HUBUNGAN BILATERAL MESIR DAN INDONESIA (1947-2015)
HUBUNGAN
BILATERAL MESIR DAN INDONESIA (1947-2015)
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Hubungan Internasional
yang dibina oleh Ibu Dra. Yuliati, M.Hum
Disusun Oleh : Kelompok 1
Aprilia Ekawati (140731601825)
Bagas Enggar Adinata (140731600508)
R. Hardiansyah Erfanda Pujowahyudi (140731603986)
Yuliarti Kurnia Pramai Selli (140731606196)

UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
PRODI
S1 PENDIDIKAN SEJARAH
Februari
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan
Masalah ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Awal
Mula Hubungan Diplomatik Mesir dan Indonesia ......................... 3
B. Hubungan
Bilateral Mesir dan Indonesia ................................................ 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
.............................................................................................. 12
B. Saran
........................................................................................................ 12
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mesir
adalah negara yang kaya dengan sejarah dan berbagai peninggalannya sesuai
dengan kurun waktu yang telah dilaluinya, yaitu zaman Fir’aun, zaman
Romawi/Masehi dan zaman Islam. Peninggalan-peninggalan zaman Fir’aun berhasil
dibaca dan ditemukan oleh budayawan dan penyelidik Perancis bernama
Champollion, yang mengikuti ekspedisi Napoleon Bonaparte ketika menduduki Mesir
tahun 1798, dari sebuah batu bertulis (prasasti) yang ditemukan di kampung
Rasyid (belakangan dikenal dengan Rosetta Stone).
Hubungan
bilateral antara Mesir dan Indonesia dimulai pada masa awal kemerdekaan
Indonesia dimana Mesir merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan
terhadap kemerdekaan RI (1945) pada tanggal 18 November 1946. Pada tahun 1947,
secara resmi kedua negara tersebut membuka hubungan diplomatik melalui
Perjanjian Persahabatan yang bernama “Treaty
of Friendship and Cordiality” yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan
perwakilan RI di Kairo pada tahun 1949 (Egyptianforeign. 2006, (Online)). Dalam
menjalin hubungan diplomatik, kedua negara tersebut menjalin hubungan yang
sangat baik dan erat dimana ditandai dengan adanya interaksi kunjungan pejabat
antar kedua negara, kesamaan pandangan dalam berbagai isu internasional dan
regional yang menjadi perhatian bersama, dan koordinasi serta saling dukung
dalam pencalonan masing-masing di berbagai organisasi dan forum internasional (Pasdar, Irfan. 2011: 2).
Kerjasama
ekonomi antar kawasan Asia Afrika telah berkembang pesat pasca pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan tahun 1955 dimana pada masa itu
kolonial terpaksa meninggalkan wilayah Indonesia dalam artian pada masa itu
Indonesia sudah merdeka. Dari penjelasan tersebut, maka penulis mempunyai dua
bahasan, yaitu bagaimana awal hubungan diplomatik Mesir dan Indonesia dan
bagaimana hubungan bilateral Mesir dan Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
awal mula hubungan diplomatik Mesir dan Indonesia ?
2. Bagaimana
hubungan bilateral Mesir dan Indonesia ?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui dan memahami awal mula hubungan diplomatik Mesir dan Indonesia.
2.
