ANALISIS MODEL PERJUANGAN PERGERAKAN PERTEMPURAN SURABAYA TAHUN 1945

ANALISIS MODEL PERJUANGAN PERGERAKAN PERTEMPURAN SURABAYA TAHUN 1945

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Politik
Yang dibina oleh Bapak Dr. Ari Sapto, M.Hum

Oleh : Kelompok 4
1.   Millati Hanifah                         (140731603989)
2.   Mochamad Sadewa                  (140731600618)
3.   Nindita Apriliana                      (140731600121)
4.   Qurotul Aini                            (140731602201)
5.   R. Hardiansyah E. P.                (140731603986)
6.   Yuliarti Kurnia Pramai Selli     (140731606196)
7.   Zafriadi                                    (140731600044)




UNIVERSITAS NEGRI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
April 2016


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
          Ketika Perang Pasifik berlangsung, sekutu membagi Indonesia menjadi dua daerah operasi South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Lord Luis Moubattan, sedangkan Jawa dan Indonesia bagian timur ke dalam daerah operasi South West Pacific (SWPC) di bawah Komando Jenderal Mac Arthur. Daerah Operasi tersebut berubah setelah Perang Dunia ke-II di Eropa berakhir dengan menyerahnya Jerman bulan Mei 1945 dan setelah bom atom meledak di Hirosima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 disusul penyerahan Jepang tanggal 14 Agustus 1945. Dalam  konferensi Gabungan  Kepala Staf Sekut di Postdam bulan Juli, seluruh wilayah Indonesia dijadikan wilayah operasi SEAC, sebab Mac Arthur ingin mengerahkan seluruh kekuatan pasukannya untuk langsung menyerbu Kepulauan Jepang (Kartodirjo. 1974:185).
          Dalam hal ini sekutu (Inggris) melakukan operasi di Indonesia, yaitu untuk melemahkan kekuatan Jepang lewat daerah kekuasaannya, salah satunya berada di Surabaya. Untuk itu itu Inggris berupaya melucuti persenjataan Jepang yang di gunakan untuk menaklukkan Indonesia. Operasi yang dilakukan Inggris pada mulanya dapat diterima oleh Petinggi maupun masyarakat Indonesia, namun kemudian muncul perilaku yang melanggar perjanjian sebagaimana mestinya dirundingkan.
          Dalam pelanggaran tersebut, Inggris berambisi untuk melucuti persenjataan bangsa Indonesia yang berasal dari tentara Jepang. Namun hal tersebut tidak bisa diterima oleh rakyat maupun Petinggi Indonesia. Di sisi lain Inggris memunculkan api perselisihan dengan menyerang keamanan yang berjaga-jaga.  Selanjutnya timbullah arogansi pemuda-pemuda Surabaya untuk membalas serangan yang dilancarkan oleh Inggris.
          Meskipun pada selanjutnya terdapat perundingan yang di lakukan dari pihak Indonesia maupun Inggris agar pertempuran antara tentara Inggris dan pemuda Surabaya supaya dihentikan, namun tindakan tersebut hanya berlaku sementara. Bahkan,  kemudian muncul pertempuran 3 hari dimana memunculkan model pergerakan politik dari penyerangan yang dilakukan pemuda terhadap tentara Inggris, maupun penyerangan tentara Inggris terhadap pemuda.

1.2       Rumusan Masalah
1.   Bagaimana proses perjuangan pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945 ?
2.   Bagaimana pola pemuda dalam perjuangan pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945 ?
3.   Bagaimana pola tentara sekutu Inggris dalam perjuangan pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945 ?

1.3       Tujuan Penulisan
1.   Mengetahui proses perjuangan pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945.
2.   Mengetahui pola pemuda dalam perjuangan pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945.
3.   Mengetahui pola tentara sekutu Inggris dalam perjuangan pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945.


BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Proses Perjuangan Pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945
Ketika menjelang pendaratan tentara sekutu di Surabaya, Menteri Penerangan Mr. Amir Sarifuddin atas nama pemerintah pusat menginstruksikan agar kedatangan tentara sekutu di Surabaya tidak dihalang-halangi, karena tentara sekutu mengemban tugas :
a.    Memulihkan dan mengungsikan para tawanan perang dan kaum Internian.
b.   Melucuti dan memulangkan tentara Jepang.
c.    Memulihkan keamanan dan ketertiban umum agar kedua tugas di atas bisa terlaksana dengan baik.
Namun pada sore hari tanpa perundingan terlebih dahulu, Mallaby langsung mendaratkan pasukannya di Tanjung Perak. Menghadapi kenyataan ini Gubernur Suryo dan Dr. Mustopo segera mengirim utusan kepada Komandan Inggris agar jangan mendaratkan begitu saja tanpa mempersiapkan sesuatu untuk menampung seluruh pasukannya di Surabaya. Pada tanggal 26 Oktober 1945 bertempat tinggal di bekas Gedung Perwakilan Inggris di Kayun perundingan dengan pihak Inggris diteruskan, akhirnya berhasil memunculkan persetujuan antara lain :
a.    Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda.
b.   Kedua belah pihak akan bekerja sama untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
c.    Segera di bentuk Kontak Biro agar kerja sama dapat terlaksana sebaik-baiknya.
d.   Inggris hanya melucuti senjata Jepang.
Dalam persetujuan itu mengenai penempatan pasukan Inggris, sejak tanggal 26 Oktober malam terjadilah kegiatan yang luar biasa di dalam kota, gudang-gudang di bongkar, dan di ungsikan ke luar kota, pasukan-pasukan TKR dan Polisi Istimewa yang kedudukannya berdekatan dengan tentara Inggris segera menyingkir keluar kota. Pada tanggal 27 Oktober tentara Inggris masih di daratan Tanjung Perak, kemudian koloni-koloni Inggris masuk ke arah selatan. Dan ternyata pelanggaran tentara Inggris bukan hanya terbatas pada pendudukan kamp-kamp tawanan APWI tetapi banyak bangunan yang diduduki secara paksa.
Hal tersebut menimbulkan pertempuran di kota hingga larut malam banyak pemuda maupun tentara Inggris yang tewas. Menjelang tengah malam pertempuran mulai agak sepi, kemudian diikuti bergabungnya TKR dan Polisi Istimewa yang sebelumnya menyisir keluar kota dan bergabung dengan pemuda-pemuda. Kedudukan tentara inggris yang di gempur oleh massa pemuda di bantu oleh pasukan TKR dan polisi istimewa adalah di Prapatkurung dan di ujung, Gedung RRI simpang, Kompleks Rumah Sakit, dan tawanan APWI di Darmo, Kebun Binatang Wonokromo, dan lain-lain. Sampai pada tanggal 28 Oktober dimana hari Sumpah Pemuda semakin menyulut semangat rakyat Surabaya untuk melawan Inggris.
Pagi itu tanggal 30 oktober 1945 perundingan dimulai lagi Kantor yang dibuat sebagai perundingan dijaga ketat oleh TKR dan Polisi istimewa. Jalannya perundingan berlangsung dengan panas tetapi siang hari pukul 13.00 sudah tercapai persetujuan yang isinya adalah :
a.     Surat-surat selebaran yang di tandatangani oleh Mayor Jendral D.C Hawthorn di nyatakan tidak berlaku.
b.     Inggris mengakui eksistensi TKR dan Polisi.
c.      Pasukan Inggris hanya bertugas menjaga kamp-kamp tawanan yang penjagaannya dilakukan dengan TKR.
d.     Untuk sementara waktu Tanjung Perak dijaga bersama TKR, polisi dan tentara Inggris guna menyelesaikan tugas menerima obat-obatan untuk tawanan perang.
