CINTA 100 0 C (ANTI PHP) CERPEN FILSAFAT

CINTA 100 0 C (ANTI PHP)
CERPEN FILSAFAT
UNTUK MEMENUHI TUGAS UAS MATAKULIAH
Filsafat Ilmu
yang dibina oleh Bapak Daya Negri Wijaya, M.A

Oleh :
Yuliarti Kurnia Pramai Selli
(140731606196)




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PRODI S1 PENDIDIKAN SEJARAH
November 2015


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan tugas UAS matakuliah Filsafat Ilmu dengan cerpen filsafat yang berjudul “Cinta 100 0 C (Anti PHP)”.  
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir individu ini. Kepada Bapak Daya Negri Wijaya, M.A selaku pembimbing, yang senantiasa memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian tugas cerpen ini. Tidak lupa kepada teman-teman yang telah memberikan informasi dalam menyelesaikan tugas cerpen ini.
Penulis menyadari bahwa cerpen yang dibuat masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penulis untuk penyempurnaan cerpen ini. Semoga cerpen ini berguna untuk menambah pengetahuan tentang Cerpen Filsafat.
Malang, November 2015

Penulis


CINTA 100 0 C (ANTI PHP)
Ani Prasetya Utami adalah nama lengkapku yang lebih akrabnya dipanggil “Ani”. Kehidupanku hanya berkutat pada perkuliahan yang yah..... begitulah. Aku sudah lelah bercerita tentang hal ini. Tetapi, aku akan coba memulainya kembali seperti lembar kisah putih yang terkena air garam dimana ion-ion garam tersebut menyatu dan membentuk lukisan kecil di sudut-sudut lembaran kosong.
Sudah semester 3 aku melalui perkuliahan dengan bimbang hati. Banyak isi dalam botol hatiku yang berkecamuk menjiwai setiap momen di dalamnya. Entah itu manis atau pahit, hitam atau putih, garam atau asam. Hal itulah yang memunculkan pertanyaan-pertanyaan gila di batinku, “Apakah kuliah hanya untuk mencari sensasi dalam kenikmatan sesaat atau mencoba menghidupkan puing-puing masa lalu dan dikemas apik menjadi sensasi luar biasa yang kekal ?. Sehingga nantinya akan menjadi kiblat dunia ?”. Wow, kalau dipikir-pikir gila benar pertanyaanku ini sampai-sampai aku bingung sendiri.
Terbangunlah aku dari pertanyaan gila yang muncul dari dunia maya nan metafora dimana sekarang aku duduk di pojokan kanan sembari menyandarkan kepala di kursi kayu ditemani kekasih setiaku, “Sejarah” yang merupakan jurusan yang aku ambil saat ini. Mengikuti perkuliahan seperti berada di film tiga dimensi yang pembahasannya berkutat pada ruang dan waktu yang tak terbatas. Masuk jurusan ini rasanya menjadi berkeliling dunia hanya dengan permen karet yang gelembung tidaknya tergantung kita dan dari dua kemungkinan tersebut memunculkan kenikmatan yang berbeda.
Setiap hari masuk diberi makanan penuh mineral akan kekayaan air. Di jurusan ini aku menjalani perkuliahan bukan hanya untuk amunisi perang esok hari, tetapi juga untuk mencari kesenangan hati yang memunculkan rasa sensasi. Di tempat inilah muncul rasa itu, rasa yang membelenggu jiwa dan apabila dilepaskan rasa itu semakin mengikat hati dan berusaha mengunci batinku. Sehingga, aku pun berusaha menutup erat pintu hatiku dengan menghilangkan kuncinya. Inilah awal ceritanya.....
Tangan cahaya pagi membangunkanku dari keheningan malam yang sunyi dan gelap. Berhiaskan kicauan burung nan merdu menyelimuti hari-hariku yang basah akan cinta, penyesalan, dan harapan berakhir pada kebebasan. Aku pun bersiap-siap untuk kuliah. Hari ini cuacanya cerah merona yang malu-malu melihatku. Kupu-kupu beterbangan dengan ceria. Tetapi, tidak untukku.....
Suasana batinku masih sama seperti tahun lalu, terpenjara oleh harapan kosong kelabu yang semakin hari membawa beban yang berat. Aku memasuki halaman depan kampus dengan penuh harap kepada Tuhan agar melancarkan segala niat baikku untuk orang tua, dan masa depanku. Tidak lupa juga untuk orang-orang yang mencintai dan menyayangiku.