Untuk mengetahui dan
memahami hubungan bilateral Mesir dan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal
Mula Diplomasi Mesir dengan Indonesia
Mesir
adalah negara yang kaya dengan sejarah dan berbagai peninggalannya sesuai
dengan kurun waktu yang telah dilaluinya, yaitu zaman Fir’aun, zaman
Romawi/Masehi dan zaman Islam. Peninggalan-peninggalan zaman Fir’aun berhasil
dibaca dan ditemukan oleh budayawan dan penyelidik Perancis bernama
Champollion, yang mengikuti ekspedisi Napoleon Bonaparte ketika menduduki Mesir
tahun 1798, dari sebuah batu bertulis (prasasti) yang ditemukan di kampung
Rasyid (belakangan dikenal dengan Rosetta Stone). Dari prasasti ini, terbacalah
adanya huruf Hieroglyphics sehingga dapat menyingkapkan rahasia sejarah Mesir
kuno, yang telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lampau. Sekalipun masa
kejayaan Fir’aun bermula dari tahun 3400 SM, namun hasil-hasil penelitian
mengindikasikan bahwa peradaban yang berada di sepanjang Sungai Nil ini telah
dimulai sejak ± 7000 tahun yang lalu. Selain itu Mesir merupakan salah satu
negara besar di Arab yang memiliki kemajuan dalam sistem demokrasi. Hal ini
ditunjukkan dengan telah dilaksanakannya pemilihan umum yang bebas dan akhirnya
memilih presiden secara demokratis. Pada saat kebangkitan negaranegara Arab
mendapat sorotan dari negara Barat karena dicurigai akan mengikuti jejak
revolusi Iran yang anti-Barat, Mesir malah muncul dengan revolusi sipil yang
aman. Kebangkitan Mesir ini lebih mengacu kepada revolusi demokrasi seperti
yang terjadi di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada 1989 (Pensosbud, KBRI. 2014).
Hubungan
bilateral antara Mesir dan Indonesia dimulai pada masa awal kemerdekaan
Indonesia dimana Mesir merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan
terhadap kemerdekaan RI (1945) pada tanggal 18 November 1946. Pada tahun 1947,
secara resmi kedua negara tersebut membuka hubungan diplomatik melalui
Perjanjian Persahabatan yang bernama “Treaty
of Friendship and Cordiality” yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan
perwakilan RI di Kairo pada tahun 1949 (Egyptianforeign. 2006, (Online)). Dalam
menjalin hubungan diplomatik, kedua negara tersebut menjalin hubungan yang
sangat baik dan erat dimana ditandai dengan adanya interaksi kunjungan pejabat
antar kedua negara, kesamaan pandangan dalam berbagai isu internasional dan
regional yang menjadi perhatian bersama, dan koordinasi serta saling dukung
dalam pencalonan masing-masing di berbagai organisasi dan forum internasional (Pasdar, Irfan. 2011: 2).
Pada
awalnya, hubungan kedua negara tersebut sudah terjalin sejak abad ke-19 dimana
(pada masa itu Indonesia masih berstatus Hindia Belanda) mahasiswa Hindia
Belanda datang ke Mesir untuk menuntut ilmu khususnya ilmu agama Islam di
Universitas Al-Azhar dan hubungan tersebut semakin terbuka ketika mahasiswa
Hindia Belanda, Syekh Ismail Muhammad Al-Jawi membuka Riwaq Jawi (asrama Jawa) di Universitas Al-Azhar (Suranta, Rahman. 2003). Perjanjian
persahabatan pada tanggal 10 Juni 1947 ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri
Indonesia, H. Agus Salim dan Perdana Menteri Mesir, Mr. Fahmy El-Nouikrasyi
yang kemudian disusul pada dua bulan setelah perjanjian, berdirilah Kantor
Perwakilan Indonesia di Mesir dengan H.M. Rasyidi sebagai kuasa usaha. Pada
tanggal 25 Februari 1950, kantor tersebut ditingkatkan menjadi Kedutaan Besar
Republik Indonesia dengan H.M.Rasyidi sebagai duta besar pertama. Sampai
sekarang, pemerintah Indonesia telah menempatkan 18 duta besar luar biasa dan
berkuasa penuh di Mesir (Rakhmatabril, 2016, (Online)).
