KEBIJAKAN EKONOMI MASA PEMERINTAHAN B. J. HABIBIE (1998-1999) DAN MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (2004-2009)
KEBIJAKAN EKONOMI MASA
PEMERINTAHAN B. J. HABIBIE (1998-1999) DAN
MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (2004-2009)
Yuliarti Kurnia Pramai
Selli
Jurusan Sejarah
Universitas Negeri Malang
Abstract: Economic matters system in Indonesia withdraw
rise experience in which after Orba period economic matters still constraint
because still stable not yet from money crisis consequence of Orba economy wisdom
until consequence enough society prosperity in the B. J. Habibie period. B. J.
Habibie efforts to change economic matters impacted good enough, but still not
losed economy cricis. Good impact or bad impact from economic matters system in
Reformation period fix there is until now, and writer take away one of the
economic matters system in Susilo Bambang Yudhoyono period in which of the
economic wisdom, her take away studied from economics matters system in
Reformasi period.
Keywords: Economy, Reformation, Democracy, B. J.
Habibie, Susilo Bambang Yudhoyono.
Kita
mengetahui bahwa pada masa Orde Baru kebijakan ekonomi yang dilakukan saat itu
pada awalnya berdampak baik dalam segala aspek. Tetapi, setelah berjalan
beberapa tahun, program atau kebijakan tersebut menjadi bumerang pada masa
Soeharto yang berdampak pada nilai mata uang (inflasi), mempunyai hutang yang
banyak dengan luar negeri, terjadinya kerusuhan dalam negeri, munculnya kapitalisme
dimana orang-orang yang berduit saja bisa mengembangkan usaha dan sebaliknya
bagi masyarakat biasa dan juga memunculkan KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme). Masa pemerintahan Soeharto berakhir pada tanggal 21 Mei 1998
ditandai dengan adanya Pasal 8 UUD 1945 dengan menunjuk Bapak Bacharuddin Jusuf
Habibie sebagai penggantinya menjadi presiden.
Masa
pemerintahan B. J. Habibie bisa dibilang sebagai masa Reformasi (masa transisi)
karena kita ketahui sendiri bahwa pada masa Orde Baru yang dipimpin presiden
Soeharto menganut kapitalisme. Sedangkan, pada masa Reformasi pemerintahan
menganut demokrasi dan hal tersebut dipengaruhi oleh suara rakyat yang diwakili
oleh mahasiswa dengan menginginkan adanya pembaharuan dari kapitalisme menjadi
demokrasi. Dalam masa pemerintahannya, B. J. Habibie membuat perubahan yang
cukup signifikan seperti adanya kebebasan pers, kebebasan menyatakan pendapat
(dalam hal pendirian partai dan pelaksanaan pemilu yang demokratis dan sukses),
tidak berat sebelah dalam urusan agama, pembebasan tahanan politik (tapol),
penyelesaian masalah Timtim dengan memberikan opsi kepada rakyat di sana, dan
dalam hal khususnya ekonomi adalah kondisi moneter saat itu semakin stabil
serta kondisi perekonomian internasional menjadi kondusif.
Kebijakan Ekonomi pada
Masa Pemerintahan B. J. Habibie (1998-1999)
Prof.
Dr.-Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang kita kenal sebagai B. J.
Habibie lahir pada tanggal 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan dan
sekarang berumur 79 tahun. Beliau adalah presiden ketiga Indonesia yang
menggantikan presiden Soeharto pada masa Orde Baru yang terganti oleh masa
pemerintahan B. J. Habibie yang terkenal dengan masa Reformasi. Beliau menjabat
sebagai wakil presiden dan presiden dalam jangka waktu terpendek dimana menjadi
wakil presiden hanya 2 bulan 7 hari dan menjadi presiden hanya 1 tahun 5 bulan.
Setelah itu, masa jabatan digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gusdur)
(Wikipedia. 2015, (Online)).
Visi,
Misi, dan strategi kepemimpinan B. J. Habibie terkait erat dengan latar
belakang pribadi beliau dimana sifat kerasionalan beliau dalam menghadapi suatu
persoalan termasuk persoalan ekonomi pada masa Reformasi.