Aku berjalan menyusuri jalan setapak dengan pelan tapi pasti. Aku yakin dalam hatiku ingin memulihkan rasa ini dan membuka kesempatan itu untuk orang lain. Aku melihat-lihat ke sekeliling banyak orang-orang yang dengan senangnya menertawakan hidupnya sendiri. Sedangkan aku..... aku melihat diriku berbeda dengan mereka. Aku hanya bisa meratapi diriku sendiri dan masih belum muncul rasa estetika yang membuatku tertawa. Sehingga, aku hanya bisa diam tanpa suara, tanpa rasa.
Aku pun terus berjalan sampai pada setengah perjalanan aku melihatnya. Dia orang yang selama ini aku cinta, aku tunggu sampai mati rasa. Dia tidak pernah menolehku dengan lama. Dia hanya menolehku untuk sesaat dan itu bukan atas dasar cinta, tetapi hanya untuk pemuas kebutuhan belaka. Kalau sudah ya sudah..... Begitulah dia, melupakan kebaikan seseorang tanpa mengucapkan kata-kata manis untuk dikecap. Seperti telur lupa akan cangkangnya. Bodohnya aku mencintai dia, padahal aku sudah tahu kartu aslinya. Dan aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan, tanpa menyentuh, tanpa merasakan. Hanya bisa membayangkan hal semu yang tak akan menjadi pasti.
Sesampainya di depan kelas, aku pun memilih duduk di pojokan kanan. Entah daya tarik apa yang sudah mengikat hatiku untuk berlabuh, tetapi disanalah hatiku bisa berbicara dalam diam meramaikan. Dan dari posisi ini aku bisa merasakan lebih dalam aura-aura rahasia teman-temanku yang selama ini terkena kabut tebal, tak terkecuali dia. Banyak hal yang belum terungkap secara tuntas dan dari hari ke hari semakin berbukit dan berbuah. Dari semua teman yang aku kenal hanya satu orang yang aku percaya akan kelembutannya. Dia adalah Arlina Dianda Cinta. Aku memilih dia karena dia hampir sama denganku, yaitu memahami sandiwara hidup yang tak terhindarkan aku juga ikut terlibat didalamnya.
Kehidupan memang berubah-ubah, tetapi kata itu tidak akan pernah mempan untuk sandiwara hidup. Karena sandiwara hidup sendiri tidak akan pernah hilang ditelan bumi dan zaman selama hidup seseorang itu masih ada. Sandiwara hidup membungkus sandiwara cintaku juga. Dimana aku dan dia sama-sama terjebak dalam sandiwara cinta walaupun berbeda dimensi.
Hari ini, aku akan mulai hari baru. Lembaran baru ini akan aku isi dengan tulisan indah berhiaskan cinta nyata tanpa paksaan, tanpa rasa lelah. Anggap saja yang lalu biarlah berlalu. Biarkan jejak yang lalu menjadi petunjuk pijakanku selanjutnya. Biarkan setiap langkahku menjadi jembatan indah yang menemukanku dengan kaki lain. Dan pastinya, biarkan kering mengenang jejakmu tanpa terhapus oleh air sehingga dari itu aku akan bercermin dengan selalu tersenyum pelangi dan berbunga.
Hari ini mendung, aku dan Lina bosan duduk terus di kelas. Kami pun mencari udara sejuk di luar. Kami berjalan seolah ada benteng yang memisahkan dan menggunakan ruang kedap udara. Kami saling asyik dengan peran kita saat ini. Kami ingin mencari ritme lagu ketenangan jiwa yang kemarin direnggut oleh lagu metal menggangu jiwa. Akhirnya, kami sampai pada tujuan akhir yang beralaskan kayu sederhana dan tua yang terkena hujan. Di sana, kami menemukan ritme lagu yang hilang dibantu pohon-pohon yang menari mengundang bait-bait yang dulunya hilang.
“Ani, apa kamu pernah berpikir kalau hidup itu adil ?”.
“Kenapa kamu tanya seperti itu ?”.
“Kamu tahu aku mencintainya dan dia juga tahu. Tapi, kenapa pengorbanan panjangku selama ini berujung pada penolakan. Aku sudah membantu dia dengan kemampuanku, aku selalu perhatian dengan dia. Aku.....”.
