TEORI KEBUDAYAAN DAN PERADABAN
Nama : Yuliarti Kurnia Pramai Selli
Kelas/Off : B
Prodi : S1 Pendidikan Sejarah
NIM : 140731606196
Makul : Sejarah Kebudayaan
SOAL !
1. Carilah
tentang teori kebudayaan dan teori peradaban !
2. Carilah
jurnal internasional yang membahas tentang teori kebudayaan dan teori peradaban
!
JAWABAN
:
1.
Teori
Kebudayaan dan Teori Peradaban
A.
Teori
Kebudayaan
Istilah “Kebudayaan” dan “Culture”
berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang
berarti “budi” atau “kekal”. Menurut Antropologi, Kebudayaan adalah seluruh
sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar
(Koentjaraningrat. 2003: 74).
Ada tiga pandangan tentang kebudayaan,
yaitu pandangan Superorganis, pandangan Kaum Konseptualis, dan pandangan Realis.
Kebudayaan adalah sebuah konsep dimana kebudayaan tersebut merupakan bangunan
dasar dari ilmu Antropologi. Kebudayaan merupakan entitas empiris karena konsep ini menunjukkan cara sebenarnya
fenomena-fenomena tertentu diorganisasikan (George F. Kneller. 1989: 182). Berikut
merupakan macam-macam teori kebudayaan menurut para ahli, yaitu :
1.
Pandangan Superorganis
Menurut pandangan ini, kebudayaan
adalah realitas super dan ada di atas dan di luar pendukung individualnya
sehingga kebudayaan punya hukum-hukumnya sendiri. Oleh karena itu harus
dijelaskan dengan hukumnya masing-masing walaupun benar bahwa faktor-faktor
tertentu adalah teknologi dan ekonomi. Kebudayaan secara ringkas lebih pada
hasil kekuatan-kekuatan sosial atau ekonomi dan kebudayaan tersebut merupakan
realitas yang menyebabkan dua kekuatan (sosial atau ekonomi) masih ada (Anonim.
2010, (Online)).
Menurut Emile Durkheim, kebudayaan
terdiri atas fakta-fakta sosial dan representasi kolektif (cara berpikir,
bertindak, dan merasa) yang bersifat independen dan berada di luar individu.
Cara-cara berperilaku ini memberikan sebuah beban kekuatan yang memaksa
terhadap individu berupa hukuman (baik secara legal maupun moral). Faktor-faktor
moral tidak dapat dijelaskan secara psikologis, tetapi hanya dengan menggunakan
fakta sosial yang lain (Jhon Dewey. 1998: 78).
Di antara para ahli Antropolog di
negara Inggris, pandangan Superorganis telah dipertahankan oleh B. Malinowski
dan A.L. Kroeber yang menemukan istilah “Superorganis” dan kemudian bergerak
lebih dekat ke posisi konseptualis. Sekarang yang menjadi eksponen utamanya
adalah L.A.White. Menurut pandangan ini, perilaku manusia ditentukan secara
budaya dimana kebudayaan mengontrol kehidupan anggotanya seperti halnya dengan sebuah
drama dalam mengontrol kata-kata dan perbuatan aktor. Menurut L.A. White, pada
hakikatnya individu merupakan sebuah organisasi kekuatan-kekuatan kebudayaan
dalam elemen-elemen yang menekan dari luar dan menemukan ekspresi nyata melalui
individu. Setiap orang dapat menguasai aspek-aspek tertentu dalam alam fisik hanya
karena dia ada di luarnya setelah memunculkan semacam kesatuan, yaitu
kebudayaan yang tidak lagi seluruhnya tunduk kepada hukum alam. Sehingga,
kebudayaan tidak bisa dikontrol oleh manusia karena manusianya sendiri merupakan
bagian dari kebudayaan (Soerjono Soekanto. 2009: 89).
2.
Pandangan Kaum
Konseptualis
Menurut pandangan ini, kebudayaan
adalah konsep atau konstruk dari seorang Antropolog. Apa yang diamati orang kebudayaan
tersebut tidak hanya seperti itu saja, tetapi banyak bentuk-bentuk perilaku
yang dipelajari dan dipakai bersama dengan barang-barang hasil produksi mereka
sehingga pikiran tentang kebudayaan diabstraksikan (Soerjono Soekanto. 2009: 90).