Pertimbangan-pertimbangan yang diambil lebih didominasi oleh faktor-faktor yang
bisa diukur walaupun pada masa itu banyak hal yang tidak bisa diukur seperti
sistem nilai, visi masyarakat yang tidak sama antar kelompok, dan lain
sebagainya. Dengan pemikiran beliau yang seperti itu, orang-orang menilai bahwa
beliau kurang arif dalam memberikan kebijakan. Memang, pada masa pemerintahan
Soeharto, beliau mengakui bahwa Soeharto adalah guru besar politiknya tetapi
dalam prakteknya beliau tidak sepenuhnya menjiplak sistem ekonomi Soeharto
karena dipengaruhi rasional tadi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam kebijakan
ekonomi beliau tidak menjiplak kebijakan ekonomi Soeharto (Makka, M. A. 2009:
5-6).
Munculnya
masa Reformasi di bidang ekonomi disebabkan oleh adanya sistem monopoli di
bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa Orde Baru, orang-orang yang
dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan, bahkan
mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya. Selain itu juga disebabkan
oleh krisis moneter yang membawa dampak besar bagi masyarakat Indonesia pada
masa itu dimana banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi PHK dimana-mana
dan menyebabkan jumlah pengangguran semakin meningkat tajam yang berakibat pada
kemiskinan serta adanya krisis perbankan dan hal-hal tersebut perlu diatasi dan
salah satunya adalah pelengseran presiden Soeharto dan digantikan oleh B. J.
Habibie pada tahun 1998-1999.
Pada
masa awal pemerintahan B. J. Habibie ditandai dengan adanya pidato pengantar
pada tanggal 22 Mei 1998 dengan mengumumkan susunan kabinet dalam waktu
sesingkat-singkatnya mengambil kebijakan dan langkah-langkah proaktif untuk
memulihkan roda pembangunan. Kabinet pada masa Reformasi bernama “Kabinet
Reformasi Pembangunan” yang permasalahannya lebih dipusatkan pada peningkatan
kualitas, produktifitas, dan daya saing ekonomi rakyat dengan memberi peranan
kepada perusahaan kecil, menengah, dan koperasi yang telah terbukti memiliki
ketahanan krisis ekonomi pada masa Orde Baru. Dari tujuan utama itulah, Kabinet
Reformasi Pembangunan lebih mempercepat langkah-langkah reformasi (Ciptyasari, Devi.
2015, (Online)).
Keadaan
sistem pada masa pemerintahan transisi (Orde Baru ke Reformasi) memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Inflasi
dimana pada pertengahan 1997 terjadi kenaikan nilai tukar rupiah dari 2.500
menjadi 2.650 rupiah per U$ Dollar.
b. Dari
krisis rupiah tersebut memunculkan krisis ekonomi berkepanjangan yang
memunculkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
c. Pada
masa awal pemerintaha B. J. Habibie KKN semakin menjadi dan banyak kerusuhan
(Riyanto, Wasis. 2013, (Online)).
Pada
masa awal pemerintahan B. J. Habibie bisa dibilang sudah di ambang kebangkrutan
dimana produksi macet, tingkat suku bunga tinggi, perbankan dan lembaga-lembaga
keuangan lainnya bermasalah, cadangan devisa menipis karena ekspor tersendat,
pencairan pinjaman luar negeri yang telah disepakati mengalami penundaan, dan
masih banyak lagi. Program pemerintah Kabinet Reformasi Pembangunan tertuang
dalam APBN sampai bulan April 1999 masih harus merujuk pada komitmen Kabinet
Pembangunan VII, yaitu Repelita VII dan RAPBN 98/99 yang masih memerlukan
perbaikan ekonomi.
Upaya-upaya
yang dilakukan pada masa Reformasi pada dasarnya mengacu pada saran dan hasil
konsultasi dengan International Monetary Fund (IMF) yang diantaranya adalah :
1. Memperkuat
sektor moneter melalui instrumen suku bunga tinggi dan memperketat sektor
fiskal.
Tujuan
utamanya adalah memberikan sedikit ruang gerak kepada spekulan sehingga
stabilitas rupiah dan stabilitas harga dapat dicapai. IMF berpendapat bahwa
persoalan ekonomi yang dihadapi Indonesia pada masa Reformasi sangat berat dan
biasanya pengetatan ekonomi hanya dilakukan pada salah satu sisi, yaitu moneter
atau fiskalnya saja. Kebijakan moneter bertujuan untuk menciptakan stabilitas
nilai tukar rupiah, inflasi yang rendah, dan peningkatan cadangan devisa.
Sedangkan, kebijakan fiskal lebih ke pajak non-migas serta pengetatan anggaran
belanja negara (pembatalan proyek infrastruktur, penghentian perlakuan khusus
bagi mobil nasional dan IPTN, serta pengurangan subsidi impor sembilan bahan
pokok atau sembako).