Latar
belakang KAA tidaklah tunggal melainkan majemuk berlapis-lapis, tumpang tindih,
ada yang bersifat global, regional, internasional, nasional, lokal, dsb. Yang
paling terkenal tentunya situasi dunia yang diwarnai oleh Perang Dingin antara
Blok Barat (USA, Eropa Barat dan negara-negara kapitalis dan satelitnya) dan
Blok Timur (URSS, RRT dan negara-negara sosialis/komunis lainnya).
Ketegangannya sangat tinggi dengan resiko Perang Dunia ketiga yang diperkirakan
lebih dahsyat daripada Perang Dunia kedua sebab kedua blok yang bersengketa
memiliki bom nuklir yang lebih mengerikan daripada yang dipakai untuk
menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Masing-masing blok berusaha dengan
berbagai cara, termasuk cara-cara yang kotor, untuk menarik negara-negara di
Asia dan Afrika yang baru saja merdeka untuk bergabung ke dalam bloknya.
Sementara itu rakyat-rakyat di Asia dan Afrika yang merupakan dua pertiga
penduduk dunia masih mengalami keterbelakangan, kemiskinan, kelaparan, epidermi
sebagai akibat dari peperangan, penjajahan dan perbudakan selama puluhan bahkan
ratusan tahun yang didalangi dan dilakukan oleh negara-negara yang kemudian
membentuk blok barat. sebagian dari pemimpin negara-negara yang baru saja
merdeka menyadari bahwa perang dingin antara kedua blok itu bukan prioritas
kalau bukan urusan mereka sama sekali. Prioritas mereka adalah membebaskan diri
dari dominasi negara-negara adidaya dan membangun negara mereka masing-masing
berdasarkan prinsip-prinsip kemerdekaan, keadilan dan perdamaian. Dari
terjadinya pertikaian Perang Dingin antara kedua blok yang sedang berseteru di
tambah dengan keadaan di afrika yang sudah mengalami masa kemerdekaan dan
membutuhkan rasa pertahanan yang kuat untuk tetap merdeka dan terhindar dari
negara lain yang ingin menjajah maka dibentuklah KAA sebagai satu kesatuan bagi
negara-negara di Asia dan Afrika yang ingin tetap mempertahankan kedaulatan
kemerdekaannya.
KAA
memberikan langsung maupun tidak langsung bagi kebijakan luar negeri terutama
Indonesia. Yang pertama adalah penandatanganan kesepakatan Kewarganegaraan
Ganda antara Indonesia dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok), menurut
kesepakatan yang ada, maka mengharuskan rakyat Tiongkok yang tinggal di
Indonesia diharuskan memilih antara menjadi warganegara Indonesia atau Tiongkok.
Ini di anggap sebagai konsesi Tiongkok terhadap Indonesia tetapi juga menjadi
pola penyelesaian masalah yang sama di berbagai negara di Asia Tenggara. Tidak
hanya dampak secara langsung saja yang bisa dirasakan masyarakat Indonesia
melainkan dampak secara tidak langsung juga turut dirasakan oleh masyarakat
Indonesia, yakni KAA melahirkan istilah “Bandung Spirit” yang merupakan seruan
demi ko-eksistensi damai antarbangsa, demi pembebasan dunia dari struktur
dominasi antarnegara, demi solidaritas bagi bangsa-bangsa yang terjajah, lemah
atau dilemahkan oleh tata dunia yang tidak adil. Istilah “Bandung Spirit” ini
kemudian menjadi rujukan gerakan-gerakan sosial dan politik di tingkat rakyat
ataupun negara di mana-mana yang berkonotasi “progresif revolusioner”, anti
kolonialisme, anti imperialisme, demi kemerdekaan, demi kedaulatan nasional,
demi keadilan sosial, demi solidaritas bagi rakyat yang tertindas, demi
perdamaian. Indonesia dihargai sebagai jembatan, perantara atau fasilitator
hubungan bangsa-bangsa Asia Afrika, persahabatan yang ditimbulkan menjadi modal
diplomasi kreatif dan inovatif negara-negara Asia dan Afrika di tingkat PBB