Kaum konseptualis berpendapat bahwa pada akhirnya semua kebudayaan harus diterangkan
secara sosial psikologis. Menurut R. Linton, “Kebudayaan hanya ada dalam pikiran
individu-individu yang membentuk suatu masyarakatkualitas tidaknya suatu
kebudayaan tergantung dari kepribadian masing-masing. Intinya, bukan kebudayaan
yang menyebabkan proses terjadinya budaya, tetapi orang-orang yang dipengaruhi
oleh pekerjaan orang-orang di masa lalu (Anonim. 2010, (Online)). Beberapa
orang seperti Herkovits menerangkan bahwa semua pola budaya akhirnya berbentuk
perilaku individu. Sedangkan Kroeber, seseorang pengikut yang berkeberatan
terhadap posisi konseptualis mempertahankan pola budaya dengan menggunakan pola
budaya lain.
3.
Pandangan Golongan Realis
David Bidney dan sejarawan Philip
Bagby mengatakan bahwa kebudayaan adalah sebuah konsep dan sebuah realitas.
Bagby membantah bahwa kebudayaan adalah sebuah abstraksi dalam artian bahwa
bukan kebudayaan itu sendiri dan tidak juga pola-pola yang membentukya dapat
diamati secara keseluruhan. Dalam arti lain, kebudayaan yang demikian adalah
nyata, karena walaupun kita tidak dapat mengamatinya secara penuh dan serentak
(Arif. 2008, (Online)). Bidney juga mengatakan bahwa sesungguhnya kebudayaan
merupakan sumber dari konsep kebudayaan yang diabstraksikan. Karena itu tidak
ada kebudayaan yang secara absolut valid, tetapi masing-masing mencerminkan
sebuah ide (Erzuhedi. 2008, (Online)).
Implikasi
Kebudayaan Terhadap Pendidikan
Berikut merupakan implikasi atau pelaksanaan
dari teori-teori kebudayaan terhadap pendidikan, yaitu :
1.
Pandangan Superorganis
Implikasi dari teori ini adalah pendidikan
merupakan sebuah proses melalui kebudayaan dimana mengontrol orang dan
membentuknya sesuai dengan tujuan kebudayaan. Menurut L.White Pendidikan
merupakan alat yang digunakan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sendiri
untuk mengejar tujuannya. Selama masa damai masyarakat dididik untuk damai. Tetapi
bila bangsa sedang berperang masyarakat mendidik anggotanya untuk perang. Jadi,
bukan masyarakat yang mengontrol kebudayaan melalui pendidikan tetapi pendidikan
baik informal maupun formal adalah proses yang membawa tiap-tiap generasi baru
ke bawah pengontrolan sistem budaya. Maksudnya adalah kebijakan pendidikan
ditentukan oleh individu-individu. Pandangan ini berimplikasi pada pengawasan
pendidikan yang ketat dari pemerintah untuk menjamin guru-guru dalam menanamkan
gagasan-gagasan, sikap-sikap, dan keterampilan-keterampilan yang perlu bagi
kelanjutan kebudayaan generasi muda (Anonim. 2010, (Online)).
2.
Pandangan Konseptualis
Teori ini berpendapat bahwa kebudayaan
sebagai kualitas perilaku manusia dan bukan entitas yang berdiri sendiri, para
pengikut konseptualis setuju dengan pandangan bahwa anak-anak harus mempelajari
warisan budaya sesuai dengan perhatiannya. Walaupun begitu para konseptualis
tidak menyokong pandangan golongan subjektivis bahwa anak-anak harus belajar
semata-mata jika semangat mendorongnya. Kebudayaan yang seperti itu mungkin
bukan merupakan realitas yang absolut, tetapi kebudayaan tersebut terdiri dari
banyak pola perilaku terhadap mana individu-individu menyesuaikan diri, sama
seperti orang lain. Pendidikan dapat menjadi alat dalam pembaruan sosial.
3.
Pandangan Golongan Realis
Pandangan ini terhadap pendidikan
lebih dekat dengan pandangan aliran-aliran pemikiran pendidikan yang terpercaya
kepada pemyesuaian anak-anak terhadap realita objektif (baik alamiah maupun
budaya) dengan menanamkan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan
tertentu yang telah dipilih oleh kebudayaan. Pandangan golongan ini lebih
berempati dibandingkan dengan kaum konseptualis dan kaum realis yang
menginginkan sistem pendidikan dengan melatih individu untuk menimbang dan
merubah kebudayaan mereka berdasarkan nilai-nilai dasar mereka (Erzuhedi. 2008,
(Online)).