2. Kebijakan
ekonomi besarnya hutang luar negeri swasta dan lemahnya sektor perbankan.
3. Kebijakan
memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia.
4. Kebijakan
menaikkan tingkat suku bunga SBI.
Tingkat
suku bunga SBI menjadi salah satu indikator dalam menentukan kebijakan moneter
yang menentukan apakah menggunakan kebijakan ekspansif (kebijakan uang longgar)
atau kontraktif (kebijakan uang ketat). Tetapi, dari dua hal tersebut
pemerintah dan IMF akhirnya memilih memberlakukan kebijakan uang ketat dalam menghadapi
situasi hiperinflasi. Dari pilihan tersebut Bank Indonesia kemudian menerbitkan
SBI yang bunganya terus dinaikkan. Sedikit demi sedikit membawa kebaikan
perekonomian di Indonesia mencapai 70 % dan dengan membaiknya perekonomian di
Indonesia, maka kebijakan uang ketat dilonggarkan oleh pemerintah. Adanya
penurunan tingkat suku bunga didasarkan pada penurunan inflasi yang turun dari
sekitar 77,60 % selama 1998 menjadi 2,00 % pada tahun 1999.
5. Kebijakan
mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikkan suku bunga SBI.
Kebijakan
di atas didasarkan pada jumlah uang yang beredar di masyarakat pada masa itu
banyak. Dengan kebijakan tersebut diharapkan masyarakat ingin menyimpan kembali
uangnya di bank sehingga nantinya jumlah uang yang beredar di masyarakat
berkurang. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka akan menyebabkan munculnya
inflasi kembali.
6. Mengupayakan
penyelesaian krisis perbankan dengan membentuk BPPN.
Kebijakan
di atas bertujuan untuk mencegah terjadinya krisis ekonomi yang lebih parah,
dan banyak bank-bank yang diberi dana BLBI oleh pemerintah untuk menstabilkan
perekonomian Indonesia. Karena kita ketahui sendiri bahwa presiden B. J.
Habibie mengatakan bahwa Bank Indonesia berkedudukan khusus dalam perekonomian
dan harus independen serta tidak boleh dicampurtangani oleh siapapun termasuk
presiden dan penyusunan aturan tersebut diserahkan kepada DPR yang dibantu oleh
tenaga profesional dari Bank Sentral Jerman, yaitu Bundesbank.
7. Pemerintah
dan DPR mengesahkan UU No. 5 Tahun 1999.
Kebijakan
di atas bertujuan untuk merealisasikan demokrasi ekonomi dan menciptakan
landasan agar tumbuh persaingan yang sehat dan efisien. Isi dari UU tersebut
adalah larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat pada tanggal 5
Maret 1999 dimana bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada
pelaku ekonomi tertentu dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat.
Dalam kebijakan tersebut pemerintah juga mengeluarkan UU tentang perlindungan
konsumen yang mewajibkan produsen mencantumkan informasi yang lengkap tentang
produk yang dihasilkan.
8. Mengupayakan
kerja sama dan dukungan badan-badan Internasional serta negara-negara sahabat.
Kerja
sama yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka mengatasi krisis dan
pemulihan perekonomian nasional adalah :
a. Kerja
sama dengan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations).
b. Kerja
sama dengan APEC (Asia Pasific Economic Cooperation).
c. Kerja
sama dengan ASEM (Asia Eropa Meeting).
d. Kerja
sama dengan WTO (World Trade Organization).
e. Kerja
sama dengan World Bank.
f.
Kerja sama dengan IMF.
Dari
penjelasan di atas, dapat kita ketahui dampak adanya kebijakan ekonomi masa
Reformasi, yaitu:
a. Selama
tahun 1999 proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup lancar dimana
pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat berat.
b. Kondisi
moneter semakin stabil.
c. Perkembangan
sosial politik di dalam negeri relatif kondusif.
d. Kondisi
perekonomian Internasional yang membaik memulihkan kestabilan nilai rupiah dan
perbaikan aktivitas ekonomi nasional.
e. Turunnya
angka kemiskinan pada bulan Agustus 1999 menjadi 37,5 juta.
f.