“Shut... sudah. Hidup memang begitu. Kita tidak boleh memaksakan hati seseorang yang tidak cinta dengan kita. Cinta itu tidak bisa dipaksa Lin. Biarkan dia mengalir semau dia, ikhlaskan dia. Biarkan berlalu tanpa melupakannya. Karena aku tahu melupakan itu sakit. Jangan dipaksakan bila belum siap. Jika kamu bertemu dengan dia, mungkin dia menjadi maklum. Dan kamu harus membuktikan ke dia kalau kamu bisa move on. Oke.....”.
“Terima kasih Lin. Tapi.....”.
“Tapi apa ?. Kamu malu kalau bertemu dia karena sudah ditolak ?. Kenapa malu Lin, anggap saja kejadian tersebut sudah terhanyut oleh air pasang yang tak akan pernah kembali menghantam batu karang. Aku yakin kamu bisa. Percaya aku Lin.....”.
“Terima kasih Lin, kamu memang sahabatku” (kami pun berpelukan).
“An, kamu jadi melupakan Arkha ?”.
(Sejenak menghela nafas) “Iya Lin, aku sudah mulai melupakannya walaupun butuh waktu untuk melupakannya”.
“Dia tega ya An sama kamu. Dia sudah tahu kalau kamu pernah suka dengan dia walaupun kamu tidak bilang. Kenapa dia malah terang-terangan mesra dengan pacarnya, di depan kamu lagi. Aku malah curiga kalau dia masih mengharapkan kamu untuk mencintainya lagi”.
“Jangan berpikir seperti itu, tidak mungkin dia mengharapkanku”.
“Sabar An, kita sama-sama berjuang ya”.
“Iya”.
“Oh ya, sekarang waktunya Pak Rendy ayo masuk”.
Kami pun kembali ke kelas.
Hari-hari berlalu, minggu berlalu. Aku pun sudah terbiasa dengan pemandangan yang tak diharapkan. Tetapi, setelah aku pikir-pikir jika hati kita sudah menerima keadaan yang ada, maka perlahan-lahan rasa ini akan hilang dan akan digantikan oleh hati yang bersih tanpa menyisakan rasa sakit. Yang ada hanyalah kebahagiaan walaupun itu sementara.
Ujian akhir semester akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Aku aslinya belum siap mengikuti ujian karena aku saja sudah terkontaminasi oleh perasaan sehingga logika tidak ingin main lagi.
“Woi, melamun terus !”.
“Ega, kaget tahu !”.
Ega adalah cowok yang menyebalkan, sangat-sangat menyebalkan. Aku dan dia berbeda 180 derajat. Bayangkan, dia saja jurusannya “Fisika” dan aku “Sejarah”. Hal yang menyebalkan dari dia adalah terlalu fanatik dengan yang namanya jurusan “Fisika”. Jurusan lain dianggap tidak menarik, apalagi Sejarah yang katanya norak. Norak apanya coba ?, kalau menurutku sih masuk jurusan Sejarah kita bisa mengetahui peristiwa-peristiwa yang unik dan menarik. Daripada Fisika kehidupannya hanya berkutat pada eksperimen terus. Lama-lama jadi tua itu anak., seperti Bapak Profesor. Hahaha.....
“Kamu sedang memikirkan apa ?”.
“Sok tahu”.
“Hmmm... gara-gara masuk jurusan Sejarah bawaannya Baper (bawa perasaan) terus”.
“Masuk jurusan Sejarah itu tidak membuat orang selalu terbawa perasaan”.
“Makanya, kamu masuk jurusan Fisika seperti aku nih. Nantinya jadi orang anti-Baper (bawa perasaan)”.
“Kamu ya, percuma aku bilang sama kamu”.
Kalau menanggapi pendapat Ega, omongannya nanti bisa jadi rel kereta api yang tidak ada tempat perhentiannya. Jadi, kata kuncinya adalah diam biarkan anjing menggonggong.
            “An, kamu kok diam saja sih ?. Aku sedang bicara nih ?. An...”.
            “Aku duluan Ga. Aku lupa tadi aku ada urusan dengan anggota konsumsi yang lain”.
            Sampai di ruang rapat aku sudah disambut meriah oleh tugas sampingan yang bisa jadi akan menambah daftar tugas akhir.
            “An, tolong kerjakan tugas ini, tiga hari lagi aku lihat hasilnya”.
“Ya ampun kak, aku tidak bisa...”.