Dalam hal ini, penulis lebih fokus
kepada teori kebudayaan milik Koentjaraningrat. Adapun empat wujud kebudayaan
menurut Koentjaraningrat, yaitu :
a. Kebudayaan
Fisik dimana semua benda hasil karya manusia tersebut bersifat konkret dan
dapat diraba serta difoto. Contohnya seperti kapal tangki, komputer, piring,
gelas, kaca, kancing baju, dan lain-lain.
b. Sistem
Sosial dimana semua gerak-gerik atau pola tingkah laku manusia yang dilakukan
setiap hari berdasarkan sistem.
c. Sistem
Budaya dimana kebudayaan dalam wujud ini bersifat abstrak, tidak dapat difoto,
dan tidak dapat difilm, dan hanya dapat diketahui serta dipahami (oleh
kebudayaan lain) setelah ia mempelajarinya dengan mendalam, baik melalui
wawancara yang intensif atau dengan membaca.
d. Nilai-Nilai
Budaya dimana nilai tersebut menentukan sifat dan corak dalam pikiran, cara
berpikir, serta, tingkah laku manusia suatu kebudayaan (Koentjaraningrat. 2003:
75).
Berikut
adalah unsur-unsur kebudayaan menurut C. Kluckhohn, yaitu :
1. Bahasa.
2. Sistem
Pengetahuan.
3. Organisasi
Sosial.
4. Sistem
Peralatan Hidup dan Teknologi.
5. Sistem
Mata Pencaharian Hidup.
6. Sistem
Religi.
7. Kesenian
(Koentjaraningrat. 2003: 80-81).
B.
Teori
Peradaban
Dalam
bahasa Inggris “peradaban” disebut dengan "civilization". Secara umum, Peradaban adalah suatu bagian
dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah, serta maju. Berikut beberapa
pendapat para ahli tentang pengertian peradaban, yaitu :
a. Albion
Small.
Peradaban
merupakan kemampuan manusia dalam mengendalikan dorongan dasar kemanusiaannya
untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Sementara itu, kebudayaan mengacu
pada kemampuan manusia dalam mengendalikan alam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sehingga, peradaban berhubungan dengan adanya suatu perbaikan yang bersifat
kualitatif yang menyangkut kondisi batin manusia, sedangkan kebudayaan mengacu
pada suatu yang bersifat material, faktual, relevan, dan konkret.
b. Bierens
De Hann
Peradaban
adalah keseluruhan kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan teknik. Jadi,
peradaban memiliki kegunaan praktis dalam hubungan masyarakat.
c. Arnold
Toynbee
Peradaban
adalah suatu kebudayaan yang sudah mencapai taraf perkembangan teknologi
tinggi. Pengertian lain menyebutkan bahwa peradaban merupakan kumpulan seluruh
hasil budidaya manusia yang mencakup kepada segala aspek kehidupan manusia,
baik fisik (misalnya bangunan, jalan) maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan,
seni budaya, dan iptek).
d. Huntington
Peradaban
adalah suatu identitas terluas dari budaya yang teridentifikasi melalui unsur-unsur
obyektif umum (seperti bahasa, agama, sejarah, institusi, kebiasaan, maupun identifikasi
diri yang subyektif). Dari definisi tersebut, masyarakat Amerika (khususnya
pada Amerika Serikat serta Eropa yang sejauh ini disatukan oleh adanya bahasa,
budaya, serta agama) yang dapat diklasifikasikan sebagai satu peradaban, yaitu
peradaban barat.
e. Oswald
Spengler
Peradaban
merupakan tingkat kebudayaan pada saat sudah mencapai taraf tinggi serta
kompleks. Spengler menggemukakan bahwa peradaban merupanka tingkat kebudayaan
ketika tidak lagi mempunyai aspek produktif, beku, serta mengkristal. Adapun
kebudayaan pada sesuatu yang hidup dan kreatif.
f.
Alfred Weber
Peradaban
adalah mengacu pada pengetahuan praktis, intelektual, sekumpulan cara yang
bersifat teknis yang difungsikan untuk mengendalikan alam. Kebudayaan tersebut
terdiri dari serangkaian nilai, prinsip, normatif, dan juga ide yang bersifat
unik. Aspek dari peradaban tersebut lebih bersifat kumulatif dan juga lebih
siap untuk disebarkan, lebih rentan terhadap suatu penilaian, serta lebih
berkembang dibandingkan dengan aspek kebudayaan. Peradaban bersifat impersonal
dan objektif, sedangkan kebudayaan bersifat sebaliknya, yaitu personal,
subjektif, dan unik.
