TUGAS KELOMPOK SEJARAH ASIA TENGGARA
TUGAS KELOMPOK SEJARAH ASIA TENGGARA
KELOMPOK 8 :
1.
Martyn Dirgantara (Off. B 2014/
140731604820).
2.
Sayyidul Mala Muzaqi (Off. B 2014/
140731604633).
3.
Yuliarti Kurnia Pramai
Selli (Off.
B 2014/ 140731606196).
SOAL !
1.
Mencari teori-teori
migrasi penduduk ke kawasan Asia Tenggara !.
2.
Mengumpulkan
berita-berita temuan situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat !.
JAWABAN/PENJELASAN :
1.
Teori-Teori
Migrasi Penduduk Kawasan Asia Tenggara.
Penduduk
paling awal di kawasan Asia Tenggara adalah kelompok pemburu-peramu dimana
mereka hidup dengan mengandalkan hasil buruan yang didapatkannya dari hutan,
sungai, maupun laut. Selama abad ke- 3 M sistem pertanian telah menyebar dari
Cina Selatan di kawasan ini dan dari bukti arkeologis di lokasi-lokasi yang
berbeda di seluruh kawasan menunjukkan bahwa kedua sumber penghidupan tersebut
saling berdampingan. Para ilmuan berpendapat bahwa saat ini hampir semua bahasa
yang digunakan di kawasan Asia Tenggara dapat dilacak di suatu tempat di Cina
Selatan walaupun tidak semua keturunan orang-orang yang bermigrasi dari kawasan
tersebut. Kemungkinan sistem pertanian menyebar dari kawasan Yangzi.
Penutur
Austroasia mempunyai kelompok dominan di wilayah Asia Tenggara daratan yang
mengadopsi sepenuhnya budaya dan bahasa penduduk setempat. Kronologi orang
Austroasia masih belum jelas darimana asalnya tetapi mungkin saja kelompok
tersebut berperan langsung dalam penyebaran budidaya padi ke wilayah tersebut
sejak 3000 SM. Di akhir periode prasejarah mayoritas penduduk kawasan Asia
Tenggara telah menggunakan salah satu dari dua rumpun bahasa di atas. Migrasi
skala besar terjadi pada akhir milenium pertama dan awal milenium kedua Masehi.
Dan pada abad ke-13 pola distribusi kelompok etnis dan rumpun bahasa di seluruh
kawasan Asia Tenggara kurang lebih tepat seperti sekarang walaupun terdapat
beberapa pengecualian, diantaranya yaitu :
a.
Etnis Vietnam yang
peradabannya bermula di wilayah delta Sungai Merah secara bertahap menyebar ke
selatan melalui proses migrasi, kolonisasi, dan asimilasi selama berabad-abad.
b.
Beberapa abad terakhir
mayoritas pendatang baru ini adalah etnis Hmong atau Yao dan lainnya merupakan
penutur bahasa-bahasa Tibet-Burma.
c.
Dengan datangnya
pemerintah kolonial Belanda menyebabkan migrasi skala besar etnis India dan
Cina di berbagai kawasan Asia Tenggara.
Dari
penjelasan singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua rumpun
bahasa, Austronesia dan Austroasia yang dapat dihubungkan dengan migrasi.
Bangsa penutur Austronesia diyakini berasal dari pesisir tenggara Cina yang
kemudian bergerak ke Taiwan (Ricklefs, M., G. 2013).
Beberapa teori yang berkaitan dengan persebaran Austronesia antara lain :
1)
Bellwood-Blust (Out of
Taiwan).
Menurut teori Out of Taiwan, Austronesia berasal dari wilayah
pantai Cina Selatan (sekarang Vietnam Utara) dan Taiwan yang bermigrasi ke
wilayah kepulauan Indonesia dan Pasifik sekitar 5000 tahun yang lalu. Mereka
menyebar dengan mengadakan perjalanan laut menggunakan perahu sampan maupun
perahu layar menuju Filipina (terpisah menjadi dua kelompok),
yaitu berlayar ke arah barat daya (Pulau
Kalimantan, Sumatra, Jawa, dan wilayah-wilayah Malaysia sekarang) dan ke arah tenggara (Kepulauan Halmahera dan
Bismarck yang nantinya menetap di wilayah Polynesia) (Muller dalam Soeroto, 2010: 34). Terdapat dua alasan kelompok
Austronesia ke wilayah ini, yaitu adanya tekanan demografik dan penyelarasan
sosio-kultural terbukti dengan adanya kasus di Kepulauan Pasifik dimana mereka
mencoba menetap di daerah baru guna mendapat kedudukan lebih tinggi sebagai
pendiri kelompok kekerabatan baru (Bellwood. 1995). Kelompok Austronesia diduga
membawa kebudayaan Megalithik sebagai tradisi religi penyembahan terhadap
leluhur terbukti dengan membawa teknik-teknik domestikasi tumbuhan (padi,
jagung, dan jejawut), hewan (ayam, anjing, dan babi), teknologi peralatan
(kapak beliung, tembikar, pembuatan perahu berpenyimpang) (Soeroto, 2010: 35).
2)
Burma.
Hampir
seluruh penghuni wilayah negara tersebut datang melalui migrasi dimana leluhur
etnis mayoritas Burma berasal dari Tibet. Dataran tinggi Burma dihuni oleh
berbagai kelompok etnis penutur bahasa Tibet-Burma atau Mon-Khmer dan etnis
Shan yang merupakan penutur Tai. Keduanya adalah bagian dari rumpun Austroasia
di kawasan timur laut (sepanjang perbatasan dengan Provinsi Yunnan, Cina). Minoritas
Burma terpenting lainnya adalah penutur Tibet-Burma dimana etnis Chin dan
Kachin adalah yang paling terkenal di kalangan mereka. Kelompok mayoritas di
dataran tinggi adalah etnis Shan dimana mereka hidup berbaur dengan banyak
kelompok etnis yang disebutkan di penjelasan sebelumnya. Kelompok tersebut
memiliki struktur sosial-politik yang paling berkembang di antara etnis-etnis
dataran tinggi Burma lainnya. Kelompok penting lainnya di dataran tinggi Burma
adalah Karen dengan bahasa tutur menggunakan Tibet-Burma. Leluhur Etnis
dipercaya bermigrasi dari Tibet pada suatu waktu. Secara tradisional desa
merupakan unit atau pusat sosial politik penting di kalangan berbagai kelompok
Karen (tidak ada kepala suku di atas tingkat tersebut).
3)
Kamboja.
