SEJARAH BRUNEI
DARUSSALAM: SETELAH KEMERDEKAAN DAN HUBUNGAN-HUBUNGAN DENGAN NEGARA ASEAN
Oleh:
Martyn
Dirgantara (140731604820), Yuliarti Kurnia Pramai Selli (140731606196), Sayyidul Mala Muzaki (14073160xxxx)
Universitas
Negeri Malang
Jln. Semarang 5 Malang
Astrak:
Brunei Darussalam
adalah sebuah negara kecil yang terletak di Benua Asia atau lebih tepatnya di
bagian Asia Tenggara. Brunei memiliki populasi penduduk sebesar lebih kurang
400.000 ribu. Negara ini menganut system pemerintahan monarki yang di perintah
oleh Sultan Hassanal Bolkiah. Menjadi negara
yang merdeka dengan status negara persemakmuran Inggris di tahun 1984. Merdeka
dan segera menetapkan diri sebagai anggota ASEAN pada 7 Januari 1984 untuk
meningkatkan hubungan antara negara sekitar Asia Tenggara
Kata Kunci: Brunei, Hubungan, Asean, Negara
Saat Dinasti Sung digantikan oleh Dinasti
Ming yang berkuasa di Cina antara tahun 1368-1643 M, penyebutan Pu-ni mulai
bergeser menjadi Brunei (Catatan Berita Cina). Penyebutan "Brunei"
menjadi nama baru dalam catatan Cina yang diindikasikan karena pengaruh dari
perpindahan Kerajaan Brunei Tua ke Kota Batu. Catatan Berita Cina dari Dinasti
Ming mengatakan di tahun 1397 M, beberapa utusan telah datang ke Cina.
Utusan-utusan tersebut berasal dari Annam, Siam, Jawa, Liu-Kiu, San-bo-tsai,
Bruni (Brunei), Pahang, Sumatera, dan negeri lain. Berdasarkan catatan dari ini
dapat diinterpretasikan bahwa perpindahan Kerajaan Brunei Tua ke Kota Batu
berlangsung sebelum tahun 1397 M. Sumber lain yaitu dari Kerajaan Majapahit (Kitab
Negarakertagama karya Mpu Prapanca) di tahun 1365 M mengatakan bahwa Pu-ni atau
Brunei merupakan daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Disebutkan dalam
Negarakertagama pupuh 14, Kerajaan Majapahit menguasai daerah-daerah
mancanegara seperti Sedu (Sarawak), Barune (Brunei), Saludung {Manila), Solot
(Sulu), Trengganu, Johor, Tumasik {Singapura), dan lain-lain.
Setiap tahun Kerajaan Brunei mengirimkan
upeti ke Jawa antara lain dalam bentuk kapur barus dan air pinang muda. Satu
catatan tersendiri adalah sebelum Kerajaan Brunei Tua pindah ke Kota Batu, pada
tahun 1362 M Awang Alak Betatar naik tahta. Tahun 1364 M ketika Patih Gadjah
Mada mangkat, Kerajaan Brunei Tua merasa memiliki kesempatan untuk melepaskan
diri dari pengaruh Kerajaan Majapahit. Akhinya pada tahun 1365 M, Kerajaan
Brunei Tua memproklamirkan diri sebagai kerajaan yang merdeka,
(Kerajaannusantara. 2012, (Online))
Brunei Darussalam saat ini adalah sebuah
negara kecil yang terletak di Benua Asia atau lebih tepatnya di bagian Asia
Tenggara. Brunei memiliki populasi penduduk sebesar lebih kurang 400.000 ribu.
Negara ini menganut system pemerintahan monarki yang di perintah oleh Sultan
Hassanal Bolkiah. Sultan berperan sebagai kepala negara, Perdana Menteri,
Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan (US-ASEAN Business Council). Brunei
merupakan negara kecil yang dikelilingi oleh negara berukuran besar seperti
Malaysia, Indonesia dan Filipina. Brunei memiliki berbagai etnis dengan etnis
Melayu sebagai etnis mayoritas yaitu mencakup 66,3 persen populasi dan cina
sebanyak 11 persen dan sisanya adalah india dan etnis-etnis pribumi Brunei.
Meskipun Brunei adalah sebuah negara kecil
namun ia merupakan sebuah negara yang kaya. Brunei tergantung pada industri
minyak dan gas alam. Brunei adalah antara eksportir minyak dan gas terpenting
ke beberapa negara seperti jepang dan negara-negara ASEAN. Sejak menjadi
anggota ASEAN, Brunei telah memainkan peran yang aktif dalam organisasi
tersebut. Bahkan Brunei juga memiliki hubungan yang erat dengan negara-negara
di luar wilayah. Kini pada 2013, Brunei telah diberi mandat untuk menjadi ketua
ASEAN.