Peradaban
mempunyai ciri-ciri /karakteristik yang berfungsi dalam memperjelas arti dari
peradaban dan juga berfungsi dalam membedakan peradaban dengan kebudayaan. Oleh
karena itu, ciri-ciri peradaban sangat membantu dalam membedakan antara
peradaban serta kebudayaan. Ciri-ciri umum suatu peradaban ialah sebagai
berikut :
a. Pembangunan
pada kota-kota baru dengan tata ruang yang lebih baik, indah, serta modern.
b. Sistem
pemerintahan yang baik dengan adanya hukum serta peraturan.
c. Berkembangnya
beragam ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju seperti astronomi,
bentuk tulisan, arsitektur, ilmu ukur, dan lain sebagainya.
d. Masyarakat
memiliki berbagai jenis pekerjaan, keahlian, dan strata sosial yang lebih
kompleks (Pendidikanku. 2015, (Online)).
Dari
penjelasan antara teori kebudayaan dengan teori peradaban di atas, kita dapat
menemukan perbedaan antara kedua teori tersebut, yaitu selain istilah
“kebudayaan” kita juga mengenal istilah “peradaban” dimana dipakai untuk
menyebut bagian-bagian serta unsur-unsur dari kebudayaan yang sifatnya halus,
maju, dan indah (misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun, serta
pergaulan, kepandaian menulis, organisasi bernegara, dan lain-lain). Istilah
“peradaban” sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang memiliki
sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, sistem
kenegaraan, serta masyarakat kota yang maju dan kompleks (Koentjaraningrat.
2003: 74).
Peradaban Indonesia di
Tengah Modernisasi dan Globalisasi
Modernisasi
adalah suatu proses transformasi yang mengubah bidang ekonomi dan politik.
Sedangkan menurut Cyril Edwin Black modernisasi adalah rangkaian perubahan cara
hidup manusia yang kompleks dan saling
berhubungan merupakan bagian pengalaman yang universal dan yang banyak
kesempatan merupakan harapan bagi kesejahteraan manusia. Manusia yang telah
mengalami modernisasi, terungkap pada sikap mentalnya yang maju, berfikir
rasional, berjiwa wiraswasta, berorientasi ke masa depan dan seterusnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan globalisasi, yaitu berasal dari kata global yang bermakna
universal. Secara umum globalisasi adalah peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antarbangsa manusia di seluruh dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi sehingga batasan
suatu negara rasanya tidak ada.
Dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang canggih, dunia rasanya menjadi
sempit, ruang dan waktu menjadi sangat relatif, dan dalam banyak hal
batas-batas negara sering menjadi kabur bahkan mulai relevan. Dinding pembatas
antar bangsa menjadi semakin terbuka bahkan mulai hanyut oleh arus perubahan.
Oleh karena itu, Indonesia menghadapi kewajiban ganda, yaitu di satu pihak
melestarikan warisan budaya bangsa dan di pihak lain membangun kebudayaan
nasional yang modern. Tujuan akhir dari kedua usaha atau kewajiban ini adalah
masyarakat modern yang tipikal Indonesia, masyarakat yang tidak hanya mampu
membangun dirinya sederajat dengan bangsa lain, tetapi juga tangguh menghadapi
tantangan kemerosotan mutu lingkungan hidup akibat arus ilmu dan teknologi
modern maupun menghadapi tren global yang membawa daya tarik kuat ke arah pola
hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa (Elly. M. Setiadi.
2012: 49).
Daftar Rujukan :
Anonim. 2010. Teori-Teori Kebudayaan, (Online), (http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2010/01/bab-2.html),
diakses tanggal 8 September 2016.
Arif. 2008. Teori Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Budaya, (Online), (http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008
/11/11/teori-kebudayaan-dan-ilmu-pengetahuan-budaya), diakses tanggal 8
September 2016.
Elly M. Setiadi. 2012. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana.
Erzuhedi. 2008. Kebudayaan dan Pendidikan, (Online), (http://erzuhedi.wordpress.com/),
diakses tanggal 8 September 2016.
George F. Kneller. 1989. Anthropologi Pendidikan Suatu Pengantar (Imran
Manan). Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti.
Jhon Dewey. 1998. Budaya dan Kebebasan (terjemahan). Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Koentjaraningrat.
2003. Pengantar Antropologi I.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pendidikanku. 2015. Pengertian Peradaban menurut Para Ahli dan
Ciri-Ciri Peradaban, (Online), (http://www.pendidikanku.org/2015/07/pengertian-peradaban-dan-ciri-ciri-peradaban.html),
diakses tanggal 8 September 2016.
Soerjono Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Press.
Komentar
Posting Komentar