PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DI INDONESIA
PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DI INDONESIA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Pancasila
yang dibina oleh Bapak Rintahani Johan
Pradana, S.Pd
Oleh :
Yuliarti Kurnia Pramai Selli
(140731606196)

UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
PRODI
S1 PENDIDIKAN SEJARAH
Februari
2015
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan
puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan tugas
matakuliah Pendidikan Pancasila dengan makalah yang berjudul “Pancasila sebagai
Sistem Filsafat di Indonesia”.
Penulis
mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Kepada Bapak Rintahani Johan Pradana, S.Pd selaku
pembimbing, yang senantiasa memberikan pengarahan kepada penulis dalam
penyelesaian tugas makalah ini. Tidak lupa kepada teman-teman yang telah
memberikan informasi dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang
dibuat masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat berguna
bagi penulis untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna untuk
menambah pengetahuan tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat.
Malang,
Februari 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan
Penulisan ............................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Filsafat ......................................................................................... 2
2.2 Pandangan Integralistik dalam
Filsafat Pancasila .......................................... 4
2.3 Bukti Pancasila sebagai Sistem Filsafat ......................................................... 7
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 10
3.2 Saran .............................................................................................................. 10
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Memahami
sistem filsafat sesungguhnya menelusuri dan mengkaji suatu pemikiran mendasar
dan tertua yang mengawali kebudayaan manusia. Suatu sistem filsafat, berkembang
berdasarkan ajaran seorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat. Sistem
filsafat sebagai suatu tata nilai segi/bidang kehidupan suatu
masyarakat/bangsa. Sistem filsafat amat ditentukan oleh potensi dan kondisi
masyarakat/bangsa itu, tegasnya oleh kerjasama faktor dalam dan faktor luar.
Faktor-faktor
ini sedemikian kompleks, diantaranya yang utama ialah sikap dan pandangan
hidup, cita karsa, dan kondisi alam lingkungan. Bagaimana bangsa itu berkembang,
ditentukan oleh cita-karsa dan kondisi alamnya. Sebaliknya, walaupun
cita-karsanya tinggi dan kuat bila kondisi alamnya tidak menunjang, bangsa itu
tumbuhnya tidak subur (tidak jaya). (Darmodiharjo, Darji & Yuwono, Sutopo. 1993. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Laboratorium
Pancasila IKIP Malang). Oleh karena itu, dalam pembahasan ini, saya akan
menjelaskan lebih lanjut tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat di Indonesia.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian dari filsafat itu
sendiri ?
2. Bagaimana pandangan integralistik
dalam filsafat Pancasila ?
3. Bagaimana dengan bukti bahwa
Pancasila sebagai sistem filsafat ?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari Filsafat.
2. Menjelaskan pandangan integralistik
dalam filsafat Pancasila.
3. Menganalisa bukti Pancasila sebagai
sistem filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
Secara
etimologi “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, yaitu Phile yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Dr. I.R.J Gred dalam buku Elementa Philosophiae merumuskan
filsafat sebagai “ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip yang
diketahui dengan kekuatan budi kodrati dengan mencari sebab musababnya yang
terdalam”.
Objek
material filsafat adalah seluruh realitas, sedangkan objek material ilmu
pengetahuan lainnya senantiasa khusus dan terbatas. Ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya senantiasa menyelediki bagaimana struktur objeknya, sedangkan filsafat
selalu mencari sebab-sebabnya yang terdalam, mencari hakikat realita. Jadi,
apabila berfilsafat selalu berusaha untuk berpikir meendasar dan mendalam,
berfikir radikal, dengan mencari akar yang terdalam bukan berdasarkan agama,
sebab agama berdasarkan wahyu ilahi, melainkan dengan menggunakan kekuataan
budi kodrati manusia sendiri (Gunawan Setiardjo, 1999:4).
(Bunut, Tanjung, Haris. 2011, (Online),
http://tanjungbunut.blogspot.com/2011/05/memahami-pancasila-sebagai-sistem.html).
2.1.1 Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pancasila
sebagai sistem filsafat atau sebagai dasar negara kita merupakan sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa indonesia dapat mempersatukan kita, serta memberi petunjuk dalam
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat kita
yang beraneka ragam sifatnya. Filsafat Pancasila adalah filsafat yang mempunyai
obyek Pancasila, yaitu obyek Pancasila yang benar dan sah sebagaimana tercantum
di dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.
2.1.2 Inti sila-sila Pancasila meliputi:
1. Tuhan, yaitu sebagai kausa
prima.
2. Manusia, yaitu makhluk
individu dan makhluk sosial.
3. Satu, yaitu kesatuan
memiliki kepribadian sendiri.
4. Rakyat, yaitu unsur mutlak
negara, harus bekerja sama dan gotong royong.