pada masa-masa selanjutnya. KAA berhasil mengurangi ketegangan-ketegangan
politik antara kedua blok yang bersengketa. RRT menyatakan jaminannya untuk
tidak menyerang tetangga-tetangganya dan menawarkan dialog langsung dengan AS
dalam masalah taiwan, filipina, pakistan, dan Thailand yang pro barat
mengurangi kecondongannya kepada blok barat. AS terpaksa merevisi kebijakan luar
negerinya di Asia dan Afrika, termasuk meningkatkan bantuan dananya bagi
pembangunan di Asia dan Afrika. KAA melahirkan gerakan-gerakan solidaritas
Asia-Afrika di tingkat rakyat dan negara, memunculkan kelompok Asia Afrika di
PBB untuk memperjuangkan kepentingan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, memicu
gelombang pencapaian kemerdekaan negara-negara Asia dan Afrika dari penjajahan,
mendorong diterimanya semua negara merdeka menjadi anggota PBB. KAA yakni blok
ketiga yang kemudian secara resmi menjadi gerakan Non Blok pada tahun 1961 di
mana Indonesia menjadi salah satu pelopornya sesuai dengan prinsip politik luar
negerinya yang “bebas aktif”. Karena itu KAA juga disebut sebagai tanggal lahir
dunia ketiga. Di samping gerakan Non Blok, KAA juga merangsang lahirnya
kelompok Trikontinental (Asia, Afrika dan Amerika Latin) pada tahun 1966 yang
merupakan gerakan revolusioner melawan kolonialisme dan imperialisme menuju
tata dunia baru yang adil dan damai. Indonesia secara tidak langsung menjadi
juru bicara Gerakan Non Blok dan negara-negara Asia dan Afrika yang baru
merdeka dan yang masih terjajah, terutama berkat keberanian, keaktifan, karisma
dan retorika Presiden Soekarno. KAA telah melahirkan sebuah periode dalam
sejarah dunia yang disebut Era Bandung, yakni periode di mana negara-negara
Asia dan Afrika yang baru merdeka berhasil melaksanakan pembangunan nasional
yang berdaulat berdasarkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara masing-masing,
bukan kepentingan asing (Khudori. D., 2013).
B.
Hubungan
Bilateral Mesir dan Indonesia
Berikut
adalah kerjasama antara Mesir dan Indonesia dalam beberapa aspek atau bidang,
yaitu :
a.
Bidang Ekonomi
Kerjasama
ekonomi antar kawasan Asia Afrika telah berkembang pesat pasca pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan tahun 1955 dimana pada masa itu
kolonial terpaksa meninggalkan wilayah Indonesia dalam artian pada masa itu
Indonesia sudah merdeka. Pemerintah Indonesia (Presiden Jokowi) dan Mesir (Presiden
Abdel Fattah Al-Sisi) sepakat untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi
antara kedua negara pada hari Kamis, tanggal 4 September 2015. Menurut Presiden
Jokowi hal ini penting dilakukan karena menyangkut investasi Indonesia di Mesir
cukup besar. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia meminta pemerintah Mesir agar
memberi kemudahan bagi investor Indonesia dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
mengatakan bahwa pemerintah Mesir menyanggupi hal tersebut. Dalam hal ini,
Mesir merupakan mitra terbesar Indonesia di Asia-Afrika dan jumlah perdagangan
dengan Mesir mencapai hampir U$$ 1,5 miliar. Indonesia juga ingin terus
melakukan peningkatan kerjasama dalam bidang perdagangan dan juga mempergunakan
terusan Suez dalam hal ekonomi investasi. Selain itu, kedua negara tersebut
membahas tentang masalah kawasan yang menjadi kepentingan antara Indonesia dan
Mesir. Hubungan bilateral tersebut juga membahas tentang tantangan bersama yang
saat ini dihadapi, yaitu memberantas terorisme dan radikalisme salah satunya
dalam hal kerjasama tentang langkah-langkah pencegahan dan juga pelatihan.