Penduduk
dataran tinggi dan rendah berasal dari etnis Mon-Khmer yang sama. Dataran
tinggi di wilayah timur laut adalah tempat etnis Jarai dan Rhade yang menjadi
penutur Austronesia dalam jumlah banyak di Vietnam Tengah. Di daerah-daerah
dataran rendah Kamboja terdapat pula kantong-kantong etnis muslim Cham, juga
etnis Lao di sepanjang perbatasan utara.
4)
Negeri Tai.
Migrasi
besar yang dilakukan etnis Tai menyebabkan pola etnis di wilayah daratan dan
mendominasi daerah-daerah dataran rendah Thailand dan Laos sehingga juga
mengganggu sistem politik dan budaya di kedua wilayah tersebut. Sebagian besar
sisa penduduk asli berpindah ke dataran tinggi tempat mereka berladang. Dua
area di wilayah tersebut menjadi lokasi pergeseran penduduk yang paling
signifikan (Laos dan Thailand Modern).
5)
Orang Gunung Terbaru
Selama
kurang lebih satu abad terakhir, migrasi putaran terkahir membawa para
pendatang baru dengan lima kelompok utama, yaitu Hmong, Yao (Mien), Lahu, Lisu,
dan Akha yang semuanya berasal dari berbagai tempat di Cina Selatan dan barat
daya. Mereka terpaksa menetap di dataran tertinggi yang bisa dihuni, yaitu Mon
Khmer atau Tai dataran tinggi. Model pertanian berupa budidaya padi lahan
kering tebas-bakar dan menanam tanaman bunga opium walaupun memeluk agama Budha
mereka relatif terbuka dengan datangnya misionaris Barat.
6)
Negeri Kepulauan
Bahasa
Melayu serta hampir semua bahasa asli Indonesia dan Filipina punah akibat
migrasi para penutur Austronesia yang membuat bahasa-bahasa lain. Walaupun
begitu, keragaman etnis di wilayah ini sangat besar dimana terdapat perbedaan
yang tegas antara berbagai kelompok yang ada dalam konteks kebudayaan dan ceruk
ekologinya. Di Malaysia sejumlah kelompok etnis non-Melayu disebut dengan
“Orang Asli”. Kelompok tersebut tersebar di Semenanjung Malaya dan sebagian
Thailand Selatan yang kehidupannya tergantung pada berburu dan menggunakan
bahasa Austroasia disebut “Senoi” (Ricklefs, M., G. 2013).
Sumber:
Bellwood, Peter. 1995. The
Austronesian : Historical and Comparative Perspective. Canberra: Australian
National University Press.
Ricklefs,
M., G. 2013. Sejarah Asia Tenggara dari
Masa Prasejarah sampai Kontemporer. Jakarta: Komunitas Bambu.
Suroto,
Hari. 2010. Prasejarah Papua. Denpasar: Udayana University Press.
2.
Berita-Berita
Temuan Situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat.
A.
LIPUTAN6.COM
Gunung Padang di Tengah Perdebatan
Potret By Liputan6on 29 Sep 2014
at 02:53 WIB
Liputan6.com, Cianjur - Situs
megalitikum terbesar di Asia Tenggara, Gunung
Padang yang berada di Desa
Campaka, Cianjur, Jawa Barat, masih menjadi magnet para peneliti arkeologi dan
geologi. Buletin Dinas Kepurbakalaan masa kolonial mengungkap keberadaan situs
punden berundak itu tepat 1 abad silam. 4 Tahun pascakemerdekaan Indonesia,
sejarawan Belanda NJ Krom juga mengungkap areal peninggalan bersejarah itu. Waktu
berganti dan situs Gunung Padang sempat terlupakan. Pada awal 1980-an, Pusat
Arkeologi Nasional kembali meneliti tumpukan batu persegi di ketinggian hampir
900 meter di atas permukaan laut itu. Sebagian kalangan percaya Gunung Padang
merupakan situs pemujaan. Kawasan itu diyakini menjadi petilasan Prabu
Siliwangi. Pada masa keemasan Kerajaan Pajajaran adalah jejak peradaban
tinggi sunda kuno. Baru 3 tahun terakhir situs kebudayaan itu menyita perhatian
publik, bahkan menjelma menjadi pusaran polemik para peneliti. Sejak 1 tahun
lalu, sejumlah peneliti geologi intens mengungkap rahasia Gunung Padang. Hasil
uji penanggalan karbon atau carbon
dating mengejutkan banyak
pihak. Gunung Padang dipercaya merupakan piramida yang terkubur dari masa 8.000
tahun sebelum Masehi. Artinya, Gunung Padang jauh lebih tua dari Piramida Giza
di Mesir yang berusia 2.500 tahun sebelum Masehi.
Jejak peradaban masa lalu
juga terekam. Para peneliti menemukan fakta campur tangan manusia prasejarah
begitu dominan di balik kokohnya bangunan di situs Gunung Padang. Situs Gunung
Padang ternyata tidak hanya mengundang perhatian para peneliti, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY)
bahkan terjun ke lokasi untuk mengetahui jejak peradaban kuno Gunung Padang. Polemik
mencuat menyusul hasil penelitian geologi yang mengindikasikan adanya ruang
terpendam di Gunung Padang. Konstruksi bangunan yang diyakini memanfaatkan
formula semen purba. Namun peneliti geologi punya pandangan berbeda. Penelitian
yang dilakukan 4 dekade silam sudah bisa memetakan kondisi bawah permukaan di
kawasan Cianjur dan sekitarnya. Terbentuknya batu kekar kolom di bawah situs
Gunung Padang diyakini para geolog terbentuk secara alamiah. Manusia prasejarah
hanya memanfaatkan kemudian menyusunnya menjadi bangunan
berundak 5. Keberadaan ruang dan lorong di bawah tanah juga masih perlu
dibuktikan. Awalnya hanya seluas 900 meter persegi, Gunung Padang yang
terdaftar sebagai situs warisan nasional kini sudah mencakup areal hampir 30
hektare. Itu artinya 3 kali lebih luas dari Candi Borobudur yang telah
ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Ingin tahu apa saja yang tersimpan di
dalam situs Gunung
Padang?. Saksikan selengkapnya dalam video Potret Menembus Batas SCTV, Senin
(29/9/2014) di bawah ini.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/211492/gunung-padang-di-tengah-perdebatanGunung
Padang di Tengah Perdebatan, diakses tanggal 29 Januari 2016.