Tuanku Abdul Rahman pernah dalam satu
pidatonya pada 27 Mei 1961, menyatakan keinginannya untuk membentuk gagasan
negara Malaya yang terdiri dari Federasi Malaya, Singapura, Brunei, Sarawak dan
Sabah. Hasrat ini diusulkan dengan tujuan untuk membatasi pengaruh komunis,
menyeimbangkan jumlah penduduk, meningkatkan kemajuan ekonomi setempat, dan
mempercepat proses kemerdekaan Singapura, Brunei, Sarawak dan Sabah. Meskipun
mendapat tentangan keras dari Sukarno yang memicu Konfrontasi
Indonesia-Malaysia, saran ini disambut baik oleh Singapura, namun Brunei
menolak bergabung karena kepentingan tersendiri. Sarawak dan Sabah awalnya
menolak usulan tersebut, tetapi akhirnya setuju setelah diberikan jaminan
pemerintahan sendiri.
PEMBAHASAN
Brunei Darussalam memperoleh kemerdekaan
pada tahun 1984 dari Pemerintah Inggris, lantas menempatkan negara Brunei
sebagai salah satu dari anggota Negara-Negara Persemakmuran, seiring dengan
Malaysia dan Singapura yang mengundurkan diri dari pemerintahan Malaysia.
Diberkahi dengan limpahan hasil alam bumi, Brunei mempertahankan pemerintahan
monarki, berpusat hukum Inggris dengan pelaksanaan hukum syariah, berteraskan
agama Islam.
Sebagai anggota ke-49 negara-negara
Persemakmuran, segera setelah memperoleh kemerdekaan pada 1 Januari 1984,
Brunei bergabung ASEAN pada 7 Januari 1984 untuk meningkatkan hubungan antara
Negara sekitar Asia Tenggara khususnya, sebagai anggota resmi yang ke-6. Pada
KTT ASEAN ke-7 di Brunei Darussalam pada 5 November 2001, para pemimpin ASEAN
memberikan mandat untuk memulai negosiasi MRA guna memfasilitasi pergerakan
penyedia jasa profesional di kawasan ASEAN, lalu menjadi ketua ASEAN pada tahun
2013.
Tidak hanya itu, Keanggotaan Negara Brunei
sejak kemerdekaan di dalam Organisasi Negara-Negara Bersatu (UN), Organisasi
Kerjasama Islam (OKI), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan sebagainya
memungkinkan Brunei dikenal di seluruh dunia. Kebijakan Luar Brunei Darussalam
kementerian Luar Negara Brunei Darussalam didirikan setelah Brunei memperoleh
kemerdekaan. Berdirinya Kementerian Luar bertitik tolak dari Departemen
Diplomatik yang didirikan pada awal tahun 1979. Kementerian Luar ini berfungsi
sebagai satu departemen untuk menangani urusan luar Negara Brunei. . Namun
begitu, pada 1 Agustus 2005, Departemen Luar dikombinasikan dengan Departemen
Hubungan Internasional dan Perdagangan dan tetap sampai sekarang dan dikenal
sebagai Departemen Luar dan Perdagangan (MOFAT). Kebijakan luar Negara Brunei
yang ditunjang oleh MOFAT memfokuskan pada keamanan Negara yang dapat dicapai
melalui legitimasi internasional.
Sebagai Negara tetangga yang paling dekat
dan berbagi perbatasan dan wilayah di Kepulauan Borneo, hubungan di antara
Brunei dan Malaysia dapat dikatakan tidak memiliki banyak masalah karena kedua
Negara bertoleransi. Selain persamaan ras Melayu sebagai bangsa mayoritas dan
Islam sebagai agama resmi, tidak banyak pertelagahan yang dapat dilihat,
melainkan isu Limbang dan perebutan sumur-sumur minyak di lautan. Limbang pada
awalnya merupakan satu daerah di bawah administrasi Sarawak pada tahun 1890.
Menurut catatan, sebanyak lima kesepakatan tentang hak Limbang telah
ditandatangan sejak tahun 1920 dan isu Limbang dikatakan selesai pada tahun
2009.
Posisi geografis Limbang membagi Brunei
kepada dua bagian, dan Limbang menjadi salah satu jalan keluar masuk antara
Brunei-Sarawak. Ekonomi daerah Limbang memfokuskan kepada penebangan di samping
sektor pertanian dan pariwisata. Dilaporkan isu Limbang telah selesai pada
tahun 2009 dengan kedua Negara sepakat menandatangani perjanjian dimana daerah
Limbang tetap di bawah administrasi Sarawak. Hal ini membuktikan bahwa
toleransi di antara kedua negara dapat menghindari perebutan wilayah kekuasaan.