Karena kita ketahui sendiri bahwa Mesir saat ini sedang dilanda peningkatan
aksi terorisme dari kelompok militan Sinai yang berafiliasi dengan ISIS.
Melihat kondisi Mesir yang seperti itu, maka Presiden Jokowi meminta adanya
perlindungan kepada WNI yang berada di Mesir dan Presiden Al-Sisi akan memberi
pengamanan kepada mereka yang berada di Mesir. Dalam pertemuan tersebut itu
juga ditandatangani nota kesepahaman mengenai fasilitas bebas visa bagi
pemegang paspor diplomatik dan paspor dinas. Hubungan Indonesia saat ini
mengalami perkembangan dalam bidang politik, sosial, maupun budaya, dan
lain-lain (Armenia, Resty, 2015, (Online)).
Perdagangan dua
negara tersebut megalami tren kenaikan pertukaran dagang pada beberapa tahun
terakhir dimana total perdagangan kedua negara pada tahun 2008 jika
dibandingkan tahun 2003 mengalami kenaikan drastis sebesar 500% dengan kenaikan
ekspor Indonesia sebesar 464% dan kenaikan impor dari Mesir sebesar 682%. Pada
tahun 2013, volume perdagangan antara dua negara tersebut sekitar $1,03 miliar. Ekspor Indonesia
ke Mesir meliputi minyak kelapa sawit, kopi, teh, teksti,l dan barang-barang
elektronik serta barang-barang lainnya. Pada 2014, tingkat ekspor Indonesia
meningkat 21,71 dengan nilai sebesar $1.34 miliar. Di sisi lain, ekspor Mesir
ke Indonesia sejumlah $94,4 juta pada tahun 2013 dan meliputi mineral, semen
dan buah-buahan, serta barang-barang lainnya. Data Kementerian Perdagangan
Indonesia mencatat Mesir merupakan salah satu mitra utama Indonesia di kawasan
Afrika. Nilai total perdagangan Indonesia-Mesir pada tahun 2014 mencapai
1,49 miliar USD dengan surplus sebesar 1,2 miliar USD untuk
Indonesia. Produk ekspor utama Indonesia ke Mesir meliputi emas, kabel dan
konduktor listrik, furnitur, bahan tekstil, pakaian jadi, buah segar, dan
tembaga. Sedangkan impor Indonesia dari Mesir, antara lain maizena, gandum,
fosfat, kacang kedelai, iron ores, dan konsentratnya (Rakhmatabril, 2016,
(Online)).
b. Politik
Sejak
menjalin hubungan diplomatik, kedua negara tersebut senantiasa menjaga hubungan
yang baik dan erat secara politis dimana hubungan tersebut ditandai dengan
intensitas kunjungan pejabat antara kedua negara, kesamaan pandangan dalam
berbagai isu internasional dan regional yang menjadi perhatian bersama, dan
koordinasi serta saling dukung dalam pencalonan masing-masing di berbagai
organisasi dan forum internasional. Dalam hal pertukaran kunjungan antar
pejabat, seluruh Presiden Indonesia kecuali B.J. Habibie pernah melakukan
kunjungan kenegaraan atau kunjungan kerja di Mesir, antara lain Ketua Mahkamah
Konstitusi, Mahfud, M.D., Utusan Khusus Presiden RI, Sofyan Djalil, Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Abu Rizal Bakrie, Kepala Badan
Standarisasi Nasional, Dr. Bambang Setiadi, Menlu RI, N. Hassan Wirajuda, Utusan
Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah, Dr. Alwi Shihab, dan Wakil Menteri
Perhubungan/Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah,
Kemenko Perekonomian, Bambang Susantono.
Presiden Hosni Mubarak terakhir kali
berkunjung ke Indonesia pada tahun 1983. Adapun pejabat tinggi Mesir yang
pernah berkunjung ke Indonesia antara lain Menteri Luar Negeri Mesir (Ahmed
Aboul Gheit) dalam rangka menghadiri KTT Asia-Afrika dan peringatan Golden
Jubilee KAA di Jakarta dan Bandung pada April 2005 dan Menteri Kerja Sama
Internasional (Faiza Aboul Naga) dalam rangka Pertemuan Puncak D-8 di Bali pada
Mei 2006 dan Sidang Komisi Bersama (SKB) V Indonesia-Mesir di Jakarta pada
tahun 2007. Sedangkan, pada tahun 2009 pejabat tinggi Mesir yang berkunjung ke
Indonesia adalah Asisten Menteri Luar Negeri Urusan Asia, Muhamed el-Zorkany
dalam rangkaian kunjungannya ke beberapa negara Asia untuk mendorong
peningkatan hubungan Mesir dengan negara-negara di kawasan ini.
Untuk memperkuat hubungan di
berbagai bidang, kedua negara telah menyepakati pembentukan forum Konsultasi
Bilateral di tingkat Pejabat Senior Kementerian Luar Negeri masing-masing sejak
tahun 2001 dengan ditandatanganinya MoU
on Consultation. Pertemuan Konsultasi Bilateral telah dilaksanakan
sebanyak empat kali (dua kali di Indonesia, tepatnya di Bali tanggal 19-20 Juli
2004 dan di Jakarta tanggal 14 Agustus 2006) dan (dua kali di Mesir, tepatnya
di Kairo tanggal 9-10 Mei 2005 dan tanggal 29 Oktober 2008). Melalui forum tersebut,
kedua negara membahas berbagai isu hubungan dan kerja sama bilateral serta
melakukan pertukaran pandangan tentang berbagai isu internasional dan regional
yang menjadi perhatian bersama.
Dalam kasus atau pembahasan tentang perdamaian
di Timur Tengah, pada prinsipnya Indonesia memiliki posisi yang sama dengan
Mesir tentang perlunya penyelesaian konflik Arab-Israel pada tiga jalur yang
ada, yaitu Palestina-Israel, Libanon-Israel, dan Suriah-Israel sesuai dengan
resolusi-resolusi PBB yang relevan dan kesepakatan-kesepakatan yang pernah
dicapai oleh pihak-pihak yang bertikai. Dalam kaitan ini, Indonesia mendukung
tuntutan penarikan diri Israel dari seluruh tanah Arab yang didudukinya pada
perang tahun 1967. Indonesia juga mengakui peran penting dan strategis Mesir
dalam proses perdamaian Timur Tengah, khususnya dalam penyelesaian
masalah-masalah Palestina-Israel, terlebih mengingat bahwa secara geografis
Mesir berbatasan langsung dengan sebagian wilayah Palestina, yakni Jalur Gaza.
Selain itu, Indonesia mendukung berbagai upaya dan peran Mesir dalam
penyelesaian masalah Palestina, termasuk upaya rekonsiliasi antar golongan Palestina
dan pemulihan kembali perundingan damai Palestina-Israel. Lebih dari sekadar
dukungan, Indonesia berkomitmen untuk ikut berperan aktif dan berkontribusi secara
komplementer terhadap berbagai upaya pemajuan proses perdamaian Timur Tengah,
termasuk upaya yang dilakukan Mesir (Maiwanews, 2011, (Online)).
c. Bidang
Pendidikan
Kunjungan
Presiden Abdel Fattah Al-Sisi ke Indonesia tanggal 4-5 September 2015 mendorong
peningkatan hubungan bilateral Indonesia dan Mesir lebih kuat di semua sektor,
khususnya kerjasama keagamaan, perdagangan, industri, investasi, pendidikan,
dan pariwisata. Pada tanggal 21-29 Februari 2015 Grand Sheikh Al-Azhar, Prof.