Gunung Padang, Punden Berundak yang Ditinggali
Berulang-ulang
on 22 Sep 2014 at 05:52 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Banyak pertanyaan yang muncul dari penemuan situs Gunung
Padang, Cianjur, Jawa Barat. Tak sedikit pula yang mengatakan bahwa ada
'piramida' di dalam tubuh bukit dengan ketinggian 885 meter di atas permukaan
laut tersebut. Banyak juga yang mengaitkan Gunung Padang dengan Jabal Nur di
Arab Saudi. Jabal Nur punya arti Mountain of Light atau Gunung Cahaya. Gunung
Padang sendiri dalam bahasa Sunda juga berarti Gunung Cahaya. Tapi seperti apa
bentuk dan wujud asli situs Gunung Padang ini masih tanda tanya. Tabir itu
belum terbuka, bahkan oleh Tim Nasional Peneliti Situs Gunung Padang.
Setidaknya sejak beberapa tahun terakhir. Timnas Peneliti sampai saat ini
menduga, situs megalitikum ini merupakan punden
berundak. Dengan 5 teras, di mana teras ke-5 adalah yang paling tinggi
permukaan tanahnya. Perkiraan lain dari Timnas Peneliti adalah situs ini
dulunya merupakan bangunan multicomponent atau situs yang berulang kali
ditempati oleh suatu komunitas tertentu di waktu tertentu. "Ini bangunan
multicomponent site atau situs yang berkali-kali dihuni," kata Wakil
Ketua Timnas Peneliti Situs Gunung Padang Bidang Arkeologi, Ali
Akbar saat ditemui Liputan6.com baru-baru ini di puncak bukit Gunung
Padang, Dusun Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat.
Perkiraan itu didasarkan atas lapisan-lapisan yang diekskavasi Timnas.
Pada lapisan di puncak bukit, tempat hamparan batu andesit tersusun dan terpola
ini ditemukan diduga berusia 500 tahun sebelum masehi. Kemudian di lapisan
kedua dengan kedalaman sekitar 4 meter diperikirakan lebih tua lagi, yakni
sekitar 5.200 tahun sebelum masehi. Jika dirunut, maka lapisan 5.200 tahun
sebelum masehi merupakan yang 'pertama'. Kemudian ditimbun atau tertimbun lalu
dibangun dan dihuni lagi. Begitu seterusnya sampai 500 tahun sebelum masehi
atau bahkan sampai di era modern. "Katakanlah paling tua itu 5.200 sebelum
masehi. Lalu ditimbun, lalu dibangun lagi, ditimbun lagi, dibangun lagi,"
kata Abe, sapaan akrabnya. Lalu komunitas dengan kebudayaan seperti apa yang
pernah menempati Gunung Padang? Diduga mereka berasal beberapa komunitas dan
kebudayaan. Abe menyebut salah satunya adalah komunitas Tiong Hoa. Sebab, kata
Abe, Timnas Peneliti menemukan sejumlah temuan yang merupakan berasal dari
kebudayaan China. Seperti keramik-keramik dan koin keteng. "Indikasinya
banyak ditemukan keramik China di sini. Lalu ada mata uang keteng China,"
ucap Arkeolog lulusan Universitas Indonesia ini. Tak cuma itu. Timnas Peneliti
juga menemukan keramik dan koin mata uang diduga berasal dari Eropa. Misalnya
mata uang Netherlan Indie. Bahkan juga ditemukan koin
mata uang dari Republik
Indonesia pada 1957. Sehingga temuan-temuan itu yang membawa pada hipotesa
awal, bahwa tak cuma satu komunitas dengan kebudayaannya di satu waktu saja
yang pernah mendiami situs Gunung Padang ini. "Jadi intinya situs ini atau
bangunan ini berkali-kali dihuni sampai zaman sekarang," tandas Abe.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2108369/gunung-padang-punden-berundak-yang-ditinggali-berulang-ulang,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
Juru Kunci: Gunung Padang, Bukit Penerang
on 20 Sep 2014 at 08:14 WIB
Salah satu teras
yang ada di areal situs Gunung Padang di Kampung Cimanggu, Cianjur, Jawa Barat,
(19/9/2014). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Liputan6.com, Jakarta - Situs megalitikum Gunung
Padang, Cianjur, Jawa Barat diyakini sebagai keraton atau istana Raja
Siliwangi, Prabu Siliwangi. Di situs yang lebih tepat dikatakan bukit ini, juga
berkembang cerita bahwa Prabu Siliwangi pernah mendiami keraton yang
diceritakan berada di zaman Kerajaan Padjajaran. Juru Pelihara atau Juru Kunci
Gunung Padang Nanang mengatakan, Gunung Padang sebagai pusat kehidupan. Karena
berada di tengah dan dikelilingi pegunungan dan perbukitan, seperti Gunung
Gede-Pangrango, Gunung Pasir Baluh, Gunung Batu, Gunung Gede-Pangrango, dan
Bukit Ciwangun. "Gunung Padang itu inti. Berada di tengah dan dikelilingi
gunung-gunung, bukit-bukit," kata Nanang, Cianjur,
Jawa Barat, Jumat (19/9/2014). Nanang menuturkan, Gunung Padang tak cuma
sekedar situs yang ditengarai adalah keraton atau istana, tapi juga memiliki
makna tersendiri. Makna itu yang diturun-temurunkan dari para orang tua dulu.
Yakni Niti Taraje Nincak Hambalang. "Menurut orang tua dulu ini bermakna
Niti Taraje Nincak Hambalang. Artinya, kehidupan tidak bisa instan, harus
berjalan bertahap. Harus ada prosesnya. Berdoa, berikhtiar, baru apa yang
diinginkan bisa didapatkan," jelas dia.
Dari sisi namanya, 'Gunung Padang', Nanang juga punya cerita yang
dikisahkan dari kakeknya. Bahwa nama Gunung Padang itu punya arti Bukit
Cahaya atau Bukit Penerang
yang menjadi sumber cahaya atau penerangan bagi masyarakat sekitarnya. "Padang
itu artinya terang atau cahaya. Jadi artinya Gunung Padang itu bukit cahaya. Sumber
penerangan," papar Nanang. "Jadi kalau orang-orang yang ingin minta
petunjuk harus datang ke sini dengan hati. Berdoalah ke Tuhan YME, jangan puja
batunya atau gunungnya," imbuh Nanang seraya mengimbau.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2107871/juru-kunci-gunung-padang-bukit-penerang,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
Kebudayaan Gunung Padang Diklaim 'Setara' Mesopotamia dan
Mesir
on 21 Sep 2014 at 17:21 WIB
Pemandangan dari teras kedua situs megalitikum
Gunung Padang di Kampung Cimanggu, Cianjur, Jawa Barat, (20/9/2014).