“Sudah kerjakan. Kita dikejar waktu An dan kamu tahu sendiri kalau acaranya kurang satu minggu lagi”.
“Aku tidak bisa mengumpulkan tiga hari lagi kak soalnya aku sendirian. Jadi, aku butuh teman, tolong carikan ya kak ?”.
“Aku sudah siapkan untuk kamu”.
“Siapa kak ?”.
“Ega”.
Oh my God !.
            “Are you crazy ?. Teman yang lain masa tidak ada ?”.
            “Iya, yang nganggur belum dapat kerja itu si Ega. Terserah kamu, kalau kamu tidak mau minta bantuan dia juga tidak apa-apa. Tapi ingat, tugas harus selesai dalam tiga hari mulai sekarang”.
Mendengar pernyataan kakak ketua pelaksana, Kak Alif aku langsung lemas seketika layaknya karang yang sudah rapuh masih diserbu oleh ombak-ombak jahat.
“Ini nomor Ega. Aku tahu kalau kamu dengan Ega tidak cocok. Tapi harus bagaimana lagi dia yang belum dapat kerjaan An”.
Tahu begitu, aku tidak ikut UKM. Sudah bertemu cowok bermulut seribu, berkepribadian pohon, ditambah terpilih jadi sie konsumsi acara pergelaran tari lagi. Gara-gara hal tersebut aku serasa pusing berlipat-lipat keliling.
Sekarang aku dalam puncak dilematis dimana aku minta bantuan Ega atau sendirian. Setelah merenung beberapa saat, aku akhirnya mengambil keputusan untuk bekerja sama dengannya. Aku bergegas berjalan menuju ruang UKM dan semoga saja ada Ega di sana. Keputusanku memang bisa dianggap masuk sarang burung yang banyak kotoran di sana dimana aku hanya bisa melihat tanpa berhak membersihkannya. Karena yang berhak adalah pembuat kotoran di dalam sarang burung tersebut.
“Ega mana kak ?”.
“Di ruang sebelah”.
Aku langsung ke sebelah.
            “Ega, kamu bantu aku ya buat anggaran dana acara kita”.
“Kenapa harus aku ?”.
“Soalnya kamu yang belum dapat pekerjaan. Kamu juga sudah disuruh sama kak Rifki, jadi kamu tidak bisa menolak”.
“Oke. Aku bantu apa ?”.
“Survei ke pasar harga barang-barang yang sudah aku data. Jadi besok tinggal masukkan harganya saja”.
“Bukannya itu tugasnya cewek kalau masalah belanja ?”.
“Iya, aku tahu Ga. Tapi aku besok ada urusan dan itu penting”.
“Sepenting apa sampai kamu meninggalkan tugas yang kurang dua hari. Aku tahu sifat kamu An”.
“Seberapa besar kamu tahu tentang aku ?.Apa aku dan kamu sudah kenal lama. Kamu saja selalu bertemu aku debat terus kok. Tidak mungkin aku dekat denganmu. Kita juga bertemu seperti ini kan karena sama-sama ikut UKM”.
Ega hanya terdiam tanpa berani melihatku. Ada yang aneh dari dia. Kenapa dia berkata seperti itu. Tiba-tiba tatapannya kosong seperti ada yang disembunyikan dari aku. Tapi apa ?. Aku penasaran.
(Aku duduk di sebelahnya) “Ega, kamu tidak punya rahasia tentang aku kan ?. Kenapa kamu tiba-tiba bersikap seperti ini ?. Ega, jawab aku jangan diam saja. Kamu tidak biasanya seperti ini. Tolong, beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi ?”.
“Tidak apa-apa”.
“Aku tidak percaya”.
“Besok jam 7 malam kamu aku tunggu di sini, aku mau nyetor harga barang-barang yang ada di pasar”.
“Oke”.
Ada yang aneh dari Ega, dia sepertinya merahasiakan sesuatu tentang aku dan aku yakin sekali akan hal itu. Matanya memancarkan seberkas cahaya redup yang lama-lama dilihat berisikan puing-puing reruntuhan bangunan yang tidak munkin bisa dibangun lagi. Dan tatapannya itu menandakan bahwa hatinya masih terisolasi oleh balutan-balutan lembut yang lama-kelamaan melepaskan diri karena tidak ada yang merawatnya.
“Ani, awas !”.
(Aku kaget dari lamunan dan tersadar aku sudah di jalan raya). Tiba-tiba gelap...