Dengan adanya agenda
pemilu tahun 1999 yang berjalan lancar dan stabil telah mampu membuat
kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan ekonomi pada
masa Orde Baru masih dikatakan belum berhasil walaupun ada kemajuan ekonomi
pada masa Reformasi. Hal tersebut dikarenakan masih banyak kendala-kendala yang
dihadapi, yaitu :
1. Besarnya
hutang swasta baik di dalam negeri maupun luar negeri tidak mudah dalam
merekonstruksi karena masih rumitnya program restrukturisasi hutang perusahaan
dalam negeri dan kreditur di banyak negara.
2. Program
Jaring Pengaman Sosial (JPS) menhadapi permasalahan dalam hal efektivitas dan
pencapaian kepada kelompok sasaran serta pemantauannya (Ciptyasari, Devi. 2015,
(Online)).
Setelah beliau turun dari jabatannya sebagai presiden, beliau
lebih banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal
proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya, yaitu Habibie
Center (Wikipedia. 2015,
(Online)).
Kebijakan Ekonomi pada
Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009)
Jenderal
TNI (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono GCB AC atau yang kita kenal
dengan Susilo Bambang Yudhoyono lahir pada tanggal 9 September 1949 di Tremas,
Arjosari, Pacitan, Jawa Timur. Beliau adalah presiden ke-6 dan ke-7 dengan
jabatan sejak tanggal 20 Oktober 2004 sampai 20 Oktober 2014. Wakil presiden
pada pemerintahan awal adalah Jusuf Kalla. Terpilihnya mereka berdua dari
Pemilu Presiden 2004. Beliau merupakan seorang pensiunan militer (Wikipedia.
2015, (Online)).
Pada
masa awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan membentuk susunan
kabinet yang bernama “Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I”. Kebijakan pada masa
pemerintahan SBY antara lain :
1. Mengurangi
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
2. Kebijakan
bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin tetapi bantuan tersebut dihentikan
sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan.
3. Kebijakan
menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di negara
Indonesia.
Dalam
masa pemerintahannya, SBY mengalami masalah, yaitu kasus Bank Century yang
sampai saat ini belum terselesaikan dan sampai-sampai dalam penyelesaian
masalah tersebut mengeluarkan biaya sekitar 93 miliar. Kondisi perekonomian
pada masa SBY-JK mengalami perkembangan yang sangat baik dimana berdampak di
tahun 2010 seiring adanya pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang
terjadi sepanjang tahun 2008 sampai tahun 2009.
Pada
masa itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dapat mencapai
angka 5,5-6 % pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 % pada tahun 2011.
Sehingga dapat dikatakan bahwa prospek perekonomian Indonesia akan lebih baik
dari perkiraan semula. Dengan adanya pemulihan global tersebut membawa dampak
positif dalam perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia pada
triwulan IV-2009. Salah satu penyebab utama perekonomian Indonesia menjadi
sangat baik masa SBY adalah karena efektifnya kebijakan pemerintah yang
terfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan hutang negara.
Dari
dampak positif tersebut pasti membawa dampak negatif yang berasal dari
permasalahan-permasalahan ekonomi di Indonesia, yaitu pertumbuhan makroekonomi
yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara merata. Tingkat
pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintah lebih baik
daripada pemerintah masa Reformasi dimana rata-rata pertumbuhan ekonominya
menjadi 6,4 % mendekati target 6,6 % (Simamora, Moya. 2015, (Online)).
Selain
itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang
dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya adalah PNPM
Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai
dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan. Pada
pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF
sebesar 3,2 miliar U$ Dollar. Dari hal tersebut diharapkan Indonesia tidak lagi
mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri.
Selama masa
pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia memang berada pada masa keemasannya.
Indikator yang cukup menyita perhatian adalah inflasi. Sejak
tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single digit. Dari 17,11% pada
tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009. Tagline strategi pembangunan ekonomi
SBY yang berbunyi pro-poor, pro-job, dan pro growth (dan kemudian ditambahkan dengan pro environment)
benar-benar diwujudkan dengan turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta pada
tahun 2005, menjadi 31,02 juta orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta
orang telah lepas dari jerat kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu
hanya dampak strategi SBY yang pro growth
yang mendorong pertumbuhan PDB.
Secara
alami, setiap tahun inflasi akan naik. Namun, suatu pemerintahan dikatakan
berhasil secara makro ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan
ekonomi. Dan faktanya adalah inflasi selama 4 tahun 2 kali lebih besar
dari pertumbuhan ekonomi. Selama 4
tahun pemerintahan, Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu mengendalikan
harga barang dan jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM,
yaitu rata-rata mengalami inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta
yang terjadi adalah harga barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi
rata-rata 10.3% selama periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa
melebihi 200% dari target semula.