(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Liputan6.com, Cianjur - Tim Nasional Peneliti Gunung
Padang sampai kini masih menelusuri 'jejak-jejak' di situs Gunung Padang
ini. Situs yang berada di ketinggian 885 meteri di atas permukaan laut ini
memang menyimpan misteri. Terutama menyangkut apa yang sebenarnya ada di situs
ini. Situs megalitikum ini berada di Dusun Gunung Padang, Desa Karyamukti,
Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sudah ada catatan pertama
sejak 1914 mengenai situs ini. Tak ketinggalan sejarawan Belanda N J Kroom
pernah 'menyinggung' situs ini dalam laporannya pada 1949. Tapi sekali lagi apa
wujud asli situs tersebut belum ada kesimpulan yang membawa ke sana. Wakil
Ketua Timnas Peneliti Situs Gunung Padang Bidang Arkeologi, Ali Akbar,
menyebut timnya memperkirakan usia situs ini lebih tua ketimbang Candi
Borobudur, Yogyakarta, yang berasal sekitar tahun 800 masehi atau pada abad
ke-9. Sementara situs Gunung Padang diperkirakan dibangun sebelum itu. "Situs
ini tahun 500 sebelum masehi. Usianya lebih tua dari Borobudur yang tahun
800-an masehi," ujar Abe, sapaan akrab Ali Akbar di puncak bukit Gunung
Padang, Minggu (21/9/2014). Tak cuma itu, situs Gunung Padang juga diduga lebih
besar 10 sampai 15 kali dari Borobudur. Mengingat area resmi penelitian
situs Gunung Padang mencapai
29 hektare, dari puncak bukit sampai ke bawah atau kaki bukit. Tinggi strukturnya
sekitar 200 meter. Lebih tinggi sekitar 50 meter dari Piramida Giza di Mesir.
Temuan-temuan awal situs ini, bagi Timnas Peneliti merupakan sesuatu
yang penting. Bahkan, Timnas Peneliti menyebut situs Gunung Padang akan
membuatnya tercatat sebagai peninggalan
purbakala dengan peradaban
yang tinggi. "Kalau menyebut peradaban tinggi, kita bisa menyebut
Kebudayaan Mesopotamia, Mesir, dan China," ujar Abe. Dari temuan-temuan
awal itu, Timnas Peneliti juga tak sungkan menyebut bahwa kebudayaan pada
zaman dulu di Gunung Padang tak kalah dari Kebudayaan Mesopotamia, Mesir,
maupun China. Sebab, peradaban di situs ini punya tingkat kualitas yang sama
dengan 3 kebudayaan tadi. "Nah, situs Gunung Padang sudah masuk di jajaran
kebudayaan Mesopotamia, Mesir, dan China itu," kata Abe. Hipotesa itu tak
berhenti sampai di situ. Para peneliti menduga ada temuan yang usianya lebih
tua dari temuan pertama yang berasal dari tahun 500 sebelum masehi. Yakni pada
lapisan-lapisan di bawah pada lapisan pertama situs megalitikum ini. Pada uji karbon didapatkan
temuan-temuan pada lapisan itu usianya itu 5.200 tahun sebelum masehi. Atau
bisa dikatakan lebih tua dari Piramida Giza yang berusia 2.500-2.800 sebelum
masehi. "Jadi banyak wah-nya, banyak surprise-nya
di sini," tukas Abe. (Yus).
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2108248/kebudayaan-gunung-padang-diklaim-setara-mesopotamia-dan-mesir,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
Kisah di Balik Makna Gunung Padang: 'Pencerahan di
Akhir Zaman'
By Oscar Ferri
on 20 Sep 2014 at
12:31 WIB
Kemegahan situs
megalitikum Gunung Padang, Cianjur, menyimpan sejuta misteri, (19/9/2014).
(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Liputan6.com, Cianjur - Juru Kunci atau Juru Pelihara Gunung
Padang, Nanang bersedia menceritakan sisi histori situs megalitikum yang
terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Sebagai warga asli dan diangkat oleh pemerintah selaku Juru Pelihara, Nanang
punya kewajiban untuk itu. Meski masih harus melayani para pengunjung lain yang
sampai malam hari masih terus berdatangan, Nanang menyempatkan diri bertemu
kami. Waktu padahal sudah menunjuk pukul 22.00 WIB, udara dingin sudah
menusuk-nusuk kulit. Suasana Dusun Gunung Padang juga sudah mulai sepi.
Penduduknya sudah mulai terlelap di rumah masing-masing. Pakaian Nanang serba
hitam dengan ikat kepala bercorak batik khas Sunda. Ada 2 benda seperti bros
berbentuk kujang kecil berwarna keemasan melekat pada kostumnya itu. Satu di
ikat kepala sebelah kiri, satu lagi di baju bagian dada sebelah kanan. Ditemani
rokok kretek, ia mulai menceritakan sejarah Gunung Padang yang ia terima melalui
folklor lisan dari orang-orang tua zaman dulu. "Dulu namanya bukan Gunung
Padang. Kakek saya bilang, dari uyut Kakek saya namanya Nagara Siang
Padang," kata Nanang tanpa menyeruput kopi hitam yang disuguhkan dengan
alasan punya gangguan pencernaan yang berkaitan dengan kopi. Dari cerita lisan
itu, Nanang meyakini Gunung Padang bukan
sekadar bukit. Bukan sekadar situs peninggalan sejarah. Pria kurus
kelahiran 1975 itu memercayai, Gunung Padang bukan tempat sembarang. Sebab
tempat ini sudah sejak ratusan tahun lalu sudah disucikan, dikeramatkan.
Dari mulutnya keluar kata-kata bahwa dia juga meyakini, Gunung
Padang adalah sumber ilmu. Hal itu yang kemudian pada beberapa belakang
tahun belakangan ini membawa sebuah tim penilitian untuk meneliti lebih jauh
misteri Gunung Padang ini dari sisi ilmiah. "Lihat saja sekarang, ada
penelitian. Di situ ada berbagai ilmu. Ilmu arkeologi, geologi, antropologi,
sosiologi, sejarah, dan lain-lain," kata Nanang. Sebagai sumber ilmu,
dahulu juga seperti itu. Beragam ilmu ilmiah dan logika juga sudah bersumber
dari Gunung Padang. Dia mencontohkan nama lama Gunung Padang: Nagara Siang
Padang. Yang baginya punya makna filosofi. Di mana dia harus mencari tahu itu
dengan belajar sendiri ke Gunung Padang. Sebab kakeknya tak pernah menjelaskan
makna Nagara Siang Padang itu. Kepada Nanang kecil, kakeknya cuma berpesan
bahwa dia harus mencari tahu arti dan makna Gunung Padang itu. Hingga suatu
malam, hati kecilnya mengatakan dirinya untuk naik ke atas puncak bukit Gunung
Padang. Di sana dia meminta petunjuk mengenai pesan kakeknya tersebut. Sejak
saat itu, pada akhirnya sampai sekarang membawa ia untuk terus belajar 'dari'
Gunung Padang. "Saya ke atas bukan untuk memuja batu, gunung. Yang saya
puja yang membuat batu, yang membuat gunung, Tuhan Yang Maha Esa. Nah untuk
mengetahui arti Nagara Siang Padang itu saya mohon petunjuk ke Atas,"
ujar Nanang.