Aku berjalan menyusuri jalan lurus yang sangat indah, memakai baju putih dengan membawa bunga mawar. Aku duduk sejenak melihat pemandangan yang belum aku temukan di bumi. Dalam hati aku bertanya apakah aku di bumi sekarang ?. Andaikan bumi seperti ini pasti kehidupan akan lebih berwarna dimana langit dan bumi bisa bersatu karena kebahagiaan yang hakiki. Tiba-tiba terdengan suara sayup-sayup nan merdu. Sepertinya dia sedang merayu sang kekasih yang entah ke mana. Suara itu semakin dekat dan seketika hatiku ingin melarikan diri dan mencoba bersembunyi dari penglihatanku. Tiba-tiba aku menangis, entah kenapa. Apa karena lantunan kata-kata laki-laki tadi yang sedang merayu kekasihnya agar kembali. Jika iya, kenapa aku sekarang menangis dan ikut merasakan apa yang dia rasakan.
“Ani, jangan pergi dari sisiku. Aku selalu mencintaimu, aku selalu menjagamu dari kejauhan karena aku tahu aku tidak bisa memaksakan kehendak apa yang sudah terjadi. Aku takut aku belum bisa mewujudkan keinginanmu. Aku mau kamu bangun sekarang. Ani, kalau kamu mendengarkan aku, tolong bangun An, bangun...”.
Suara itu, sepertinya tidak asing. Siapa dia ?. Aku harus mencari jalan keluar. Aku berlari kesana kemari tetap sama jalannya lurus dan aku semakin kehilangan suaranya. Bagaimana ini ?.
“Ega, dia sudah bangun ?”.
“Belum kak”.
“Aku tahu perasaanmu. Tapi, kenapa kamu tidak bilang ke dia kalau kamu adalah pacar Ani ?”.
“Maaf kak, aku belum bisa bilang kalau dia pacarku karena kakak tahu sendiri kata dokter. Kita tidak bisa memaksakan ingatannya untuk pulih total. Dan jika dipaksakan pasti berakibat hilang ingatan total seumur hidup. Dan aku tidak ingin dia seperti itu, aku masih lega dia ingat keluarganya walaupun dia masih belum bisa mengingatku”.
“Aku salut sama kamu, kamu memang laki-laki Ga. Semoga Ani cepat bangun dari mimpi indahnya”.
“Iya kak, terima kasih”.
Tiba-tiba aku berada di tempat yang serasa tidak asing dilihat dan dirasakan. Dan sama seperti kemarin, aku belum tahu dimana ini. Matahari sedang marah dan tidak mau menampakkan dirinya yang berwarna oranye kecoklatan. Di kejauhan aku melihat laki-laki dan perempuan dimana laki-laki tersebut berlutut dan si perempuan ini terkejut dengan apa yang dilihatnya. Aku pun penasaran dengan apa yang akan laki-laki itu bicarakan dan aku mulai berjalan ke arah mereka. Kurang lima langkah lagi aku sampai dan berencana bersembunyi. Tapi, hal tersebut aku urungkan karena aku yang sekarang tidak bisa bergerak, rasanya kakiku mempunyai akar yang tertanam di tanah. Mataku seakan lepas dari jangkauan, dan aku kaget melihat aku sendiri di depan mataku. Apa yang sedang terjadi ?. Siapa aku, apa aku yang sekarang asli dan perempuan yang mirip denganku hanya bayangan. Dan laki-laki itu, siapa dia ?. Dia serasa tidak asing di penglihatanku dan perasaanku. Aku pun menghampiri keduanya.
“Hei kalian, siapa kalian sebenarnya ?. Dan siapa kamu, kenapa kamu mirip dengan aku ?. Apa kamu bayanganku, jawab siapa kamu sebenarnya. Kamu juga, siapa kamu ?. Kenapa kamu tidak asing di mataku heh ?”.
Bodohnya mereka tidak menjawabku, mereka tetap saling menatap dengan kasmaran dan penih cinta. Apa yang sebenarnya terjadi dengan aku. Kenapa bisa begini ?, aku tidak tahu apa-apa dan rasanya seperti sakit tidak mengetahui hal tersebut. Serasa dihantam ombak yang tak pernah habis-habisnya. Karang tetap mempertahankannya walaupun hal itu akan menghancurkannya.