5. Adil, yaitu memberi
keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
2.1.3
Karakteristik Filsafat Pancasila :
1.
Hierarkhis Piramidal, artinya
saling menjiwai antar sila (sila yang satu menjiwai sila yang lainnya, demikian
pula sebaliknya).
Contoh :
a. Sila ke 1 menjiwai sila 2-5.
b. Sila ke 2 menjiwai sila ke 3-5 dan dijiwai sila ke 1.
c. Sila ke 3 menjiwai sila ke 4-5 dan dijiwai sila ke 1-2.
d. Sila ke 4 menjiwai sila ke 5 dan dijiwai sila ke 1-3.
e. Sila ke 5 dijiwai sila ke1-4
Jadi, dalam kehidupan sehari-hari
pengamalan Pancasila harus dilaksanakan secara satu
kesatuan yang bulat dan utuh (totalitas), tidak boleh
dilaksanakan secara terpisah-pisah.
1.
Monotheis Religius.
Artinya, negara
yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Kehidupan beragama di Indonesia
merupakan bagian dari “urusan” pemerintah, yang harus diwujudkan serta dijaga keharmonisasiannya
dalam masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk (beraneka ragam) ini.
2.
Monodualis dan Monopluralis.
Monodualis, erat
kaitannya dengan hakekat manusia sebagai makhluk
dwi tunggal artinya manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai
makhluk sosial. Monopluralis, dimana “mono” (satu) diartikan sebagai bangsa
Indonesia sedangkan “pluralis” diartikan sebagai sifat masyarakat Indonesia yang majemuk (beranekaragam)
dalam hal agama, suku bangsa, bahasa daerah, adat istiadat dan kebudayaan.
Agar terjadi harmonisasi dalam segala aspek kehidupan, maka konsep persatuan dan kesatuan harus
senantiasa didiutamakan.
2.1.4 Fungsi Filsafat Pancasila
Memberi
jawaban atas pertanyaan yang bersifat fundamental/mendasar dalam kehidupan
bernegara, misalnya : susunan politik, sistem politik, bentuk negara, susunan
perekonomian dan dasar-dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini harus dapat
dikembangkan oleh filsafat.
Mencari kebenaran yang bersifat substansi tentang
hakikat negara, ide, negara atau tujuan negara. (Kelima sila pancasila
merupakan kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan. Berusaha menempatkan dan
menjadi bernegara, sehingga fungsi filsafat akan terlihat jelas jika negara
tersebut sudah terbentuk keteraturan kehidupan bernegara. (Sumber : Putri,
Intan. 2013, (Online), http://primerdansekunder.blogspot.com/2013/11/contoh-makalah-pkn-pancasila-sebagai.html).
2.2 Pandangan Integralistik dalam Filsafat
Pancasila
Makna istilah
integralistik, berasal dari kata integral sama dengan kebulatan, keutuhan,
berarti pula kesatuan, keseluruhan, berarti sebagai kekeluargaan. Dengan
demikian, warga atau anggota kesatuan keluarga itu sejajar dalam kebersamaan,
tiap warga mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama di dalam demi
kebersamaan, kesatuan, dan kekeluargaan itu.
Nilai filsafat Pancasila pada
dasarnya mengandung asas integralistik atau kekeluargaan, terutama asas bahwa
bangsa Indonesia adalah satu keluarga bangsa Indonesia, dalam satu susunan
(rumah tangga) negara kesatuan yang dilandasi asas/paham persatuan. Nilai
Pancasila secara filosofis memancarkan ajaran bahwa Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Pencipta, dan Maha Pengayom semesta dengan sifatnya Maha Pengasih, Maha Bijaksana
: alam semesta dan isinya dalam kesatuan harmonis demi kesejahteraan semua
makhluk terutama umat manusia sebagai makhluk utama. (Sumber : Darmodiharjo,
Darji & Yuwono, Sutopo. 1993. Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Laboratoriom Pancasila IKIP Malang).
Secara
hakiki, susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan badan; sifat kodratnya
adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dan kedudukan kodratnya
adalah sebagai makhluk Tuhan dan makhluk yang berdiri sendiri (otonom). Aspek-aspek
hakikat kodrat manusia itu dalam realitasnya saling berhubungan erat, saling
berkaitan, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain, bahkan saling
mengandaikan. Jadi, bersifat monopluralis pula. Dan hakikat kodrat manusia yang
monopluralis itulah yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan sila-sila
Pancasila yang merupakan dasar filsafat negara Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh yang
bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup bersama bangsa Indonesia yang
bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia itu terdiri
dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan agama yang berbeda.
Perbedaan itu merupakan hal yang wajar, seperti halnya bahwa manusia yang satu
itu berbeda dari manusia yang lain.