e.      Daerah pelabuhan dijaga bersama dan kedudukan masing-masing ditentukan oleh Kontak Biro.
Segeralah setelah pimpinan kedua belah pihak meninggalkan Kantor Gubernur, maka bertempat di Ruang Kerja Residen Sudirman diadakan Rapat Biro. Masalah yang harus segera dipecahkan adalah bagaimana melaksanakan perintah gencatan senjata efektif dalam waktu sesingkat mungkin. Ada 2 dari 10 tempat yang belum melakukan gencatan senjata, yaitu di Gedung Lindeteves di Jembatan Semut dan Gedung Internatio. Kemudian anggota Kontak Biro dengan 8 buah mobil menuju ke Gedung Lindeteves setibanya di Gedung Semut ternyata pertempuran di Gedung Lindeteves sudah berhenti. Kemudian dilanjutkan tujuan ke dua, yaitu Gedung Internatio di Jembatan Merah.
Di jalan itu mobil-mobil itu memperlambat jalannya dan berhenti karena dicegat oleh masa-masa pemuda. Setiap mobil Kontak Biro dikerumuni oleh pemuda yang sudah berapi-api, mereka mengajukan kepada pimpinan tentara Inggris yang di dalam rombongan agar memerintah tentaranya yang berada di Gedung Internatio menyerah. Menghadapi tuntutan mereka terpaksa Residen Sudirman, Dul Arnowo, Jendral Mayor Sungkono, dan beberapa pimpinan lain naik ke atap mobil untuk menenangkan masa. Tuntutan mereka didasari oleh alasan selama tentara Inggris berada di Gedung Internatio, maka keselamatan rakyat yang tinggal di sekitar daerah Gedung Interatio akan selalu terancam, mereka meminta jaminan agar malam itu tidak ada penembakan yang di lakukan oleh tentara Inggris. Pertimbangan ini di tanggapi oleh Mallaby dan Mallaby berusaha turun langsung untuk memerintahkan anak buahnya. Namun, pemimpin Indonesia keberatan karena Mallaby sebagai sandera agar pihak Inggris tidak melakukan pelanggaran.
Berdasarkan pertimbangan ini utusan Kontak Biro akhir di tunjuk Kapten Shaw dari pihak Inggris. Sedangkan pihak Indonesia menunjuk Jendral Mayor Muhammad yang didampingi oleh T.D Kundhan sebagai penerjemah. Sepuluh menit berlalu, ternyata yang keluar dari Gedung Internatio hanya Kundhan. Setibanya di luar ia berteriak bahwa Kapten Shaw dan Muhammad akan menyusul beberapa lagi. Secara tiba-tiba pada saat itulah tentara Gurkha yang terdapat di atas gedung melempar granat dan meledak di depan Gedung Internatio, tampak Kontak Biro meninggalkan mobil untuk menyelamatkan diri ke dalam Kalimas. Banyak korban dari pemuda tewas yang saat itu berada di Lapangan Segitiga. Ketika situasi tersebut berlangsung terdapat 2 orang yang berlindung di bawah mobil yg di tumpangi Mallaby dan melihat Mallaby didatangi oleh dua pemuda dan timbul percecokan kemudian terdengar mMllaby kesakitan. Pada saat itu mobil yang di tumpangi Mallaby juga rusak berat akibat baku tembak maupun granat, akhirnya meledak setelah dua orang yang berlindung di bawahnya lari ke tempat yang aman. Pertempuran masih berkobar terus, berbagai kelompok berhasil mendekati Gedung Internatio dan mulai membakar bangunan itu. Namun, akhirnya terdengar perintah genjatan senjata melalui Radio yang disetel di atas jembatan dengan keras dan akhirnya berakhir. Dan pada tanggal 31 oktober keluar ultimatum dari Letnan Jendral Sir Philip Christison memberikan sanksi keras terhadap kematian Mallaby, Indonesia dituduh melanggar gencatan senjata dan membunuh Brigadir Mallaby dengan keji.