Tragisnya, pernyataan yang dibuat oleh Menteri Luar dan Perdagangan Brunei
menyatakan bahwa kesepakatan dibuat menimbulkan kontroversi dan terpercaya
sejak itu tidak ada pernyataan lebih lanjut yang dikemukakan oleh kedua negara
untuk meredakan situasi. Namun begitu, hal ini tidak mempengaruhi hubungan
kedua negara secara umum-nya.
Kebijakan Luar Brunei Darussalam Sebagai
dua negara yang kecil yang dipisahkan oleh Malaysia, Brunei dan Singapura
menjalin hubungan istimewa, berbeda dengan hubungan Brunei-Malaysia. Selain
hubungan perdagangan yang luas, kedua negara bekerjasama dalam latihan militer.
Hubungan kedua negara terlihat begitu dekat ketika kedua negara setuju nilai
mata uang disamakan dan dapat digunakan di kedua negara. Kedua Dolar Brunei dan
Dolar Singapura memiliki nilai yang setara. Selain itu, kedua negara telah
membuat persetujuan menyingkirkan pajak berganda, yang menjadi patokan bagi
hubungan perdagangan dan investasi bilateral yang lebih erat.(Thalib
Naimah:2002)
Satu tahun terakhir ini hubungan bilateral
RI - Brunei Darussalam terus mengalami peningkatan yang Dilandasi semangat
persahabatan yang sangat baik. Menteri Luar Negeri RI telah melakukan kunjungan
ke Brunei Darussalam pada tanggal 22-23 November 2009. Dari pihak Brunei
Darussalam, Sultan Haji Hassanal Bolkiah selalu menghadiri Bali Democracy Forum
(BDF) sejak penyelenggaraan pertama tahun 2008 hingga yang ketiga yang
berlangsung tanggal 9-10 Desember 2010. Kedekatan hubungan bilateral RI-Brunei
Darussalam tercermin jelas dengan kesediaan Brunei Darussalam memenuhi
permintaan Indonesia untuk saling bertukar giliran menjadi Ketua ASEAN. Pemerintah
Indonesia sangat menghargai sikap bersahabat yang ditunjukkan pihak Brunei
Darussalam.
Kedekatan dan hubungan bersahabat tersebut
merupakan dasar yang kokoh bagi pengembangan hubungan bilateral kedua negara di
berbagai bidang termasuk di bidang ekonomi, perdagangan, investasi dan
penempatan tenaga kerja. Volume
Perdagangan kedua negara cenderung mengalami peningkatan. Pada akhir
tahun 2009, jumlah produk Indonesia yang diperdagangkan di Brunei Darussalam
telah mencapai 1000 jenis, meningkat dari tahun 2007, yakni lebih dari 600
jenis. Untuk meningkatkan perdagangan bilateral kedua negara, KBRI Bandar Seri
Begawan secara reguler mengadakan Indonesian Product Expo (IPE). IPE ke-3 telah
dilaksanakan pada bulan Juni 2010. KBRI Bandar Seri Begawan adalah salah satu
dari 24 Perwakilan RI di luar negeri yang memiliki Citizen Services. Pada tahun 2010, jumlah WNI tercatat sebanyak
51,605 orang. Keberadaan para WNI yang sebagian besar merupakan TKI tersebut
diakui Sultan Brunei Darussalam, Sultan Haji Hassanal Bolkiah, telah memberikan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional Brunei Darussalam. Dari sekitar
539 kasus ketenagakerjaan, 465 diantaranya telah berhasil diselesaikan
masalahnya oleh KBRI Bandar Seri Begawan pada November 2010, (kemlu.go.id : 2010).
Hubungan erat di antara Negara Asia
Tenggara yang lain terlihat signifikan di antara Brunei dan Filipina. Kedua
Negara pernah menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang bertujuan untuk
memperkuat hubungan kerjasama bilateral di antara kedua Negara di dalam sektor
pertanian dan investasi. Melalui memorandum tersebut, kedua negara sepakat
untuk bekerja dari aspek teknologi dan bioteknologi pertanian di samping
menciptakan jaringan industri makanan halal.
Melihat dua contoh Negara tetangga Brunei
ini, kita dapat simpulkan bahwa Brunei adalah satu Negara kecil yang takut
kepada ancaman luar dan karena itu, ia memperluas dan mempereratkan hubungan
mereka dengan kekuatan lokal yang lain untuk menyingkirkan ancaman-ancaman yang
dapat ada. Sebagai sebuah Negara kecil, Brunei menggunakan strategi berlindung
di atas nama-nama internasional bagi mencapai kehendak mereka yang tersendiri.
Malaysia tidak dilihat sebagai ancaman, tetapi lebih ke teman sekampung, di
mana tidak banyak perjanjian atau kesepahaman terkait perdagangan disepakati.