Dari petunjuk waktu itu yang ia dapat, jika diurai perkata, maka
Nagara berarti negara. Negara adalah komunitas yang punya tingkatan kasta, dari
masyarakat bawah, pejabat, sampai presiden. Jadi makna Nagara yang dimaksud
adalah tatatan, tingkatan, atau rangkaian. Sedangkan Siang berarti kesiangan
atau telat, atau penghujung, atau akhir. Lalu Padang punya arti cahaya atau
penerang. "Jadi Nagara Siang Padang itu punya makna tatanan atau rangkaian
pencerahan yang ada di akhir zaman. Kapan itu akhir zaman? Ya
sekarang-sekarang ini adalah akhir zaman. Tapi kalau kiamat hanya Gusti Allah
yang tahu. Itu semua berdasar penelusuran dari hati saya," ujar Nanang. Lebih
jauh lagi menurut Nanang tentang filosofi Nagara Siang Padang atau rangkaian
pencerahan di akhir zaman itu. Bahwa manusia-manusia sudah harus dapat
memperbaiki diri dan memperbanyak ibadah. Sebab, kapan lagi perbaikan diri itu
dilakukan jika di bukan zaman yang sudah berada di akhir ini. "Kapan lagi
kalau bukan di akhir zaman kita untuk memperbaiki diri sendiri. Tapi sekali
lagi, bukan berarti ini artinya kiamat, itu rahasia Gusti (Tuhan)," ujar
Nanang, menguak kisah Gunung Padang (Ein).
Sumber : http://news.liputan6.com/read/2107936/kisah-di-balik-makna-gunung-padang-pencerahan-di-akhir-zaman,
diakses 29 Januari 2016.
Makna Tersirat dari Mitos di 5 Teras Gunung Padang
on 20 Sep 2014 at 14:59 WIB
Salah satu
pemandangan dari atas salah satu teras yang ada di areal situs Gunung Padang di
Kampung Cimanggu, Cianjur, Jawa Barat, (19/9/2014). (Liputan6.com/Helmi
Fithriansyah)
Liputan6.com, Cianjur - Gunung
Padang, situs megalitikum yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
menjadi daya tarik masyarakat. Bukan sekadar destinasi, tetapi juga tempat spiritual.
Juru pelihara Gunung Padang, Nanang pun mengakui hal itu. Sebagai juru kunci,
ia mengungkap bahwa bukit yang berada tepat di Desa Karyamukti, Kecamatan
Campaka itu, merupakan tempat mencari petunjuk. Tapi bukan tempat pemujaan. Secara rinci, Nanang menjelaskan
bahwa Gunung Padang merupakan punden berundak yang memiliki 5 tahapan
spiritual. Sebab, punden berundak yang berada di puncak bukit setinggi 885
meter di atas pemukaan laut itu memiliki 5 teras. Permukaan tanah teras ke lima
lebih tinggi dari teras keempat, begitu seterusnya sampai teras ke satu yang
paling rendah permukaan tanahnya. Teras-teras itu yang sampai sekarang menjadi
simbol 5 tahapan spiritual. Nanang menceritakan, sebelum masuk ke teras 1
terdapat pembuka lawang atau 'pintu masuk atau pintu gerbang' ke punden
berundak Gunung Padang. Pembuka lawang ini berbentuk dari 2 batu persegi
panjang yang berdiri menancap ke tanah seperti 2 tiang. Kedua batu itu
menancap tegak lurus dengan tinggi hampir sama. Masuk ke teras 1 terdapat bukit
masijid atau bukit bersujud. Nanang menjelaskan, bukit masijid ini punya arti
sebagai tempat bersujud. Masih di teras 1, terdapat 2 batu musik. Satu terletak
di sebelah barat bernama Batu Bonang. Satu lagi bernama Batu Kacapi terdapat di
sebelah Timur. Di batu yang konon bisa menimbulkan alunan suara merdu jika
diketuk terdapat relief seperti 4 jari. Tapi konon, jika diperhatikan secara
seksama, relief itu bukan 4 jari manusia. Relief itu membentuk satu tulisan
Arab, yakni lafadz Allah. "Silakan lihat dan perhatikan sendiri apa yang
tulisannya. Saya tidak mau bilang," ujar Nanang.
Kata Nanang, makna dari Batu Bonang ini berarti tidur tapi masih
mengingat Tuhan. Apapun yang manusia lakukan harus mengingat pada Maha
Pencipta. Lalu Batu Kacapi yang berarti singkatan Kaca dan Pi. Artinya cerminan
diri. Batu Kacapi sendiri konon mempunyai 20 senar tak kasat mata. Yang oleh
Nanang 20 senar itu menyimbolkan mengenai sifat-sifat Tuhan yang ada pada diri
manusia. Naik ke teras ke-2 terdapat Bukit Mahkuta Dunia. Artinya bukan
mahkota, melainkan simbol dari jiwa sosial yang saling mengasihi. Di teras
ke-3, tepatnya di sebelah timur, ada Batu Tapak Maung. Menurut Nanang, Maung di
sini bukan seperti dalam bahasa Sunda berarti Harimau. Melainkan Ma dan Ung,
yang artinya manusia unggul. "Kalau diperhatikan itu ada 9 cekungan tapi
bukan jejak Harimau. Cekungan itu ada yang seperti bekas tapak tangan, tumit
kaki, dudukan, dan tongkat. Kalau dihitung jumlahnya ada 9 cekungan," ujar
Nanang. "Lalu siapa manusia unggul yang dimaksud? Jika dihitung itu maka 9
cekungan itu berkaitan dengan Wali Songo, para penyebar agama Islam di
Indonesia," ujarnya. Konon, 'manusia unggul' yang pernah duduk di sana
sampai meninggalkan bekas itu adalah Prabu Siliwangi. Masih di teras ke-3. Di
sini juga terdapat batu berukiran Kujang, senjata khas Sunda. Kata kujang
berasal dari kata ku dan ujang. Maksudnya kamu pegang, jalankan, telusuri apa
makna Gunung Padang. Di teras ke-4, terdapat Batu Kanuragaan. Konon, batu yang
bisa diangkat ini dapat mewujudkan keinginan siapa saja yang bisa mengangkatnya.