2.2 Pola Pemuda Dalam Perjuangan Pergerakan Pertempuran Surabaya tahun 1945
Pertempuran tiga hari di Surabaya oleh golongan Pemuda
1.   Interest
Sebelumnya rakyat Surabaya pun tidak menginginkan kedatangan Inggris yang dipimpin oleh Jenderal A.W.S Mallaby, namun dengan sengaja Jenderal A.W.S Mallaby mendaratkan pesawatnya di Tanjung Perak, Surabaya dengan pasukannya baik pasukan laut maupun pasukan udara pada 15 Oktober 1945. Hal ini menimbulkan ketegangan di pihak rakyat Surabaya. Kedatangan Jenderal A.W.S Mallaby di Surabaya bertujuan untuk kepentingan tertentu. Kepentingan ini menjadi suatu permasalahan setelah datangnya pihak AFNEI yang mempunyai tujuan melucuti senjata Jepang. Namun Pemuda Surabaya juga mempunyai kepentingan yang sama yakni ingin mengambil kekuasaan dari tangan Jepang sekaligus melucuti senjata Jepang. Hal ini memberikan benturan kepentingan antara Pemuda Surabaya dengan pihak AFNEI.
2.   Mobilization 1:
Setelah terjadi ketidaksetujuan antara pemuda dengan pihak AFNEI maka diadakanlah sebuah perundingan pada tanggal 26 Oktober 1945 bertempat tinggal di bekas gedung perwakilan Inggris di Kayun. Perundingan ini dihadiri oleh wakil-wakil pemerintah RI, pihak pemuda dan A.W.S. Mallaby dari pihak AFNEI. Dalam perundingan ini pemerintah RI dan Mallaby telah menemui kesepakatan. Isi kesepakatan itu di antaranya:
1)   Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda
2)   Kedua belah pihak akan bekerjasama untuk menjamin keamanan dan ketentraman
3)   Akan segera dibentuk “Kontact Bureau” (Kontak Biro) agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya
4)   Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang
3.   Threat 1:
Dalam kenyataannya pihak Inggris telah mengingkari hasil kesepakatan perundingan terbukti pada tanggal 26-27 Oktober 1945 Inggris melecuti senjata-senjata polisi Surabaya yang sedang bertugas. Beberapa tindakan Inggris yang telah jelas-jelas menyimpang dari perjanjian membuat pemuda Surabaya menganggap bahwa tindakan Inggris ini sebagai sebuah ancaman bagi mereka. Ancaman nyata Inggris dapat dilihat dari penyebaran pamflet agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata yang dirampas dari Jepang. Mallaby ketika ditanyai oleh pemerintah RI mengenai hal ini justru menyatakan secara tegas bahwa isi dari pamflet akan dilaksanakan. Ancaman ini ditanggapi pemerintah RI dengan menyuruh pemuda siap siaga untuk menghadapi semua kemungkinan.
4.   Collective Action 1:
Reaksi pertama atas kemarahan itu ialah membangun barikade-barikade di mana-mana untuk menghalang-halangi lalu lintas tentara Inggris. Karena pihak Inggris tidak menghiraukan tanggapan dari pemerintah RI maka terjadilah kontak senjata dengan pihak pemuda Surabaya. Dalam hal ini pemuda melakukan aksi penyerangan terhadap basis kedudukan Inggris di seluruh kota.
5.   Mobilization 2:
Penyerangan yang dilakukan oleh pemuda tidak bisa dipadamkan oleh Inggris maka Inggris menghubungi pemerintah RI yang diwakili oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin untuk melakukan perundingan dengan Inggris. Perundingan ini memberikan kesepakatan antara pemerintah RI dengan A.W.S Mallaby.
6.   Threat 2:
Namun adanya insiden terbunuhnya Jenderal A.W.S Mallaby setelah dijadikan sandera oleh para pemuda Surabaya dan meninggal karena mobil yang ditumpangi rusak akibat baku tembak antara pemuda dan pasukan A.W.S Mallaby yang berasal dari India menyebabkan situasi menjadi semakin memburuk. Inggris tidak terima Dengan hal ini Inggris kemudian memberikan tuntutan-tuntutan yang tidak disetujui oleh pihak pemuda dan pemerintah RI.
7.   Collective Action 2:
Mereka kemudian menyusun kekuatan untuk melakukan perlawanan terhadap Inggris, upaya ini juga didukung oleh pemerintah RI.
Mobilisasi Model