Jika dibuat referensi kembali, keanggotaan Brunei di dalam Malaysia, jika
Brunei menanggapi rekomendasi Tuanku Abdul Rahman untuk membentuk Malaysia,
semua kepentingan dan hak-hak hasil alam bumi tidak dapat sepenuhnya kepada
pemerintah Brunei hari ini. Ketergantungan Brunei terhadap kekuatan luar
terlihat ketika bekerjasama dengan Singapura dan kontribusi pemerintah Brunei
itu sendiri dalam beberapa isu-isu internasional, menunjukkan bahwa Brunei
Darussalam, sebuah Negara kecil yang kaya, takut kepada ancaman luar, Kebijakan
Luar Brunei Darussalam mendorong mereka memperkuat jaringan hubungan luar, yang
tidak terbatas pada ASEAN saja
Saat Brunei memasuki abad ke-21 dan
menjadi matang sebagai sebuah negara, banyak orang di Brunei mengharapkan
terlembaganya kembali pemilihan umum dan kesempatan untuk berpartisipasi di
dalam pemerintah. Tetapi, serangkaian amandemen konstitusional yang diumumkan
pada 2004 justru memberi sang sultan kekuasaan yang jauh lebih besar. Meskipun
Dewan Legislatif dengan keanggotaan yang sebagian didasarkan atas pemilihan
difungsikan kembali pada 2004, keseluruhan anggotanya dipilih oleh sultan dan
anggota-anggotanya meliputi sang sultan sendiri, saudara laki-laki sang sultan,
pangeran Mohamed Bolkiah, putra mahkota, menteri- menteri kabinet, tokoh-tokoh
penting masyarakat dan perwakilan-perwakilan dari berbagai daerah (Mohd Yusop,
104:2004).
Kabinet yang difungsikan kembali ini
diberi tugas untuk mengesahkan amandemen konstitusional tahun 2004 yang
mencakup peraturan baru yang disusun sedemikian rupa untuk menjadi landasan
bagi sultan sebagai penguasa mutlak. Amandemen baru ini mengklarifikasi
kekuasaan sang sultan, memberinya otoritas luar biasa dan menempatkan dirinya
di atas hukum, baik dalam kapasitas resmi maupun personal.
Berdasarkan konstitusi tahun 1959, Dewan
penasehat memiliki fungsi pengawasan dan setiap hukum harus mendapat
persetujuan Dewan penasehat sebelum disahkan. Tetapi, amandemen tahun 2004
meniadakan kondisi ini, dan dengan demikian membuat Dewan Legislatif secara
efektif menjadi lembaga pemberi stempel cap tanpa arti. Dalam amandemen
konstitusional yang baru ini, posisi dari Dewan Legislatif menjadi semakin
lemah. Walaupun ada kemungkinan diselenggarakannya pemilihan, Dewan penasehat
hanya terdiri dari anggota-anggota terpilih yang bertemu setiap tahun pada
bulan Maret untuk berdiskusi tentang anggaran dan masalah-masalah yang
berkaitan dengan pemerintahan yang menjadi perhatian publik.
Pemilihan langsung anggota Dewan
Legislatif sepertinya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Tey berpendapat
bahwa amandemen konstitusi tahun 2004 telah membuat sang sultan menjadi fondasi
dari sistem hukum di Brunei.20 Horton menyatakan bahwa amandemen konstitusional
pada tahun 2004 mengindikasikan suatu hasrat untuk membungkus kesultanan dalam
suatu bentuk demokrasi liberal tanpa benar-benar menjadi suatu demokrasi
liberal.
Setelah memperoleh kemerdekaan, sultan
mempromosikan ideologi Melayu Islam Beraja (MIB) dengan tujuan untuk
meningkatkan kesetiaan rakyat terhadap negara. Salah seorang pendukung setia
MIB, Pehin Hj Abdul Aziz Umar, seorang mantan menteri pendidikan, menjelaskan
bahwa sistem pemerintahan yang telah dipraktikan oleh kesultanan selama lebih
dari 600 tahun itu unik dalam konteks dunia Melayu, dan kekuasaan sultan adalah
mutlak. MIB juga digambarkan sebagai alternatif yang lebih sesuai dengan
kondisi Brunei dibanding konsep demokrasi negara Barat, karena ideologi ini
menekankan pada hubungan yang istimewa dan intim antara sang sultan dan
rakyatnya. Sang sultan menyatakan bahwa ideologi tersebut adalah kemauan Tuhan,
tapi sangat menggoda untuk berargumen bahwa sebenarnya penerapan ideologi
tersebut adalah upaya dengan niat terselubung untuk mensosialisasikan
masyarakat Brunei agar menerima norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan
dengan kesultanan absolut.
Sistem kesultanan Brunei bersifat
patrialistik dan pribadi. sultan digambarkan sebagai simbol negara dan subyek
dari kesetiaan warga. Sang sultan memiliki minat yang sangat dalam dalam hal
masalah publik, dan ia mengunjungi distrik-distrik jarak jauh untuk memonitor
perkembangan dari proyek-proyek pembangunan. Sang sultan melakukan rotasi
tempat ia beribadah shalat Jumat di mesjid-mesjid di seluruh Brunei untuk
menunjukkan hubungannya yang dekat dengan Tuhan dan komitmennya yang kuat
terhadap Islam. Tetapi, sebagai akibatnya, sang sultan juga harus menjadi
pribadi tanpa cela karena ia dipandang tidak hanya sebagai seorang pemimpin
politik tapi sebagai seseorang yang tanpa cela dan tanpa tandingan. Pemerintahan
yang baik dan bersih juga diharapkan dari anggota keluarga kerajaan yang lain.
Publik menunjukkan ketertarikan terhadap persoalan hukum yang melibatkan
saudara laki-laki termuda sang sultan dan mantan perdana menteri, pangeran
Jefri, yang dituduh menggelapkan uang negara sebesar 15 juta dolar pada akhir
tahun 1990-an. Untuk mempertahankan legitimasi kesultanan, sang sultan dengan
segera menyatakan ketidaksetujuannya terhadap tindakan adiknya dan telah
berupaya untuk memperoleh kembali aset-aset negara melalui prosedur hukum,
meskipun upaya tersebut menghabiskan banyak biaya.
Sebagai sebuah negara neo-tradisional,
Brunei telah menunjukkan bahwa ia mampu untuk mengatasi kebutuhan modern dari
warganya sekaligus menyediakan keamanan dan stabilitas. Tetapi, pada abad
ke-21, saat Brunei menjadi matang sebagai suatu negara, hambatan-hambatan dan
rintangan-rintangan dalam mengatur suatu negara modern menjadi nyata. Sang
sultan menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan negara untuk menyediakan layanan
sosial dan kebutuhan publik senantiasa berada dalam tekanan seiring kenaikan
harga barang-barang. Sampai pada saat ini, Brunei masih bergantung pada minyak
dan gas sebagai sumber pemasukan negara dan upaya untuk meragamkan ekonomi
belum memberikan hasil yang diharapkan. Negara juga sangat rentan terhadap
fluktuasi harga dan produksi minyak dan gas. Tantangan bagi kesultanan Brunei
pada saat ini adalah bagaimana caranya negara bisa menjamin akan selalu mampu
untuk memenuhi tuntutan publik dalam negeri akan keperluan umum dan standar
kehidupan yang tinggi. Sultan harus berhati-hati dalam menjamin bahwa pendukung
pemerintahannya, baik itu kaum elit anggota keluarga raja, atau kelas menengah
dengan status sosial yang beranjak naik, untuk terus mendukung pemerintahan
yang ia pimpin. Dengan absennya partisipasi politik, sang sultan juga harus
berusaha keras untuk memikat lebih banyak orang-orang desa dan perkotaan dan
terus berupaya membuat mereka percaya bahwa ia menjalankan pemerintahan dengan
baik (Thalib Naimah:2002).
Hubungan Diplomatik Negara Brunei
Darussalam dengan Negara-Negara Lainnya.
Berikut
adalah penjelasan hubungan diplomatik antara Brunei Darusalam dengan
negara-negara ASEAN lainnya, yaitu :
1. Indonesia.
Awal
mula dibukanya hubungan diplomatik dengan negara Indonesia ditandai dengan
adanya kunjungan secara tidak resmi tahun 1981 antara Pejabat Tinggi dua negara
tersebut dimana menjelang kemerdekaan negara Brunei Darussalam tahun 1984,
Sultan Hassanal Bolkiah berkunjung ke Indonesia. Begitu sebaliknya, pada tahun
1982 Menteri Luar Negeri RI Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH juga melakukan
kunjungan ke Brunei Darussalam. Dengan adanya kunjungan tersebut, pemerintah RI
memberikan amanat kepada seorang Pejabat Senior Departemen Luar Negeri, yaitu
Muharam Soemadipradja sebagai penghubung (LO) selama periode bulan Oktober
sampai bulan Desember 1983. Dan barulah hubungan diplomatik secara resmi dibuka
pada tanggal 01 Januari 1984 dimana kedua negara tersebut saling menempatkan
wakilnya di masing-masing ibukota di Tingkat Kedutaan Besar. Perwakilan Duta
Besar RI yang pertama saat itu adalah Dubes Zuwir Djamal yang ditempatkan di
Bandar Seri Begawan dan pada tanggal 13 Februari 1984 menyerahkan surat-surat
kepercayaan kepada Sultan Hassanal Bolkiah. Sedangkan, perwakilan Duta Besar
Brunei Darussalam yang pertama adalah Pg. Jaludin bin Pg. Mohammad Limbang yang
bertempat di Jakarta dan menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Presiden
Soeharto pada bulan dan tahun yang sama (Portal Nasional RI. 2009, (Online)).
Hubungan
diplomatik tersebut terus berlanjut seiring dengan berlangsungnya kunjungan
baik dari para pejabat negara, pengusaha, rakyat, dan kedua negara tersebut.
Salah satu bentuknya adalah pada bulan Februari 2006, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berkunjung ke Brunei Darussalam dan pada tanggal 09-11 November 2008
Sultan Brunei Darussalam berkunjung ke Indonesia. Hubungan diplomatik lebih
diperdalam lagi melalui Komisi Bersama Tingkat Menlu yang dibentuk pada bulan
November 1999 yang bertujuan untuk menggali potensi kerja sama kedua negara
tersebut. Pertemuan Komisi Bersama dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Juli
2003 dan pertemuan kedua (terakhir) dilaksanakan di Bandar Seri Begawan pada
tanggal 18 Agustus 2006. Sehingga, dari dua pertemuan tersebut kedua negara
sepakat untuk meningkatkan kerja sama di berbagai aspek antara lain
perdagangan, kebudayaan, pertahanan, kesehatan, penerangan, ketenagakerjaan,
serta mendorong peningkatan hubungan antarswasta dan masyarakat dari dua negara
tersebut. Pada tanggal 24 Maret 2009 telah diresmikan BRUDIFA (Brunei
Darussalam-Indonesia Friendship Association) yang bertempat di Brunei
Darussalam. Bisa dikatakan bahwa BRUDIFA ini menjadi sarana second-track
diplomacy antara Indonesia dan Brunei Darussalam yang bertujuan agar lebih
mempererat hubungan dan meningkatkan kerja sama dua negara tersebut di bidang
ekonomi, perdagangan, pariwisata sosial, pendidikan, dan kebudayaan.
Kedua
negara tersebut juga menyepakati upaya bersama dalam meningkatkan kerja sama
baik secara bilateral, regional, maupun internasional dimana kesepakatan
tersebut dihasilkan dalam pertemuan ke-2 Tingkat Menlu Komisi Bersama Kerjasama
Bilateral RI-Brunei Darussalam di Nusa Dua, Bali pada hari Rabu, 18 Juli 2011
dimana pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri RI, yaitu Marty M.
Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Brunei, yaitu H.R.H Prince Mohamed Bolkiah
mengambil keputusan untuk melakukan kerja sama dalam aspek perdagangan,
pertanian, dan tenaga kerja. Dalam bidang perdagangan, kedua negara akan mendorong
institusi terkait masing-masing dalam membentuk Pokja (Kelompok Kerja)
Perdagangan dan Investasi. Di bidang pertanian, kedua negara tersebut
menyetujui pembentukan Komite Bersama untuk mengimplementasikan MoU tentang
kerja sama dalam hal pengembangan pupuk organik lahan gambut dan Indonesia
mengirimkan tenaga ahlinya ke Brunei Darussalam sebagai bagian dari program
pelatihan pertanian.
Kedua
negara tersebut juga ingin mempercepat penyelesaian kesepakatan kerja sama
dalam hal kelautan, perikanan, dan kesehatan. Dalam aspek kehutanan, Indonesia
akan mengirimkan tenaga ahli pengelolaan hutan dan Brunei Darussalam ingin
melakukan investasi penggergajian kayu. Dalam bidang tenaga kerja, kedua negara
tersebut akan memperkuat upaya perlindungan TKI yang bekerja di Brunei. Dari
kerja sama di atas, Menteri Luar Negeri RI dan Brunei juga membahas masalah
regional maupun internasional dimana membahas tentang upaya pencapaian
Komunitas ASEAN 2015, KTT Asia Timur, aplikasi Timor Leste untuk masuk menjadi
anggota ASEAN, dan masalah Laut Cina Selatan. Pada kerja sama internasional,
kedua negara tersebut (Menlu) menyetujui dan saling mendukung dalam hal
pencalonan di berbagai organisasi internasional. Akhirnya, di akhir pertemuan
kedua negara yang diwakili oleh masing-masing Menlu menandatangani “Agreed
Minutes”, Persetujuan Notifikasi Konsuler dan Bantuan Konsuler, dan MoU
Pendidikan dan Pelatihan Diplomat.
Dari
pertemuan dan kesepakatan kerja sama antara dua negara tersebut, dapat
dikatakan bahwa hubungan bilateral antara Indonesia dengan Brunei Darussalam
berkembang dengan baik, solid, dan kuat. Dan kedua negara tersebut juga akan
terus berupaya untuk lebih meningkatkan dan memperluas kerja sama yang telah
dijalin serta menjajagi potensi kerja sama ke depan. Dari pertemuan tersebut,
akan diadakan pertemuan kembali yang bertempat di Brunei Darussalam dimana
waktu akan ditetapkan secara bersama kemudian (Deplu RI. 2011, (Online)).
2. Laos.
Hubungan
diplomatik pada Bulan Juli 1993 membubuhkan rasa persahabatan dan kerja sama
antara dua negara tersebut, yaitu Brunei Darussalam dengan Republik Demokratik
Rakyat Laos. Peningkatan hubungan tersebut juga ditandai dengan mengirimkan
Duta Besar ke ibukota negara Brunei Darussalam dan Laos pada tahun 1997.
Semenjak itu, Laos sangat mengagumi evolusi pembangunan yang dirasakan oleh
Negara Brunei Darussalam sejak kemerdekaannya (31 tahun yang lalu) yang hal
tersebut dinyatakan oleh Duta Republik Rakyat Laos ke Brunei Darussalam. TYT
Amphay Kindavong mengatakan bahwa Laos sangat menghargai hubungan persahabatan
dan kerja sama di antara Brunei Darussalam dengan Laos. Beliau juga menambah
pernyataan bahwa Laos juga menghargai peranan aktif dan menghargai bantuan dari
Brunei Darussalam kepada negara mereka dalam penyelarasan serta peranan di
dalam organisasi ASEAN, ARF, ASEM, dan PBB (Sim, Y. H. 2015, (Online)).
3. Singapura.
Kunjungan
Presiden Singapura, yaitu Dr. Tony Tan Keng Yam bukan saja dapat memperbarui
dan mengukuhkan persahabatan secara pribadi, tetapi juga dapat mempererat lagi
hubungan negara Brunei Darussalam dan Republik Singapura yang sudah lama
terjalin dalam berbagai hal. Kedua negara tersebut mempunyai hubungan yang
istimewa sejak zaman Al-Marhum Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddien Sa’adul Khairi
Waddien dan Tuan Yang Terutama Dato Laila Utama Lee Kuan Yew. Kedua pemimpin
tersebut menjadi asas bagi hubungan baik yang dilanjutkan oleh generasi
pemimpin selanjutnya. Adanya perjanjian Kesalingbolehtukaran Matawang antara
kedua negara tersebut dilaksanakan sejak tahun 1967. Pada bulan Juni 2007,
Kebawah Duli Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah
Mu’izzadin Waddaulah ibni Al-Marhum Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddien Sa’adul
Khairi Waddien, Sultan dan Yang Di-Pertuan Brunei Darussalam dan Perdana
Menteri Republik Singapura, Lee Hsien Loog menyambut ulang tahun perjanjian
tersebut dan bersama-sama memperingati peristiwa tersebut di Bandar Seri
Begawan.
Sejak
tahun 1984, negara Brunei Darussalam dengan Republik Singapura telah menjalin
hubungan diplomatik secara resmi. Hubungan kedua negara tersebut diperluas lagi
dalam hal pertahanan, kesehatan, pendidikan, perdagangan, dan perniagaan. Sejak
tahun 1976, kerja sama dalam hal pertahanan dimana selama hampir 30 tahum
ahli-ahli Angkatan Bersenjata Republik Singapura termasuk juga dengan mereka
yang menjalani program Perdamaian Dunia sudah melakukan latihan di hutan
Temburong. Kedua negara tersebut juga mengemas dengan melakukan Perjanjian
Persefahaman (MoU) dalam hal kesehatan. Taman Nasional Singapura juga bekerja
sama dengan Jabatan Perhutanan dalam kajian botani biodiversiti Brunei dan
warisan semula jadi. Kerja sama tersebut mewujudkan kesadaran ekosistem semula
jadi.
Pengetahuan
saintifik ini diharapkan dapat meningkatkan biodiversiti dan dasar pemulihan di
seluruh dunia dan perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh pegawai
masing-masing kedua negara. Universiti Brunei Darussalam sedang bekerja sama
dengan Mercy Relief Singapura dalam rangka meningkatkan usaha-usaha kemanusiaan
di ASEAN dimana nantinya menonjolkan lagi hubungan kedua negara tersebut.
Republik Singapura sangat menghargai dan berharap terus melakukan kerja sama
dengan negara Brunei Darussalam (Haji Fatimah & Haji Md. Noor. 2014,
(Online)).