Namun, bila ditinjau lebih mendalam, di
antara perbedaan yang ada sebenarnya juga terdapat kesamaan. Manusia yang
berbeda satu dengan lainnya, secara hakiki memiliki kesamaan kodrat sebagai
manusia. Begitu pula dengan bangsa Indonesia. Secara hakiki, bangsa Indonesia
yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga memiliki kesamaan. Bangsa Indonesia
berasal dari keturunan nenek moyang yang sama jadi dapat dikatakan memiliki
kesatuan darah.
Mereka tinggal di suatu tempat tinggal
(wilayah) yang sama jadi memiliki kesatuan tanah air atau tanah tumpah darah
dan dari tanah tumpah darah yang sama, bangsa. Indonesia memperoleh sumber
kehidupan dalam kehidupan bersama. Dapat diungkapkan pula bahwa bangsa
Indonesia yang memiliki perbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan nasib
kehidupan. Secara bersama bangsa Indonesia pernah dijajah, berjuang melawan
penjajahan, merdeka dari penjajahan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa
setelah merdeka, bangsa Indonesia mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus
kepentingannya sendiri dalam bentuk negara yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan makmur. Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah yang
rnenumbuhkan niat, kehendak (karsa) untuk selalu menuju kepada persatuan dan
kesatuan bangsa atau yang lebih dikenal dengan wawasan “Bhinneka
Tunggal Ika”.
Pancasila yang bulat dan utuh memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa
Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keserasian dan keseimbangan, baik
dalam hidup manusia pribadi, dalam hubungan manusia dengan orang lain atau
dengan masyarakat, dalam hubungan antarbangsa, dalam hubungan manusia dengan
alam lingkungan, serta dalam hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, maupun dalam
mengejar kemajuan lahiriah dan rohaniah. Pandangan yang demikian
dikenal dengan pandangan yang bersifat holistik atau integralistik.
Oleh
karena itu, pada saat mendirikan negara Indonesia, para pendiri negara sepakat
untuk mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan
corak masyarakat Indonesia, yaitu negara yang berdasarkan aliran pikiran
negara (staatsidee) negara yang integralistik negara yang
bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan dalam bidang
apapun. Negara tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat
(golongan politik atau ekonomi yang paling kuat), akan tetapi mengatasi segala
golongan dan segala paham perseorangan, mempersatukan diri dengan segala
lapisan rakyat seluruhnya.
Negara
integralistik tidak berarti bahwa negara dalam hal ini tidak memperhatikan
adanya golongan atau perseorangan atau adanya golongan-golongan dalam
masyarakat yang nyata, akan tetapi setiap warga pribadi dan segala golongan
sadar akan kedudukannya sebagai bagian organik dari negara seluruhnya, serta
wajib meneguhkan persatuan dan harmoni antara bagian-bagian itu.
Jadi,
negara sebagai suatu susunan dari seluruh masyarakat, di mana segala golongan,
segala bagian dan seluruh anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya dan
merupakan persatuan dan kesatuan yang organis. Kepentingan individu dan
kepentingan bersama harus diserasikan dan diseimbangkan antara satu dengan
lainnya. Hidup kenegaraan diatur Undang-Undang Dasar 1945, maka hakekat
pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia. Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional maka
wawasannya adalah Wawasan Nusantara yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan
politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
(Pengetahuan, Dunia. 2013, (Online), http://duniapengetahuan2627.blogspot.com/2013/02/pandangan-integralistik-dalam-filsafat.html).
2.3 Bukti Pancasila sebagai Sistem Filsafat.
Ada yang menyatakan, bahwa Pancasila itu merupakan
filsafat karena telah memenuhi segala persyaratan sebagai suatu filsafat. Dan
ada pula yang meragukannya dengan menyatakan bahwa Pancasila adalah hanya
merupakan lima kalimat yang baik dan lepas tidak ada hubungan satu dengan yang
lain.
Menurut Prof. Dr. Arifin Abdurachman, Pancasila telah
memenuhi syarat untuk disebut sebagai filsafat, yaitu dengan telah menjawab 3
(tiga) pertanyaan sebagai berikut :
a.
Apa sebab musababnya (purwa) dari adanya Pancasila ?
Sebab musababnya ada Pancasila adalah karena adanya
kegiatan pemikiran manusia pada suatu waktu untuk mempersatukan bangsa dalam
membicarakan persoalan-persoalan yang menjadi dasar negara.
b.
Apa hakekat (madya) Pancasila ?
Hakekat dari Pancasila ialah sila-sila dari Pancasila
yang satu sama lain berhubung-hubungan dan tidak dapat dipisahkan.
c.
Apa tujuan akhir (wusana) dari Pancasila ?
Tujuan terakhir dari Pancasila adalah kebahagiaan
hidup lahiriah dan batiniah, yaitu kebahagiaan lahir kecukupan kebutuhan
material dan kebahagiaan batin cukup dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
spiritual.