(laki-laki itu tersipu malu saat mengatakan suatu hal) “Ani, aku tahu kalau aku adalah cowok yang bisa dibilang tidak mau kalah denganmu dan kamu tahu sendiri dibalik itu semua aku adalah cowok rapuh yang menginginkan perhatian. Dan itu dari kamu... Mungkin ini hal terbesar yang aku lakukan untuk orang yang aku cinta dan aku sayang. Hanya kamu yang aku mau untuk jadi kekasihku. Ani, apa kamu mau mencintaiku, orang yang fanatik dengan kesukaannya ?. Tapi tenang, aku akan meluangkan waktu lebih untuk kamu dan kamu tidak usah ragu untuk menerimaku apa adanya”.
(perempuan yang mirip denganku merasa terharu dan tertawa kecil mendengar pernyataan cinta laki-laki tersebut) “Jika yang kamu katakan benar, kalau begitu buktikan mulai dari sekarang agar aku percaya dan mau menerimamu sebagai kekasihku”.
“Iya, sebentar aku pikir”.
Perempuan itu tersenyum geli melihat laki-laki itu menjadi serius. Tidak sadar aku ikut tersenyum dan senang, sangat senang. Apa kejadian ini pernah aku alami di dunia nyata dan apakah laki-laki itu serasa sangat dekat denganku tapi siapa. Aku masih belum bisa mengingatnya. Cukup lama aku menunggu mereka karena aku tahu percuma bilang. Di tempat ini aku hanya sebagai bayangan yang tidak tahu dimana tubuhku sekarang. Karena laki-laki itu terlalu lama dalam diam, aku pun beranjak pergi sampai pada suatu bait yang menghentikanku.....
“Kamu adalah air yang mendidih dimana dari 00 C di kutub utara dan menjadi 1000 C di kutub selatan. Kamu pantas menjadi 1000 C dimana derajat yang kamu miliki sempurna tanpa tereaksi setengah-setengah. Kamu membuat air tadi menguap dan melakukan konvergen membuat semua merasakan efek fisikamu. Tapi, ada yang kurang lengkap dari kesempurnaanmu, itu aku “Angin”. Tanpa angin, derajat yang kamu miliki tidak akan sampai ke kutub selatan. Tanpa angin, reaksi fisika yang terkandung tidak akan menjadi rata dan tidak akan menguap dengan sempurna sehingga menimbulkan embun dingin terkena oleh angin sehingga menjadi divergen. Jadi, apakah kau mau bekerja sama dengan angin ?. Walaupun itu bisa membuat derajat yang kamu miliki turun, tetapi bolehkah angin mencoba berusaha untuk menjadi teman yang baik ?. Tolong jawab aku 1000 C”.
Aku terdiam membeku. Aku ingat dia, laki-laki itu. Dia adalah orang yang aku cinta dan aku sayangi. Aku langsung berbalik dan aku ingat, dia adalah Ega. Ya, aku ingat sekarang. Aku sudah menemukan puzzle yang aku cari selama ini. Teka-teki yang aku tanyakan dalam hati sudah terjawab dengan jelas dan hatiku langsung lega. Perempuan itu memang aku bukan hanya mirip tetapi memang aku. Aku ingat, di sana aku merasa malu akan pernyataannya yang konyol tapi romantis. Ternyata 1000 C yang dia cari adalah aku. Dan aku langsung menganggukkan diri. Tak lama kemudian, Ega memelukku dengan erat dan kami pun tertawa bahagia.
Sedikit demi sedikit mataku mulai membuka, melihat-lihat ke sekeliling sangat silau dan mataku menemukan suatu pemandangan yang menenangkan jiwa. Dia adalah Ega, orang yang selama ini tersakiti karena aku, aku yang hilang ingatan akhirnya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menjalin kisah cinta kita kembali di jalan yang terang. Aku tidak akan bosan dan benci dengan ocehannya dan aku akan terus melihatnya tanpa lelah, tanpa resah. Dia mulai bangun dari tidurnya.
“Ani, kamu masih belum bangun ya. Padahal aku tadi bermimpi kamu yang tersenyum kepadaku” (terdengar dia sedang senyum kecut dan beranjak pergi).
“Aku sudah bangun, Sayang”.
(berbalik) An, sayang ?. Kamu sudah ingat ?. Ya Tuhan terima kasih (tersenyum dan memeluk aku dengan sangat erat). THE END..... ^_^. 










Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH MASUKNYA AGAMA KONGHUCU DI INDONESIA

Kamu yang Kusayang

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI