SEJARAH MASUKNYA AGAMA KONGHUCU DI INDONESIA

SEJARAH MASUKNYA AGAMA KONGHUCU DI INDONESIA

Nama               : Yuliarti Kurnia Pramai Selli
Kelas/Off.       : B
Prodi               : S1 Pendidikan Sejarah
NIM                : 140731606196
Makul              : Sejarah Perkembangan Agama-Agama di Indonesia

Penjelasan :
Sejarah munculnya Agama Konghucu.
Agama Konghucu sendiri dalam dialek Hokkian disebut dengan “Ru Jiao” atau “Ji Kauw” yang artinya agama bagi umat yang lembut hati. Secara bahasa “jiao” berarti ajaran/sastra untuk berbakti bagi kaum lembut budi pekerti bagi kaum lembut budi pekerti yang mengutamakan perbuatan baik, selaras dengan berkebajikan. Dalam hal ini, agama Konghucu merupakan bimbingan hidup yang diberikan Thian (Tuhan Yang Maha Esa) kemudian diturunkan oleh para Nabi dan Suci Purba yang nantinya disempurnakan oleh Nabi Konghucu dimana sebelum Nabi Kongzi lahir. Sejarah adanya agama Konghucu adalah pada masa 2952-2836 SM dan nantinya sampai pada Nabi Kongzi pada tahun 551-479 SM. Nabi Kongzi adalah penerus, pembaharu, dan penyempurna agama Konghucu dimana menurut Matteo Richi sekitar abad ke-16 yang menjadi salah satu misionaris di Italia mengatakan bahwa Nabi Kongzu yang paling besar peranannya daripada nabi-nabi yang lainnya. Nabi Kongzu merupakan nabi besar terakhir yang telah menerima wahyu (Thian Sik) dan beliau memilih untuk menjadi Bok Tok atau Genta Rokhani-Nya dengan memberikan firman Tuhan Yang Maha Esa bagi manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa agama Konghucu muncul bukan pada zaman Konghucu, melainkan sudah diturunkan oleh Tuhan puluhan ribu abad/ribuan tahun sebelum kehidupan Nabi Konghucu (Oei, T. L. 1991:53).
Masuknya agama Konghucu di Indonesia sudah muncul sejak adanya  pedagang-pedagang Tionghoa yang merantau ke Nusantara untuk berdagang. Perdagangan tersebut juga membawa agama yang nantinya dikenal di Indonesia dengan nama “Konghucu” dan agama ini menjadi salah satu tiga agama besar di Cina saat itu, yaitu pada zaman Dinasti Han tahun 136 SM (yang saat itu dijadikan agama negara). Bukti pengaruh penyebaran agama Konghucu di Indonesia dalam hal bangunan antara lain :
a.       Klenteng Ban Hing Kiong di Manado yang didirikan pada tahun 1819.
b.      Tempat ibadah Konghucu “Boen Tjhiang” yang dipugar pada tahun 1906 (sebelum dipugar bernama “Boen Tjhiang Soe”) (Wikipedia. 2015, (Online)).
Aslinya pengakuan adanya agama Konghucu di Indonesia sudah ada sebelum masa reformasi dimulai terbukti adanya Undang-Undang No. 05 Tahun 1969 yang berisikan mengajui enam agama salah satunya agama Konghucu dan peraturan tersebut sama dengan Ketetapan Presiden No. 01 Pn. Ps. Tahun 1965. Munculnya diskriminasi agama Konghucu mulai dirasakan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Dalam Instruksi Presiden No. 1470/1978 berisikan bahwa hanya mengakui lima agama, kecuali agama Konghucu. Bisa diartikan bahwa pada masa itu penganut agama Konghucu ajarannya tidak diakui oleh pemerintah sehingga hal tersebut mempengaruhi hak-hak sipil penganut agama Konghucu. Contohnya, perayaan keagamaan di gedung atau menggunakan fasilitas publik dilarang, hari Imlek tidak dimasukkan dalam hari besar Indonesia, sekolah yang di bawah naungan agama Konghucu tidak diperbolehkan mengajar pelajaran agama Konghucu, pernikahan antar umat Konghucu tidak dicatat oleh Kantor Catatan Sipil. Perlakuan tersebut semakin diperkuat dengan adanya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No. 477/40554/B.A.01.2/4683/95 pada tanggal 18 November 1978 yang berisikan tentang pengakuan lima agama, kecuali agama Konghucu. Dalam hal ini, ada sekitar 50 peraturan perundang-undangan yang intinya mendiskriminasikan etnis Tionghoa yang dominan menganut agama Konghucu.
Pada masa sebelum masa reformasi para penganut agama Konghucu tidak bisa membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) jika dalam kolom agama di KTP tertulis agama Konghucu. Sehingga, pada masa itu para penganut agama Konghucu terpaksa mengubah di kolom agamanya dengan menjadi pemeluk Budha atau Kristen. Setelah masa orde baru, kebebasan agama di Indonesia mengalami kemajuan yang berarti dimana saat itu Presiden Indonesia (K. H. Abdurrahman Wahid) menurunkan Keputusan Presiden No. 06 Tahun 2000 tentang pencabutan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967. Dampak dari Keputusan Presiden tersebut adalah adanya kebebasan (pluralitas) dalam hal keagamaan.  Pada tahun 2001, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menjadikan tahun baru Imlek sebagai hari libur fakultatif bagi etnis Tionghoa. Di Indonesia, umat Konghucu berada di bawah naungan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN). Selama masa orde baru, organisasi ini mengalami kondisi yang tidak jelas. Pemerintah tidak pernah membubarkan MATAKIN yang sudah berdiri sejak tahun 1954. Pada era reformasi MATAKIN diberi kesempatan oleh Menteri Agama kabinet reformasi untuk mengadakan Musyawarah Nasional XIII yang bertempat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta pada tanggal 22-23 Agustus 1998 yang dihadiri perwakilan Majelis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN), Kebaktian Agama Konghucu Indonesia (KAKIN) dan Wadah Umat Agama Konghucu lainnya dari berbagai penjuru tanah air Indonesia. Selain itu, diturunkan juga Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Keagamaan. Upaya penghapusan diskriminasi juga tertuang dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Pendudukan (Wisnu, Syailendra. 2011, (Online)).
Berikut adalah beberapa tokoh agama Konghucu di Indonesia, yaitu :
a.       Lie Kim Hok
Beliau adalah seorang puritan yang menghendaki suatu agama sejati bagi bangsa Tionghoa, yaitu Konfusianisme saja. Mereka akhirnya membentuk Khong Kauw Hwee, Kong Jiao Hui. Pada tahun 1903 susunan rohaniawan terdiri dari Haksu sebagai pengkhotbah awam. Dan aliran inilah yang nanti diteruskan oleh MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia) (Tockary, Rip. 2002: 103).
b.      Haksu Tjie Tjay Ing
Beliau lahir di Blora pada tanggal 12 Maret 1935 dan pendiri PAKIN (Pemuda Konghucu Indonesia) di Solo dan sejak tahun 1957 beliau diangkat menjadi guru SD di SD Tripusaka, kemudian diangkat menjadi kepala sekolah. Beliau juga mantan sekretaris MATAKIN (Bio, Boen. 1996: 01).


DAFTAR RUJUKAN
Bio, Boen. 1996. Etika dan Keimanan Konghucu. Surabaya: Lembaga Penelitian.
Oei, T. L. 1991. Etika Konfusius Dan Akhir Abad 20. Solo: Matakin.
Tockary, Rip. 2002. Ru Jiao dalam Sejarah. Bogor: The House of Ru.
Wikipedia. 2015. Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, (Online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Tinggi_Agama_Konghucu_Indonesia), diakses 24 November 2015.
Wisnu, Syailendra. 2011. Pengakuan Agama Konghucu di Indonesia, (Online), (http://wisnu.blog.uns.ac.id/2011/03/10/pengakuan-agama-khonghucu-di-indonesia/), diakses 24 November 2015.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamu yang Kusayang

MENGINAP SAMBIL MENGENANG MASA LALU: FENDI’S GUEST HOUSE MALANG