Namun, Nanang tak sependapat.
Mitos itu menurut Nanang justru menyesatkan. Bagi Nanang, Batu
Kanuragaan punya makna batu penguji. Di sini adalah ujian terakhir bagi siapa
saja yang melakukan spiritual sebelum mencapat level pamungkas di teras ke-5.
Di mana di teras yang permukaan tanahnya lebih tinggi itu terdapat Batu Singgasana
Raja dan Batu Pendaringan. Batu Singgahsana Raja ini adalah level terakhir
sebagai tempat perenungan dari teras 1 sampai teras 5 "Di sini dulu tempat
bersemedi Sunan Ambu dan Sunan Rama," katanya. Jadi pada intinya, pundek
berundak dengan 5 teras ini mempunyai simbol sebagai level atau tahapan-tahapan
yang harus dilalui. Bahwa apapun yang diinginkan manusia tak bisa instan. Semua
harus ada proses. "Ada tahapan, ada tingkatan. Nikmati proses. Silakan
spritual di sini. Silakan lewati tahapan-tahapan dari teras 1 sampai teras
5," tandas Nanang mengakhiri penjelasannya soal Gunung
Padang. (Ein).
Sumber : http://news.liputan6.com/read/2107990/makna-tersirat-dari-mitos-di-5-teras-gunung-padang,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
Misteri
Terasering Gunung `Piramida` Cianjur Terungkap
on 30 Jun 2013 at
13:00 WIB
Bentuk
terasering yang selama ini terkubur di lereng Gunung Padang, Cianjur, Jawa
Barat, mulai tersingkap. Beberapa bentuk terasering pada gunung yang kerap
disebut gunung 'piramida' itu mirip dengan yang ada di situs Machu Picchu,
Peru. Temuan itu terungkap dari hasil eskavasi yang dilakukan di lereng timur
Gunung Padang oleh Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang bersama puluhan
arkeolog dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestari Cagar
Budaya (BPCB), dan warga sekitar pada 24 hingga 28 Juni 2013. "Penggalian
ini berfokus pada struktur di usia 600 Sebelum Masehi, atau termuda dibanding
lapisan bangunan atau peradaban di bawahnya. Lokasinya di lereng timur situs
Gunung Padang," kata Ketua Tim Arkeologi dari Tim Terpadu Riset Mandiri
Situs Gunung Padang, Dr Ali Akbar, saat dihubungi, Minggu (30/6/2013). Ali Akbar akui, lapisan tanah yang
menimbun struktur bangunan belum dikupas seluruhnya. Kendati begitu, penggalian
terakhir berhasil mengungkap beberapa "contoh" bentuk terasering.
Temuan ini memperkuat hasil penelitian tim terpadu sebelumnya tentang
keberadaan struktur bangunan di bawah situs Gunung Padang.
Berdasarkan
hasil penelitian selama Juni 2013, luasan situs Gunung Padang juga dikoreksi
dari 900 meter persegi menjadi 15 hektare. Penelitian Tim Terpadu Riset Mandiri
Situs Gunung Padang masih berlanjut. "Hari Minggu ini saya ada di lokasi
lagi. Melanjutkan riset," ujar Ali Akbar. Penelitian di Situs Gunung
Padang dilakukan sejak November 2011. Setelah penelitian selama hampir 2 tahun,
diketahui bahwa Situs Gunung Padang bukanlah situs sederhana melainkan struktur
bangunan yang sangat besar. Para
peneliti memperkirakan luas situs itu 10 kali luas Candi Borobudur di Jawa
Tengah. Tim geologi memperkirakan susunan batu pada setiap lapisan dalam
struktur yang ada di Gunung Padang berbeda usianya (Ant/Ism).
Sumber
: http://news.liputan6.com/read/626277/misteri-terasering-gunung-piramida-cianjur-terungkap,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
Pemugaran Gunung Padang Diperkirakan Tak Sampai 10
Tahun
on 12 Sep 2013 at 13:49 WIB
Ketua
Tim Eskavasi Arkeologi Universitas Indonesia Dr Ali Akbar mengatakan, untuk
melakukan pemugaran secara keseluruhan situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa
Barat, diperkirakan tak mencapai 10 tahun. "Pemugaran waktu Borobudur aja
10 tahun pada tahun 1973. Waktu itu kondisinya belum banyak ahlinya, sekarang
kan sudah banyak. Artinya bisa lebih cepat, apalagi dibantu teknologi sekarang
yang lebih canggih. Bisa berkurang prosesnya," ujar Ali kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (12/9/2013). "Awalnya
Borobudur telihat pucuknya saja, karena tertutup tanah dan tanaman. Kemudian
dibuka, ternyata banyak batu yang tidak tersusun rapi, akhirnya dilakukan
pemugaran pada 1983, sekarang jadi rapi dan ganteng," sambungnya. Mengingat
ada 4 lapisan, lanjut Ali, proses pemugaran situs yang diperkirakan lebih besar
dari Candi Borobudur ini dapat dilakukan bertahap. "Kita dari tim arkeolog
sudah berhasil melakukan eskavasi 2 lapisan. Nah, kita ingin pemugaran yang lapisan
pertama dulu," ujarnya. Hal ini, kata Ali, agar masyarakat dapat melihat
kemegahan situs yang diperkirakan lebih tua dari Piramida di Mesir ini.
Sehingga semangat gotong-royong melakukan pemugaran ini dapat berjalan baik. "Biar
masyarakat melihat kemegahan dan keistimewaan Gunung Padang. Kalau belum
dipugar orang tidak bisa melihat kemegahanya karena tertutup tanah dan
semak-semak. Dulu Borobudur dibantu Unicef, sekarang saya yakin tak perlu
bantuan lain, Pemerintah sudah mampu," tuturnya. Ali memaparkan, setiap
lapisan memiliki umur yang berbeda. Lapisan pertama diperkirakan berumur 500
tahun sebelum Masehi, lapisan kedua 5.900 tahun sebelum Masehi, lapisan ketiga
10.000 tahun sebelum Masehi, dan lapisan keempat 20.000 tahun sebelum Masehi.
Metode Khusus
Pendiri
Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) ini menjelaskan, perkiraan masa ini
diketahui setelah menggunakan metode khusus, salah satunya dengan mengebor
situs seperti sumur kecil berdiameter 10 centimeter. Ternyata hasil bor di
dalam bukan hanya berisi batu, ada juga tanah yang sudah digunakan manusia,
yang diketahui karena kandungan karbon. "Setelah diteliti di laboratorium
ternyata sudah 10.000 tahun dan 20.000 tahun, kalau lapisan ga ada campuran
tangan manusia, antara 8 meter kedalaman diperkirakan minimal 1 juta
tahun," jelasnya. Namun semua ini, kata Ali, tergantung dukungan serius
Pemerintah. Jika tidak ada dukungan serius, tidak menutup kemungkinan seperti
penelitian situs-situs pada umumnya. "Habis diteliti, sudah dibiarkan
saja." "Jadi tergantung Pemerintah sekarang. Kami akan laporkan yang
2 lapis, kita tunggu respons Pemerintah, karena kita masih mandiri, patungan
dari temen-temen. Ke depan kami hanya minta pemugaran lapisan pertama dulu.
Karena rekomendasi ada beberapa pemugaram," tandas Ali. Saat ini, imbuh
Ali, pemilik lahan dan warga sekitar mendukung rencana pemugaran ini. Meskipun
beberapa waktu lalu ada sejumlah oknum yang menolak pemugaran ini. "Tapi
itu bukan warga sekitar. Mereka datang tiba-tiba dan marah-marah, padahal kami
sudah mendapat izin dari pemilik lahan," imbuhnya (Rmn/Mut).
Sumber : http://news.liputan6.com/read/690872/pemugaran-gunung-padang-diperkirakan-tak-sampai-10-tahun,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
B.
NEWS-DETIK.COM
Arkeolog Temukan Kaitan Jejak Situs Gunung Padang
dengan Pantai Selatan
- detikNews
Jakarta -
Situs purbakala Gunung Padang masih menyimpan banyak kisah. Tim Arkeolog dari
Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) yang melakukan lacak artefak menemukan
sejumlah bukti kawasan di sekitar Gunung Padang terdapat peninggalan
prasejarah. "Situs-situs yang mengelilingi Situs Gunung Padang umumnya
berupa gunung atau bukit yang di dalam bahasa Sunda disebut Pasir. Peninggalan
yang diperoleh di bukit-bukit tersebut antara lain berupa struktur batu seperti
kursi batu, batu tegak atau menhir, dan juga bangunan berundak-undak atau lazim
disebut punden berundak," jelas Ketua MARI Ali Akbar, Kamis (30/4/2015). Menurut
dosen arkeologi UI ini, lokasi penemuan tersebar di Gunung Karuhun, Pasir Empet,
Gunung Melati, Pasir Keramat, Gunung Rosa, Pasir Mala, Pasir Malang, Pasir
Legok Kadu, Cibeureum, dan Pasir Pogor. MARI memberi rekomendasi kepada
pemerintah daerah untuk segera melakukan perlindungan terhadap Kawasan Gunung
Padang agar tetap lestari. "Penemuan yang cukup banyak juga terdapat di
selatan Situs Gunung Padang. Terdapat indikasi temuan-temuan tersebut mengarah
ke selatan dan bercorak budaya maritim, mengingat jarak Situs Gunung Padang
dengan laut hanya sekitar 66 kilometer. Oleh karena itu, ke depan akan
dilaksanakan penelitian dari Situs Gunung Padang sampai Pantai Selatan,"
urai dia. Ali menyampaikan, lacak artefak di kawasan Gunung Padang oleh MARI
berhasil menemukan sedikitnya 10 situs arkeologi di sekitar situs Gunung
Padang. Lacak Artefak dilaksanakan 3-5 April 2015 lalu dengan melibatkan
komunitas pejalan kaki, motor trail, sepeda gunung, trail runner, dan pilot
drone dengan dipandu oleh para arkeolog.
Hasil
kegiatan dipresentasikan kepada Wakil Gubernur Jawa Barat, Kepala Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Jawa Barat, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Cianjur, akademisi, peneliti, dan budayawan di Gedung Sate, Bandung 28 April
2015. Situs Gunung Padang yang mempunyai luas 29,1 hektar ternyata dikelilingi
situs-situs arkeologi dalam radius 2 kilometer dari Situs Gunung Padang. Bahkan
dalam radius 5 kilometer masih dijumpai situs-situs arkeologi sehingga lebih
tepat disebut sebagai Kawasan Gunung Padang. "Kawasan secara ilmu
arkeologi adalah area yang terdiri atas dua situs atau lebih yang saling
terkait dan membentuk kebudayaan yang khas. Kebudayaan yang dimaksud di sini
adalah terdapat bangunan-bangunan purbakala yang dibuat dari batu besar
(megalitik). Situs Gunung Padang itu sendiri berdasarkan uji pertanggalan
absolut di dua laboratorium menunjukkan usia 5200 Sebelum Masehi," tutup
dia.
Sumber : http://news.detik.com/berita/2902067/arkeolog-temukan-kaitan-jejak-situs-gunung-padang-dengan-pantai-selatan,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
C.
TEMPO.CO
Arkeolog:
Situs Gunung Padang Bukan Piramida
Jum'at, 30 Maret 2012 | 04:04 WIB
Batu menhir beserakan di kawasan punden berundak Gunung Padang, Desa Karya
Mukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, Jawa Barat, Minggu (29/1). TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO , Jakarta-Peneliti
dari Pusat Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harry
Truman Simanjutak, menyatakan Situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, bukan
piramida. “Bukan bagian dari Atlantis, dan belum bisa dikatakan sebagai
piramida,” ujarnya dalam “Rembuk Arkeologi Situs Gunung Padang” di Jakarta,
Kamis 29 Maret 2012. Harry mengungkapkan, Situs Gunung Padang tidaklah setua
yang disangka orang. "Banyak yang menyangka bahwa situs tersebut berasal
dari zaman 11 ribu tahun lampau. Padahal situs itu jauh lebih muda. Peradaban
modern di daerah itu baru muncul 6-000 tahun yang lalu," ucapnya. Perkiraan
bahwa Gunung Padang berasal dari 11 ribu tahun silam itu semula muncul dari
pendapat Plato mengenai sebuah peradaban sangat maju yang belakangan dikenal
sebagai Atlantis. Dari sinilah banyak peneliti berlomba-lomba mencari
keberadaan Atlantis. "Hingga akhirnya ada buku karya Arysio Santos yang
mengatakan bahwa Atlantis ada di Indonesia, tepatnya di Tanah Sunda," kata
Harry. Namun Harry mematahkan argumen Santos karena peradaban maju di Indonesia
baru masuk sekitar 4.000 tahun lalu. Dia juga menyayangkan langkah Santos
membuat penelitian tapi tidak pernah turun langsung ke Situs Gunung Padang. Sementara
itu, peneliti dari Pusat Survei Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Sutikno Bronto, mengatakan awalnya batuan di Situs Gunung Padang
berbentuk menjulang tinggi seperti menara, yang disebut kekar kolom.