Text Box: Interest
(Menguasai dan Melucuti Senjata Jepang)
 


Text Box: Mobilization 1
(Perundingan wakil-wakil pemerintah RI, pihak pemuda dan A.W.S. Mallaby)


Text Box: Threat 1
(Inggris melanggar perundingan: menyerang golongan pemuda dan menyebarkan pamflet berupa ancaman)


Text Box: Collective Action 1
(pemuda melakukan aksi penyerangan terhadap basis kedudukan Inggris di seluruh kota.)


Text Box: Mobilization 2
(Perundingan antara golongan pemuda, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin, sedangkan dari pihak AFNEI (Inggris) diwakili oleh Jendral A.W.S Mallaby)


Text Box: Threat 2
(golongan muda menyerang Inggris, sedangkan Inggris tidak dapat membendung penyerangan hingga tewasnya Jendral A.W.S Mallaby)


Text Box: Collective Action 2
(golongan pemuda menyusun kekuatan untuk melakukan perlawanan terhadap Inggris, upaya ini juga di dukung oleh pemerintah RI)

2.3 Pola Tentara Sekutu Inggris Dalam Perjuangan Pergerakan Pertempuran Surabaya Tahun 1945
Penulis mencoba menganalisa model yang cocok dalam pergerakan perjuangan tersebut. Berikut adalah isi dari model tersebut yaitu :
A.   KEPENTINGAN (INTEREST).
Tentara sekutu Inggris melakukan pendaratan-pendaratan di wilayah seperti Medan, Jakarta, Ujungpandang, dan Surabaya. Dalam makalah ini, penulis membahas konflik tentang pertempuran di Surabaya pada tanggal 28-30 Oktober 1945, tepatnya pada tanggal 25 Oktober 1945, tentara sekutu Inggris mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Mallaby dengan anak buah 6000 orang. Kedatangan tentara sekutu Inggris dilatarbelakangi karena Jepang telah melakukan pengeboman di Pearl Harbour sehingga pada tanggal 6 Agustus, Hirosima di bom oleh Amerika Serikat dan disusul pada tanggal 8 Agustus dilakukan pengeboman di Nagasaki, Jepang. Karena Inggris termasuk sekutu dari Amerika, hal tersebut dimanfaatkan oleh Inggris dalam mengisi kekosongan di Indonesia, yaitu dengan membantu negara Indonesia dalam mengurus tawanan perang serta membantu penarikan tentara Jepang dan pelucutan senjata Jepang.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Jendral Mallaby dan pasukannya mendarat di Ujungpandang dan Tanjung Perak. Hal tersebut dilakukan tanpa adanya pemberitahuan atau perundingan dengan Gubernur Suryo dan Dr. Mustopo. Dengan tindakan tentara sekutu Inggris tersebut Gubernur Suryo dan Dr. Mustopo segera mengirim sebuah utusan untuk menghubungi tentara Inggris agar tidak mendarat begitu saja sebelum dipersiapkan segala sesuatunya untuk menampung tentara sekutu Inggris di Surabaya, tetapi hal tersebut tidak dihiraukan oleh tentara sekutu Inggris. Pertama kali tentara sekutu Inggris mendarat di Surabaya tidak menimbulkan ketegangan, tetapi hal tersebut tidak bertahan lama terbukti dengan dikeluarkannya pamflet-pamflet yang ditandatangani oleh Jendral Mayor D.C. Howthorn yang berisikan tentang agar setiap orang Indonesia yang membawa senjata menyerahkan senjatanya dan kalau tidak akan ditembak. Pamflet-pamflet tersebut disebarkan melalui pesawat terbang RAF. Jendral Mallaby selaku penguasa terkejut dengan isi pamflet tersebut dan Mallaby tidak bisa berbuat apa-apa karena dia tidak bisa melawan dan tunduk pada aturan atau keputusan dari atasan. Dalam hal ini rakyat Surabaya sangat marah dan tidak sudi menyerahkan persenjataan bekas Jepang.
Tindakan gegabah tentara Inggris hampir mengakibatkan bentrok dengan pasukan TKR dan Kelaskaran yang berjaga-jaga di sepanjang jalan yang dilaluinya. Pada tanggal 25 Oktober 1945, perundingan antara Inggris dan Surabaya dilanjutkan dan bertempat di bekas Gedung Perwakilan Inggris di Kayun, dimana dalam perundingan terebut mencapai keputusan tentang penempatan pasukan Inggris yaitu :
a.    Markas Brigade ditempatkan di Gedung Perwakilan Inggris di Kayun.
b.   Kompi pengawal ditempatkan di Roeivereniging.
c.    Para perwiranya menempati gedung-gedung di sekitar.
d.   1 Kompi ditempatkan di Gedung International.
e.    1 Kompi ditempatkan di gedung HBS.
f.     1 Batalyon ditempatkan di Marine Etablissement.