Dari
penjelasan di atas, penulis mencoba menjelaskan salah satu hubungan negara
Brunei Darussalam dengan negara lain selain negara-negara ASEAN, yaitu negara
Cina. Kita ketahui bahwa pada tanggal 30 September 1991 Brunei Darussalam
secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Dalam waktu 15
tahun, hubungan kedua negara tersebut berjalan lancar dimana perdagangan
bilateral tumbuh dengan pesat, kunjungan timbal balik sering kali diadakan, dan
kedua negara tersebut melakukan kerja sama dalam hal regional maupun
internasional. Brunei Darussalam juga masih mengingat secara mendalam atas
perlakuan Tiongkok dimana pada tahun 1997 telah terjadi Krisis Moneter Asia
dimana membawa dampak yang sangat serius di wilayah ASEAN termasuk Brunei
Darussalam. Dan pertolongan Tiongkok saat itu membawa kesan yang sangat mendalam
bagi Lim Jock Seng.
Negara
Brunei Darussalam merupakan negara yang relatif kaya di antara 10 negara ASEAN
dimana Produk Domestik Bruto (GDP) perkapita Brunei berada di barisan depan
Asia setelah Jepang dan Singapura. Pada tahun 2006, kerja sama antara Tiongkok
dan Brunei di bidang ekonomi dan perdagangan meningkat terus dan hal tersebut
sudah diprediksi oleh Lim Jock Seng. Selain itu juga, Brunei Darussalam adalah
salah satu penghasil minyak bumi dan gas alam utama di dunia dan sekarang,
Perusahaan Minyak Bumi Laut Tiongkok (CNOOC) telah mendapat izin untuk
memberikan pelayanan kepada perusahaan minyak bumi setempat di bidang
eksploitasi minyak dan gas, penambangan dan teknologi rekayasa. Dirjen Bagian
Eksploitasi Luar Negeri CNOOC yakin mengenai prospek kerja antara kedua pihak
(Brunei Darussalam dan Tiongkok). Mengetahui hal tersebut, pemerintah Brunei
Darussalam telah menunjuk lembaga investasi terkait dalam melakukan inspeksi
terhadap bidang-bidang investasi yang potensial di Tiongkok dan pemerintah Brunei
Darussalam juga aktif mendorong perusahaan swasta untuk menanamkan modalnya ke
Tiongkok (CRI (China Radio International. 2006, (Online)).
DAFTAR
RUJUKAN
Kerajaannusantara. 2012. Sejarah Kesultanan Brunei Darussalam,
(Online), (http://www.kerajaannusantara.com/id/brunei-darussalam/sejarah),
diakses tanggal 05 Maret 2016.
Mohd Yusop, H. Damit. 2004. Brunei Darussalam: Steady Ahead, Southeast
Asian Affairs 2004, Singapore: ISEAS.
Talib, Naimah S. 2002. A Resilient Monarchy: The Sultanate of
Brunei and Regime Legitimacy in an Era of Democratic Nation-states. New Zealand
Journal of Asian Studies, vol.4, no.2, hal. 134-147.
Kemlu.go.id. 2010. The Third Indonesian Product Expo 2010:The Showcase of Indonesian
Products in Brunei Darussalam, (Online), (http://www.kemlu.go.id/en/berita/berita-perwakilan/Pages/The-Third-Indonesian-Product-Expo-2010-The-Showcase-of-Indonesian-Products-in-Brunei-Darussalam.aspx),
diakses tanggal 05 Maret 2016.
Portal
Nasional RI. 2009. Sejarah Hubungan
Diplomatik, (Online), (http://www.indonesia.go.id/en/embassies-and-consulates-general/embassies/brunei-darussalam/2525-berita/8528-sejarah-hubungan-diplomatik-),
diakses tanggal 05 Maret 2016.
Deplu
RI. 2011. RI-Brunei Tingkatkan Kerjasama
Perdagangan, Pertanian, dan Tenaga Kerja, (Online), (http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=5419&type=15#.VtqDouzvPGg),
diakses tanggal 05 Maret 2016.
Sim,
Y. H. 2015. Brunei, Laos Perkukuh
Hubungan Diplomatik, (Online), (http://mediapermata.com.bn/index.php/2015/12/brunei-laos-perkukuh-hubungan-diplomatik/),
diakses tanggal 05 Maret 2016.
Haji
Fatimah & Haji Md. Noor. 2014. Brunei-Singapura
punyai Hubungan Istimewa, (Online), (http://www.pelitabrunei.gov.bn/rencana/item/3338-brunei-singapura-punyai-hubungan-istimewa),
diakses tanggal 05 Maret 2016.
CRI
(China Radio International. 2006. Tiongkok
dan Brunei: Contoh Kerja Sama Antar Negara, (Online), (http://indonesian.cri.cn/1/2006/10/18/1@51922.htm),
diakses tanggal 05 Maret 2016.
Komentar
Posting Komentar