Saya ambil
contoh dari pendapat Prof. Dr. Drs. Notonagoro, SH. Dalam penelitian secara
ilmiah sejak tahun 1951 menyatakan bahwa : “suatu dasar filsafat negara harus
merupakan satu kesatuan keseluruhan, boleh terdiri atas beberapa bagian (sila)
akan tetapi bagian itu harus tidak saling bertentangan. Tiap bagian atau sila
merupakan bagian yang mutlak dalam arti bahwa jika dihilangkan satu bagian
(sila) saja, maka hilanglah juga keseluruhannya (Pancasila).
Sebaliknya
sebagian sila yang terlepas dari keseluruhan (Pancasila), maka bagian Pancasila
tersebut kehilangan kedudukan dan fungsinya. Sifat kesatuan keseluruhan dari
Pancasila adalah bersifat organis, oleh karena itu tidak satu silapun boleh
ditiadakan/dilupakan meskipun hanya dalam angan-angan, apalagi perbuatan”.
Dapat
disimpulkan bahwa Pancasila adalah merupakan filsafat negara atau menurut Prof.
Notonagoro merupakan “Dasar Falsafah Negara”, yaitu rumusan sila-sila dari
Pancasila sebagai kesatuan keseluruhan dalam hubungannya yang hierarkis dan
mempunyai bentuk piramid sebagai
berikut :
a.
Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha
Esa, adalah meliputi dan menjiwai sila-sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.
Sila Kedua : Kemanusiaan yang adil
dan beradab, adalah meliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c.
Sila Ketiga : Persatuan Indonesia,
diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
d.
Sila Keempat : Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, diliputi
dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
e.
Sila Kelima : Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
Dengan bukti-bukti tersebut di atas, maka Filsafat Pancasila
yang merupakan kesatuan keseluruhan, dimana tiap-tiap sila mengandung sila-sila
lainnya adalah memenuhi syarat sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia. Atau dengan kata lain filsafat Pancasila adalah filsafat
Integralistik, karena setiap silanya tidak terlepas dari sila-sila lainnya
secara bulat dan utuh. Kalau dilihat nilai-nilai dari Pancasila, maka Pancasila
dapat dinamakan sebagai filsafat yang didalamnya terdapat pandangan
integralistik.
Menurut ajaran integralistik, negara ialah suatu
susunan masyarakat integral, semua golongan, seluruh bagian dan setiap
anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat
yang organis. Yang terpenting adalah dalam negara yang berdasarkan aliran
pikiran integral ialah kehidupan bangsa seluruhnya. Sehingga, negara tidak
memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat, atau paling besar, tetapi
juga tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, melainkan menjamin
keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai
persatuan, bukan hanya untuk kepentingan seseorang atau golongan. Sehingga,
Pancasila dapat dinamakan filsafat yang menganut pandangan integralistik.
(Sumber : Koesdiyo, Poerwanto, R. 2007. Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta: Graha Ilmu).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila
merupakan filsafat karena telah memenuhi segala persyaratan sebagai suatu
filsafat. Selain itu, Filsafat Pancasila adalah filsafat yang objeknya
Pancasila atau Ilmu Pengetahuan yang mempelajari Pancasila dari sudut pandang
filsafat. (Sumber : Koesdiyo, Poerwanto, R. 2007. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Graha Ilmu).
3.2 Saran
Untuk bisa memahami materi tentang
Pancasila sebagai Sistem Filsafat di Indonesia, perlu dibaca dan mengerti
maksud atau penjelasan dari materi tersebut. Oleh karena itu, pembaca
diharapkan bisa memahami dan mengambil nilai-nilai penting dalam Pancasila.
DAFTAR
RUJUKAN
1.
Bunut, Tanjung, Haris. 2011. Memahami Pancasila sebagai Sistem Filsafat,
(Online), (http://tanjungbunut.blogspot.com/2011/05/memahami-pancasila-sebagai-sistem.html), diakses 12 Februari 2015.
2.
Darmodiharjo, Darji
& Yuwono, Sutopo. 1993. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
Malang: Laboratorium Pancasila IKIP Malang.
3.
Koesdiyo, Poerwanto, R. 2007. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
4.
Pengetahuan, Dunia. 2013. Contoh Artikel Berita, (Online), (http://duniapengetahuan2627.blogspot.com/2013/02/pandangan-integralistik-dalam-filsafat.html), diakses 12 Februari 2015.
5.
Putri, Intan. 2013. Contoh Makalah PKN - Pancasila sebagai
Sistem Filsafat, (Online), (http://primerdansekunder.blogspot.com/2013/11/contoh-makalah-pkn-pancasila-sebagai.html), diakses 10 Februari
2015.
Komentar
Posting Komentar