Koalisi
Organisasi Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla memperbesar hutang dalam jumlah sangat besar. Posisi hutang
tersebut merupakan utang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Berdasarkan
catatan koalisi, hutang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31 persen
dalam lima tahun terakhir. Posisi hutang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275
triliun. Adapun posisi hutang Janusari 2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik
Rp 392 triliun. Apabila pada tahun 2004, hutang per kapita Indonesia Rp 5,8
juta per kepala, pada Februari 2009 hutang per kapita menjadi Rp 7,7 juta per
kepala. Memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009,
koalisi menilai rezim sekarang ini adalah rezim anti-subsidi. Hal itu
dibuktikan dengan turunnya secara drastis subsidi. Pada tahun 2004 jumah
subsidi masih sebesar 6,3 persen dari produk domestik bruto. Namun sampai tahun
2009, jumlah subsidi untuk kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen dari PDB
(Malik, Imamabdul. 2014, (Online)).
Kebijakan
menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata
berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK
memang harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat
karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong
tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat
inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per
Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya
transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%.Core inflation pun
naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai
pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang
mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005
sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi
17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY)
yang hanya 4,6%.
Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap
tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku
bunga simpanan di dunia perbankan.
Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)
Harga
|
2004
|
2009
|
Catatan
|
Minyak Mentah Dunia / barel
|
USD 40
|
USD 45
|
Harga hampir sama
|
Premium
|
Rp 1.810
|
Rp 4.500
|
Naik 249%
|
Minyak Solar
|
Rp 1.890
|
Rp 4.500
|
Naik 238%
|
Minyak Tanah
|
Rp 700
|
Rp 2.500
|
Naik 370%
|
Dengan
kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, tetapi tetap
saja untuk harga jual premium yang masih Rp 4.500 per liter (sedangkan harga
ekonomis ~Rp 3800 per liter). Maka sangat ironis bahwa dalam kemiskinan, para
supir angkot harus mensubsidi setiap liter premium yang dibelinya kepada
pemerintah. Sungguh ironis di tengah kelangkaan minyak tanah, para nelayan
turut mensubsidi setiap liter solar yang dibelinya kepada pemerintah. Dalam
kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1 triluin
dari penjualan premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Berdasarkan janji
kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah SBY-JK
selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi
rata-rata di atas 6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu
meningkatkan pertumbuhan rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi)
naik di atas 10.3%. Ini menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal
mensejahterakan rakyat. Tidak ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat
di bidang ekonomi.
Pertumbuhan
|
Janji
Target
|
Realisasi
|
Keterangan
|
2004
|
ND
|
5.1%
|
|
2005
|
5.6%
|
Tercapai
|
|
2006
|
6.1%
|
5.5%
|
Tidak tercapai
|
2007
|
6.7%
|
6.3%
|
Tidak tercapai
|
2008
|
7.2%
|
Tidak tercapai
|
|
2009
|
7.6%
|
~5.0%
|
Tidak tercapai *
|
Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)
Tingkat
Inflasi
|
Janji
Target
|
Fakta
|
Catatan
Pencapaian
|
2004
|
|
6.4%
|
|
2005
|
7.0%
|
17.1%
|
Gagal
|
2006
|
5.5%
|
6.6%
|
Gagal
|
2007
|
5.0%
|
6.6%
|
Gagal
|
2008
|
4.0%
|
11.0%
|
Gagal
|
Jumlah Penduduk Miskin
Penduduk
Miskin
|
Jumlah
|
Persentase
|
Catatan
|
2004
|
36.1 juta
|
16.6%
|
|
2005
|
35.1 juta
|
16.0%
|
Februari 2005
|
2006
|
39.3 juta
|
17.8%
|
Maret 2006
|
2007
|
37.2 juta
|
16.6%
|
Maret 2007
|
2008
|
35.0 juta
|
15.4%
|
Maret 2008
|
2009
|
|
8.2%
????
|
|
Sumber
: Kumalasari, Patmi. 2014, (Online).
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Masa
Pemerintahan B. J. Habibie (1998-1999).