Ujung hingga jembatan Ferwarda dan benteng miring disetujui bahwa tentara Inggris diperkenankan mengunjungi kamp-kamp Interniran Belanda dan Jepang di dalam kota Surabaya setelah tercapainya perundingan tersebut, tentara Inggris langsung bergerak menduduki kamp-kamp APWI di Bubutan, Sawahan, Ketabang, Gubeng, dan Darmo. Di kamp Wonokitri, tentara Inggris membebaskan para tawanan Belanda, tapi langsung dihalang-halangi oleh pasukan API yang dipimpin oleh Bustami sehingga terjadi kontak senjata yang mengakibatkan sebagian dari tentara Inggris tewas dan luka-luka, serta penjara Kalisosok diserbu dengan pemimpin Kapten Shaw. Dari kejadian tersebut sudah jelas bahwa Inggris sudah mengingkari yang sudah disepakati bersama antara Inggris dengan Surabaya. Dengan adanya hal tersebut, TKR Pelajar Staff IV di Heerenstraat segera memasang barilkade di depan markasnya. Dengan perbuatan tentara sekutu Inggris tersebut menimbulkan kecurigaan dimana pada tanggal 26 Oktober tepatnya pada malam hari terjadi kegiatan di dalam kota, dimana gudang-gudang dibongkar dan dipindahkan diluar kota, pasukan-pasukan TKR dan polisi istimewa yang kedudukannya berdekatan dengan tentara Inggris segera menyingkir ke luar kota. Ada yang menyisih ke sepanjang, Kedurus dan sebagainya. Bukti lain Inggris telah melanggar perjanjian dengan Surabaya adalah dengan menduduki banyak bangunan dan fasilitas kota Surabaya seperti Lapangan Terbang Perak, Kantor Pos, Rumah Sakit Darmo, dan lain-lain. Pada dasarnya, rakyat Surabaya sendiri tidak menyutujui adanya pendaratan tentara sekutu Inggris tetapi pemerintah yang menyutujuinya.
B.   ORGANISASI (ORGANIZATION)
Amerika meragukan sikap Inggris terhadap wilayah jajahan Belanda di Asia Tenggara, sehingga Presiden Roosevelt tidak mau menyerahkan wilayah Indonesia di bawah komando Inggris. Untuk persiapan kembali ke wilayah jajahannya, di negara Australia, Belanda membentuk suatu organisasi yang bernama NICA (Netherlands Indies Civil Affairs) yang dipimpin oleh Dr. H. J. van Mook. Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Inggris dan Belanda telah tercapai persetujuan yang dinamakan “Civil Affairs Agreement” di Chequers yang memberi kuasa kepada tentara Inggris untuk melakukan pendaratan di Indonesia dengan memperbantukan pegawai sipil NICA. Dalam hal ini, intelegen Inggris belum pernah disiapkan untuk menduduki wilayah Indonesia yang begitu luas. NICA sebagai pemerintah Hindia Belanda sejak awal sudah berusaha keras untuk menyususn kembali kekuatan militernya yang tercerai berai dimana-mana. Ketika Jepang menyerah kepada sekutu, NICA sudah berhasil menyiapkan tujuh kompi KNIL yang siap diterjunkan kepada operasi pembebasan di berbagai kota di Indonesia.
C.   MOBILIZATION (MOBILISASI/PERGERAKAN)
Pada tanggal 28 Oktober 1945, Letnan Jenderal Christion mengutus seorang perwiranya menemui Presiden Soekarno untuk menyampaikan kabar resmi mengenai berkobarnya pertempuran di Surabaya serta meminta kesediaannya agar melerai pertempuran. Presiden Soekarno menanggapi hal tersebut dan ke Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1945 bersama Bung Hatta, Bung Amir Syarifuddin, dan beberapa perwira Inggris serta rombongan wartawan luar negeri sudah tiba di Surabaya. Kedatangan tersebut tidak disambut oleh Mayor Jenderal D. C. Hawthorn selaku Panglima Tentara Sekutu Inggris. Pada siang hari itu juga, berlangsunglah perundingan antara pihak Inggris dan Indonesia. Dalam perundingan tersebut, Mallaby mendesak pihak Indonesia agar melakukan genjatan senjata sebelum masalah lain dibicarakan. Hal tersebut dilakukan Mallaby karena ada unsur pembelaan tentang brigade-brigadenya yang selama pertempuran jumlahnya semakin sedikit.
Permintaan Mallaby diacuhkan oleh pihak Indonesia terutama para pembesar Surabaya karena persoalan tentang pelucutan senjata di tangan rakyat masih belum diselesaikan. Sekali lagi, Mallaby selaku seorang militer hanya melaksanakan instruksi atasan, walaupun instruksi tersebut diturunkan melalui pamflet-pamflet yang isinya bertentangan dengan perundingan yang telah disepakati sebelumnya. Sebagai penengah, Soekarno mencoba mencari titik tengah dimana semua pihak melakukan genjatan senjata dulu dan untuk perundingan yang telah dilanggar Inggris akan dirundingkan kembali saat Mayor Jenderal D. C. Hawthorn tiba di Surabaya. Pada tanggal 30 Oktober 1945 Mayor Jenderal D. C. Hawthorn tiba di Surabaya dan pada pagi hari itu juga dimulailah perundingan tersebut yang bertempat di Kantor Gubernur. Karena suasana di luar kantor memanas dimana terjadi tembakan meriam dan kapal-kapal perang Inggris membuat pihak Indonesia meminta agar tank-tank tersebut dihentikan saja. Dengan jalannya perundingan yang memanas tersebut, sekitar jam satu siang mencapai keputusan yang inti persetujuan tersebut adalah :