Kekar kolom ini dihasilkan dari sedimentasi muntahan
gunung purba Karya Mukti, yang menjadi asal-muasal Gunung Padang. Setiap kali
Gunung Karya Mukti memuntahkan lahar, ada yang menumpuk di bibir kawahnya dan
lama-lama menumpuk seperti menara. Saat gempa besar terjadi, kekar tersebut
runtuh menjadi balok-balok yang berserakan. "Kejadian ini terjadi berkisar
antara 2 juta dan 60 juta tahun yang lalu," ucapnya. Ini merujuk pada
kategori Gunung Purba Karya Mukti yang tergolong berusia tersier. Hal ini
diperkuat dengan komposisi batuan yang terdiri atas breksi tufam, batu pasir,
dan batuan konglomerat.Batuan yang berserakan inilah yang kemudian oleh
penduduk pada masa itu disusun rapi membentuk punden berundak. "Mereka
menjadikannya sebagai tempat pemujaan," katanya. Sutikno menegaskan situs
tersebut bukan piramida, melainkan kejadian alam. "Kalaupun mau dianggap
piramida, itu dijadikan promosi wisata. Sementara kami berasumsi itu adalah
gundukan lempung putih," katanya. Asumsi ESDM didasarkan pada temuan
batu yang berwarna tidak segar karena mengandung mineral. Selain lempung putih,
di Situs Gunung Padang ada potensi mineral logam, timbel, tembaga, dan perak di
Gunung Padang. "Tapi kami masih menunggu hasil lab," ujar Sutikno.
Sebelumnya tim katastrofik bentukan Staf Khusus
Presiden Bidang Sosial dan Bencana telah melakukan penelitian di beberapa
lokasi dan memfokuskan penelitian di Situs Megalitikum Gunung Padang. Staf
Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana, Andi Arief, mengungkapkan bahwa
Situs Megalitikum Gunung Padang merupakan suatu temuan besar kemungkinan adanya
peradaban manusia di dunia. Berdasarkan hasil tes pemetaan geologis,
georadar, geolistrik, uji sampling, maupun pengeboran,
hipotesis awal menyebutkan bahwa di bawah gundukan batu punden berundak di
Gunung Padang sempat ada struktur peradaban. “Kemungkinan pembuatan struktur
Candi Borobudur pun dulunya belajar dari Situs Gunung Padang,” kata Andi seusai
melakukan ekspose penelitian Tim Katastrofik Situs Gunung Padang di Pendopo
Kabupaten Cianjur, awal Maret.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2012/03/30/058393510/arkeolog-situs-gunung-padang-bukan-piramida,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
Rute Baru Kereta Api Lewati Gunung
Padang
JUM'AT, 07 FEBRUARI 2014 | 16:34 WIB

Batu menhir yang
menancap di kawasan punden berundak Gunung Padang, Desa Karya Mukti, Kecamatan
Campaka, Cianjur, Jawa Barat, Minggu (29/1). TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Bandung - PT Kereta Api
Indonesia mengoperasikan
KA Siliwangi yang menghubungkan Cianjur dan Sukabumi mulai Sabtu, 8 Februari
2014. Kereta itu melewati lima perhentian, di antaranya Stasiun Lampegan yang
berada tidak jauh dari Gunung Padang, situs
purbakala yang diyakini sepuluh kali lebih luas dibanding Candi Borobudur. "Rencananya
diresmikan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan," kata Kepala Humas PT Kereta
Api Daerah Operasi II Bandung, Zunerfin, kepada Tempo di Bandung, Kamis, 7 Februari 2014.
Menurut dia, PT Kereta Api menyiapkan satu gerbong kelas eksekutif dan tiga
gerbong ekonomi AC pada peluncuran perdana. "Bisa ditambah, tergantung
animo penumpang. "Lima stasiun yang disinggahi KA Siliwangi di antara
Cianjur dan Sukabumi adalah Stasiun Cibeber, Lampegan, Cirenghas, serta Gandasoli.
Kereta juga akan melewati Terowongan Lampegan, terowongan kereta pertama yang
dibangun di wilayah Jawa Barat oleh Belanda. Zunerfin mengatakan waktu tempuh
KA Siliwangi berkisar 1 jam 50 menit sekali jalan. Menurut dia, perjalanan KA
Siliwangi termasuk lama karena melewati sejumlah tanjakan dan kelokan.
"Meski lama, tapi pemandangannya indah," katanya. PT Kereta Api
menyiapkan empat kali perjalanan dalam sehari. Pemberangkatan dari Cianjur
dijadwalkan pukul 07.00 WIB, 12.20 WIB, 17.40 WIB, serta 22.35 WIB, sementara
dari Sukabumi pukul 04.30 WIB, 09.25 WIB, 15.00 WIB, serta 20.00 WIB.
"Kami akan pertimbangkan jadwal perjalanan malamnya kalau memang dirasakan
terlalu larut," kata Zunerfin. Zunerfin mengatakan jadwal perjalanan KA
Siliwangi di Sukabumi disesuaikan dengan jadwal KA Pangrango (Bogor-Sukabumi).
"Jika berniat melanjutkan perjalanan dari KA Pangrango dari Stasiun
Sukabumi, masih tersedia waktu 15 menit," ujarnya. Warga Jakarta yang
ingin melongok Gunung
Padang bisa naik kereta
komuter menuju Bogor. Lalu, menyambung dengan KA Pangrango, dan berganti KA
Siliwangi dari Stasiun Sukabumi. "Dari Stasiun Lampegan bisa naik
ojek," kata Zunerfin. PT Kereta Api juga tengah menyiapkan rute
Bandung-Cianjur dengan kereta api bernama Kiansantang--diambil dari nama putera
Prabu Siliwangi (AHMAD FIKRI).
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2014/02/07/058552048/rute-baru-kereta-api-lewati-gunung-padang,
diakses tanggal 29 Januari 2016.
Komentar
Posting Komentar