.ac.id/index.php/turats/article/download/341/330), diakses tanggal 18 September 2017. Siswanto. 2013. Dinamika Pendidikan Islam: Perspektif History. Surabaya: CV. Salsabila Putra Pratama. Thahir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban Di Kawasan dunia Isalam, Melacak Akar-Akar Sejarah Sosial, Politik an Budaya Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
UPI. Matakuliah: Tarikh IslamSejarah Turki Usmani, (Online), (file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND.../%286%29_Sejarah_Turki_Usmani.p df), diakses tanggal 18 September 2017. Yatim, B. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Yulianty, R. 2014. Kisah Kota-Kota dalam Al Quran. Jakarta: Cerdas Interaktif.
Komentar
Posting Komentar