Dr. Ahmed Mohamed Al Thayyeb ke Indonesia dalam rangka melakukan hubungan
bilateral untuk meningkatkan citra positif tentang Islam sebagai agama, cinta
damai, dan Islam yang moderat. Indonesia dan Mesir mempunyai banyak persamaan
dalam posisi politiknya di dunia internasional. Sehingga, Indonesia dan Mesir
saling mendukung dalam memperjuangkan negara-negara berkembang dan
negara-negara Islam. Indonesia dan Mesir juga berjuang dalam mendukung
kemerdekaan Palestina. Hasil hubungan bilateral dalam hal ekonomi lima tahun
terakhir menunjukkan kecenderungan yang positif. Menurut Menag, salah satu
kerjasama yang paling penting di Indonesia dan Mesir adalah di bidang
pendidikan karena kita ketahui bahwa sejak tahun 1960-an, Mesir dikenal oleh
kalangan pelajar/mahasiswa Indonesia sebagai negara tujuan untuk belajar,
khususnya di Universitas Al-Azhar. Dalam kunjungan tersebut, Prof. Dr. Ahmed
Mohamed Al Thayyeb mengumumkan penawaran 100 beasiswa per tahun untuk
pelajar/mahasiswa Indonesia yang semula hanya 50 beasiswa. Walaupun hubungan bilateral
dua negara tersebut cukup banyak, Indonesia belum bisa berpuas diri dengan
hasil yang dicapai karena mengingat masih terdapat berbagai peluang untuk
bereksplorasi. Dalam hubungan bilateral tersebut, Dubes Mesir untuk Indonesia
Bahaaeldeen Baghat Ibrahim Dessouki dalam sambutannya menyampaikan apresiasi
atas kerjasama antara Indonesia dan Mesir yang terjalin kuat selama ini dan
berharap kerjasama ini terus ditingkatkan (Supratiwi, Fitri, 2016, (Online)). Menurut Fachir, pihaknya akan terus mendorong pertukaran pelajar
Indonesia-Mesir secara berkelanjutan. Ia mengatakan, pelajar Indonesia yang
melanjutkan studi di Mesir tersebut untuk meningkatkan dan memperdalam ilmu
Bahasa Arab dan Agama. Sebaliknya pelajar Mesir yang melanjutkan studi di
Indonesia tersebut untuk belajar kebudayaan Indonesia, yaitu demokrasi
Indonesia, budaya, bahasa dan lain-lainnya. “Kebudayaan Indonesia ini akan
kami tonjolkan kepada Mesir supaya lebih dikenal di sana. Seperti demokrasi,
keragaman budaya, bahasa dan yang lainnya,” lanjutnya (Infosoloraya, 2016,
(Online)).
d. Bidang
Sosial Budaya
Dalam
bidang ini, Indonesia aktif dalam melaksanakan beragam kegiatan
budaya baik yang bersifat promosi maupun melalui kerjasama dengan berbagai
pusat kebudayaan di Mesir. Pada tahun 2011, terutama setelah Revolusi Mesir,
kegiatan budaya yang telah dilakukan oleh KBRI di antaranya adalah pagelaran
"Ramadhan Lifestyle in Indonesia" pada tanggal 10 Agustus 2011
di Cairo Opera House dan tanggal 12 Agustus 2011 di Opera Damenhur, peringatan hari
anak nasional bekerja sama dengan Yayasan 6 Oktober pada 27 Juli 2011,
keikutsertaan dalam Festival Musik Sufi Internasional pada 15-25 Agustus 2011. Salah
satu sarana utama dalam mempromosikan budaya Indonesia kepada masyarakat Mesir
adalah dengan menyelenggarakan kursus bahasa Indonesia yang telah diefektifkan
sejak tanggal 3 Agustus 2008 oleh Pusat Kebudayaan dan Informasi (PUSKIN).
Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani kedua Negara dalam meningkatkan people to people contact untuk saling mengenalkan budaya kedua
bangsa. Hingga bulan September 2011 jumlah alumni dan siswa PUSKIN sekitar 200
orang. Selain belajar bahasa, siswa PUSKIN juga diperkenalkan dengan budaya
Indonesia, seperti musik angklung, kecapi suling, seni Pencak Silat, nonton
bersama (film Indonesia), mengenal kuliner Indonesia, dan lain-lain (Pasdar,
Irfan. 2011: 15-17).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Awal
mula adanya hubungan diplomatik antara Mesir dan Indonesia adalah sekitar abad ke-19
dimana mahasiswa Hindia Belanda belajar ke Mesir dan hubungan bilateral
tersebut secara resmi ditetapkan pada tanggal 10 Juni 1947 yang ditandai dengan
adanya Perjanjian Persahabatan antara dua negara tersebut.
2. Seiring
berkembangnya tuntutan kebutuhan zaman dan sejarah dua negara tersebut, Mesir
dan Indonesia melakukan hubungan diplomatik tidak hanya dalam bidang politik,
tetapi berkembang ke berbagai aspek, seperti aspek ekonomi, pendidikan,
sosial-budaya, dan lain-lain.
B.
Saran
Saran
dari makalah ini adalah pembaca bisa memahami isi dari makalah dan memberikan
saran dan kritik dalam pengerjaan makalah ini. Sehingga, kedepannya penulis
dapat menambah pengetahuan lebih tentang materi dan penulisan makalah yang baik
dan benar.
DAFTAR RUJUKAN
Armenia, Resty. 2015. Indonesia-Mesir Sepakat Tingkatkan Kerjasama Ekonomi, (Online), (http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150905005402-127-76760/indonesia-mesir-sepakat-tingkatkan-kerjasama-ekonomi/),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Egyptianforeign. 2006. "Egypt's
relations with ASEAN countries-The Egyptian Indonesian Relations". Arab
Republic of Egypt - Ministry of Foreign Affair, (Online), diakses tanggal 15 Februari 2017.
Infosoloraya. 2016. Indonesia-Mesir Tingkatkan Hubungan
Bilateral, (Online), (http://www.infosoloraya.com/indonesia-mesir-tingkatkan-hubungan-bilateral/), diakses tanggal 15 Februari 2017.
Khudori. D. 2013. Wawancara
Tertulis dengan ANRI. Artikel.
Maiwanews. 2011. Hubungan
Bilateral Indonesia-Mesir Bidang Politik, (Online), (http://berita.maiwanews.com/hubungan-bilateral-indonesia-mesir-bidang-politik-17243.html),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Pasdar, Irfan. 2011. Hubungan Bilateral Indonesia Indonesia
dengan Mesir pada Bidang Politik, Bidang Ekonomi dan Perdagangan, dan Bidang
Budaya dan Pendidikan. Makassar: STITEK Balik Diwa.
Pensosbud KBRI Cairo. 2014. Selayang Pandang Mesir. Jakarta : Kedutaan Besar Republik Indonesia
Cairo.
Rakhmatabril. 2016. Hubungan Bilateral antara Indonesia dan
Mesir, (Online), (http://rakhmatabril.blogspot.co.id/2016/05/hubungan-bilateral-antara-indonesia-dan.html), diakses tanggal 15 Februari 2017.
Supratiwi, Fitri. 2016. Menag : Indonesia-Mesir Nikmati Hubungan Sejarah Persahabatan yang
Panjang, (Online), ( http://www.antaranews.com/berita/575721/menag-indonesia-mesir-nikmati-hubungan-sejarah-persahabatan-yang-panjang),
diakses tanggal 15 Februari 2017.
Suranta, Rahman. 2003. Diplomasi Indonesia di Mesir 1947-1948.
Tesis tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Komentar
Posting Komentar