1.   Isi pamflet tanggal 27 Oktober 1945 dinyatakan gagal.
2.   Tentara Inggris ditarik dari dalam kota dan dipusatkan di daerah pelabuhan.
3.   Dibentuk sebuah Kontak Biro dalam menyelesaikan masalah bersama.
4.   Kedua belah pihak akan melakukan genjatan senjata.
Hasil perundingan tersebut segera disiarkan melalui radio. Dan tanpa menunggu genjatan senjata antara kedua pihak, Soekarno dan D.C. Hawthorn meninggalkan Surabaya. Kemudian, ditunjuklah Kapten Shaw sebagai perwakilan Inggris dalam menyampaikan perintah genjatan senjata kepada Komandan tentara Inggris dengan batas waktu 10 menit. Beberapa saat kemudian, Mallaby meninggal dengan ditusuk oleh para pemuda dan mobil yang ditumpanginya terbakar akibat keteledoran perwiranya yang seharusnya granat tersebut untuk melindungi Mallaby, malah menelan tuannya sendiri. Pertempuran mulai mereda sekitar jam 20.30 dengan adanya perintah dari Bung Tomo. Dan pada malam itu juga, pihak Inggris mengetahui bahwa Mallaby sudah meninggal melalui dua perwiranya tadi.
D.  TINDAKAN (COLLECTIVE ACTION)
Tentara Inggris tidak menyangka jika rakyat dan TKR Surabaya menolak ultimatum yang sudah disebarkan di Surabaya. Hal tersebut membuat tentara Inggris kaget dan belum memikirkan bagaimana menanggulangi hal tersebut. Antara tentara sekutu Inggris dengan pihak pemuda saling menembak satu sama lain dimana berdampak pada korban yang berjatuhan (baik rakyat Surabaya maupun tentara sekutu Inggris). Senapan yang dipakai tentara sekutu Inggris adalah jenis senjata ringan, seperti Lee Enfield, Stengun, Owengun, Jungle Rifle sampai ke Brengun, Watercooler, senapan mesin berat, peluncur Granat, dan Mortir. Dengan pergerakan para pemuda yang pantang menyerah dan tidak kenal takut, para perwira tentara sekutu Inggris mulai ketakutan karena kedudukannya sudah terisolasi dimana mereka tidak memungkinkan untuk memperoleh bantuan. Hal tersebut dipicu dengan semua lalu lintas yang tertutup oleh barikade-barikade yang dijaga oleh para pemuda. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap menipisnya persediaan amunisi dalam perang. Dalam pertempuran tersebut, tentara sekutu Inggris tidak sempat beristirahat dan mereka mulai kewalahan dengan pergerakan para pemuda. Hal tersebut diperparah dengan berbagai tempat kedudukan tentara sekutu Inggris mulai terbakar. Walaupun begitu, tentara sekutu Inggris tetap mencoba melawan perjuangan dari para pemuda, yaitu dengan menembus blokade, barikade-barikade, dan berbagai rintangan dari para pemuda di sepanjang jalan, walaupun berakhir sia-sia.
Perlawanan dari tentara sekutu Inggris selanjutnya adalah tentara sekutu Inggris mencoba mengungsikan para tawanan di kamp Gubeng, dengan menumpang beberapa buah truk pengungsian itu dilangsungkan. Kamp tersebut umumnya dihuni oleh kaum wanita dan anak-anak serta pasukan tentara sekutu Inggris dengan tidak adanya dukungan dari darat, laut, dan udara membuat kedudukan tentara Inggris menjadi terpecah-pecah dan tersebar luas di dalam kota Surabaya. Sehingga, kedudukan tentara sekutu Inggris terisolir seperti yang dijelaskan sebelumnya. Akibatnya, tentara sekutu Inggris menjadi ragu-ragu dengan kekuatan dan kemampuannya sendiri. Dengan terpojoknya tentara sekutu Inggris, mereka mencari jalan pintas dengan cara memaksa golongan tua atau wanita yang tak berdaya agar naik ke atas kap mesin kendaraan bajanya untuk dijadikan perisai jika sampai diserang oleh massa pemuda. Berbagai tempat yang dikuasasi tentara sekutu Inggris sudah diambil alih oleh para pemuda. Pada tanggal 29 Oktober 1945 beberapa pesawat Dakota RAF terbang di atas kota Surabaya yang tepatnya di atas tempat kekuasaan (kedudukan) tentara sekutu Inggris dimana menerjunkan payung-payung udara yang membawakan peti-peti berisikan berbagai ragam amunisi, laras-laras Brengun dan makanan dalam kaleng. Dan usaha tersebut gagal kembali mengingat tiupan angin di Surabaya saat itu keras sehingga sebagian besar kiriman tersebut jatuh ke tangan massa pemuda. Apapun usaha yang dilakukan oleh tentara sekutu Inggris sudah dipastikan tidak mempan lagi (Asmadi. 1985).
Dari penjelasan analisa di atas, maka penulis dapat menyimpulkan dan menentukan bahwa pola ini termasuk pola yang pertama (satu) yaitu dimulai dari adanya Kepentingan (Interest), Organisasi (Organization), Pergerakan/Mobilisasi (Mobilization), dan berakhir di Tindakan (Collective Action).


BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Rakyat Surabaya baru di usir oleh inggris keluar kota, setelah bombordemen yang dahsyat dan setelah pertempuran 21 hari lamanya. Gigihnya perlawanan Surabaya diakui sendiri oleh inggris,baik oleh surat-surat kabar Inggris, maupun oleh pemimpin-pemimpin Inggris yang turut ambil bagian dalam pertempuran itu.
Terbukti betapa beratnya peristiwa Surabaya itu bagi Inggris, ialah adanya usul dari jenderal Dempsey, pada 23 November 1945, selaku sungguh Panglima Sekutu Asia Tenggara. Ia menyarankan untuk mengkosongkan Surabaya, sebab itu itu cukup pasukan untuk mempertahankan banyak tempat bila terjadi pertempuran-pertempuran lagi. Dampak lainnya yaitu dengan pertempuran Surabaya sebagai pembentukan jiwa nasionalisme bangsa Indonesia untuk menentang kembali dominasi Sekutu/NICA di Indonesia. Sehingga pertempuran Surabaya merupakan barometer dan motivasi bagi daerah-daerah lain yang ada di wilayah teritorial Indonesia untuk melakukan hal yang sama. Dari kejadian ini merupakan suatu lambang keberanian dan lambang kebulatan tekad membela tanah air dan kemerdekaan.                                                                                   
3.2    SARAN
Kami mengharapkan kepada generasi muda agar dapat meneruskan perjuangan dari pahlawan-pahlawan yang telah rela mngorbankan nyawanya demi bangsa ini. Dan saya juga menyarankan agar generasi muda dapat mengenang jasa-jasa pahlawan dan tidak melupakan begitu saja jasa-jasa pahlawan kita. Dari pertempuran 10 November 1945 ini diharapkan generasi muda tetap mempertahankan semangat juang pahlawan 45 demi menjaga keutuhan satu Negara Indonesia Merdeka dengan cara memperjuangkannya melalui prestasi-prestasi yang mampu dipersaingkan di dunia pendidikan internasional.


DAFTAR RUJUKAN
Asmadi. 1985. Pelajar Pejuang. Jakarta: PT. Upima Utama Indonesia.
Dekker, Nyoman. 1997. Sejarah Pergerakan dan Revolusi Nasional . Malang:Penerbit IKIP Malang.
Poesponegoro dan Notosoesanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH MASUKNYA AGAMA KONGHUCU DI INDONESIA

Kamu yang Kusayang

MENGINAP SAMBIL MENGENANG MASA LALU: FENDI’S GUEST HOUSE MALANG