Krisis
ekonomi menjalar menjadi krisis multidimensional dan kebijakan ekonomi presiden
B. J. Habibie pertama diarahkan dalam usaha mengatasi krisis ekonomi yang
disebabkan oleh besarnya hutang luar negeri swasta dan lemahnya sektor
perbankan. Garis besar program pemerintah Kabinet Reformasi Pembangunan
terdapat pada APBN sampai bulan April 1999 yang masih merujuk pada komitmen
Kabinet Pembangunan VII, yaitu Repelita VII dan RAPBN 98/99 dan masih perlu
perbaikan.
Upaya
yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi pada masa
Reformasi adalah mengacu pada saran dan hasil konsultasi dengan International
Monetary Fund (IMF) yang secara garis besar dengan memperkuat sektor moneter
melaui instrumen suku bunga tinggi, mengatur jumlah uang beredar, menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah, penyelesaian hutang swasta, dan memperketat
kelembagaan perekonomian, mendorong persaingan sehat, pemberantasan praktek-praktek
KKN dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
Kebijakan
rekapitulasi perbankan masih menghadapi kendala yang berat berupa negative spread, yaitu suku bunga
pinjaman lebih rendah dari suku bunga deposito. Karena Bank Indonesia tidak
bisa menurunkan suku bunga dengan cepat, tetapi sedikit demi sedikit
disesuaikan dengan penguatan rupiah dan penurunan inflasi. Selama tahun 1999
proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup mantap setelah mengalami
krisis ekonomi berat sejak pertengahan tahun 1997. Nilai tukar rupiah menguat
dan relatif stabil dari rata-rata Rp 8.025 per U$ Dollar tahun 1998 menjadi
sekitar Rp 7.809 U$ Dollar pada tahun 1999. Agenda pemilu pada tahun 1999
membawa keuntungan bagi Indonesia dimana telah mampu memperkuat kepercayaan investor
dalam menanamkan modalnya.
2. Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) (2004-2009).
Pada masa ini Indonesia masih
memerlukan banyak perbaikan. Namun apa yang telah dicapai selama ini merupakan
hasil dari visi dan perencanaan pemerintahan SBY. Dengan kata lain, kebijakan
perekonomian pada masa ini bisa dibilang sangat baik dalam memanajemen sistem
perekonomian selama kurun waktu 5 tahun. Dalam masa pemerintahannya lebih
menonjolkan seperti bantuan kecil kepada masyarakat berupa subsisi baik itu berupa
dana BOS, PNPM, BLT, dan lain sebagainya. Dengan semakin mengertinya suatu
pemerintahan dan masyarakat, maka kebahagiaan dan kesejahteraan dalam
masyarakat tersebut terwujud dengan pasti. Dapat dibayangkan hal-hal lain yang
akan terjadi dalam pemerintahan yang akan berjalan untuk beberapa tahun ke depan lagi.
Daftar Rujukan
Wikipedia. 2015. Bacharuddin
Jusuf Habibie, (Online),
(https://id.wikipedia.org/wiki/Bacharuddin_Jusuf_Habibie), diakses 24 November
2015.
Makka. M. A. 2009. Testimoni
untuk B. J. Habibie. Yogyakarta: Ombak.
Ciptyasari, Devi. 2015. Kebijakan Ekonomi Presiden B. J. Habibie tahun 1998-1999, (Online),
(http://deviciptyasari.blogspot.co.id/2015/08/kebijakan-ekonomi-presiden-bj-habibie.html),
diakses 24 November 2015.
Riyanto, Wasis. 2013. Kebijakan Ekonomi yang Diterapkan oleh Pemerintah Semenjak Era
Reformasi, (Online),
(http://wasisriyanto2903.blogspot.co.id/2013/01/kebijakanekonomi-yang-diterapkan-oleh.html),
diakses 12 November 2015.
Wikipedia. 2015. Susilo
Bambang Yudhoyono, (Online),
(https://id.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono), diakses 12 November
2015.
Simamora, Moya. 2015. Kondisi Perekonomian Indonesia pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono, (Online), (http://materi-gunadarma.blogspot.co.id/2015/06/kondisi-perekonomian-indonesia-pada.html),
diakses 24 November 2015.
Malik, Imamabdul. 2014. Perekonomian
Indonesia pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono, (Online), (http://imamabdulmalik91.blogspot.co.id/), diakses
12 November 2015.
Kumalasari, Patmi. 2014. Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, (Online),
diakses 24 November 2015.
“Identitas
Diri”
Nama :
Yuliarti Kurnia Pramai Selli
Kelas/Off. :
B
Prodi :
S1 Pendidikan Sejarah
NIM :
140731606196
Makul :
Sejarah Perekonomian
Komentar
Posting Komentar