SEJARAH BRUNEI DARUSSALAM: SETELAH KEMERDEKAAN DAN HUBUNGAN-HUBUNGAN DENGAN NEGARA ASEAN


Oleh:
Martyn Dirgantara (140731604820), Yuliarti Kurnia Pramai Selli (140731606196), Sayyidul Mala Muzaki (14073160xxxx)
Universitas Negeri Malang
Jln. Semarang 5 Malang

Astrak: Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Benua Asia atau lebih tepatnya di bagian Asia Tenggara. Brunei memiliki populasi penduduk sebesar lebih kurang 400.000 ribu. Negara ini menganut system pemerintahan monarki yang di perintah oleh Sultan Hassanal Bolkiah. Menjadi negara yang merdeka dengan status negara persemakmuran Inggris di tahun 1984. Merdeka dan segera menetapkan diri sebagai anggota ASEAN pada 7 Januari 1984 untuk meningkatkan hubungan antara negara sekitar Asia Tenggara

Kata Kunci: Brunei, Hubungan, Asean, Negara

Saat Dinasti Sung digantikan oleh Dinasti Ming yang berkuasa di Cina antara tahun 1368-1643 M, penyebutan Pu-ni mulai bergeser menjadi Brunei (Catatan Berita Cina). Penyebutan "Brunei" menjadi nama baru dalam catatan Cina yang diindikasikan karena pengaruh dari perpindahan Kerajaan Brunei Tua ke Kota Batu. Catatan Berita Cina dari Dinasti Ming mengatakan di tahun 1397 M, beberapa utusan telah datang ke Cina. Utusan-utusan tersebut berasal dari Annam, Siam, Jawa, Liu-Kiu, San-bo-tsai, Bruni (Brunei), Pahang, Sumatera, dan negeri lain. Berdasarkan catatan dari ini dapat diinterpretasikan bahwa perpindahan Kerajaan Brunei Tua ke Kota Batu berlangsung sebelum tahun 1397 M. Sumber lain yaitu dari Kerajaan Majapahit (Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca) di tahun 1365 M mengatakan bahwa Pu-ni atau Brunei merupakan daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Disebutkan dalam Negarakertagama pupuh 14, Kerajaan Majapahit menguasai daerah-daerah mancanegara seperti Sedu (Sarawak), Barune (Brunei), Saludung {Manila), Solot (Sulu), Trengganu, Johor, Tumasik {Singapura), dan lain-lain.
Setiap tahun Kerajaan Brunei mengirimkan upeti ke Jawa antara lain dalam bentuk kapur barus dan air pinang muda. Satu catatan tersendiri adalah sebelum Kerajaan Brunei Tua pindah ke Kota Batu, pada tahun 1362 M Awang Alak Betatar naik tahta. Tahun 1364 M ketika Patih Gadjah Mada mangkat, Kerajaan Brunei Tua merasa memiliki kesempatan untuk melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Majapahit. Akhinya pada tahun 1365 M, Kerajaan Brunei Tua memproklamirkan diri sebagai kerajaan yang merdeka, (Kerajaannusantara. 2012, (Online))
Brunei Darussalam saat ini adalah sebuah negara kecil yang terletak di Benua Asia atau lebih tepatnya di bagian Asia Tenggara. Brunei memiliki populasi penduduk sebesar lebih kurang 400.000 ribu. Negara ini menganut system pemerintahan monarki yang di perintah oleh Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan berperan sebagai kepala negara, Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan (US-ASEAN Business Council). Brunei merupakan negara kecil yang dikelilingi oleh negara berukuran besar seperti Malaysia, Indonesia dan Filipina. Brunei memiliki berbagai etnis dengan etnis Melayu sebagai etnis mayoritas yaitu mencakup 66,3 persen populasi dan cina sebanyak 11 persen dan sisanya adalah india dan etnis-etnis pribumi Brunei.
Meskipun Brunei adalah sebuah negara kecil namun ia merupakan sebuah negara yang kaya. Brunei tergantung pada industri minyak dan gas alam. Brunei adalah antara eksportir minyak dan gas terpenting ke beberapa negara seperti jepang dan negara-negara ASEAN. Sejak menjadi anggota ASEAN, Brunei telah memainkan peran yang aktif dalam organisasi tersebut. Bahkan Brunei juga memiliki hubungan yang erat dengan negara-negara di luar wilayah. Kini pada 2013, Brunei telah diberi mandat untuk menjadi ketua ASEAN.
Tuanku Abdul Rahman pernah dalam satu pidatonya pada 27 Mei 1961, menyatakan keinginannya untuk membentuk gagasan negara Malaya yang terdiri dari Federasi Malaya, Singapura, Brunei, Sarawak dan Sabah. Hasrat ini diusulkan dengan tujuan untuk membatasi pengaruh komunis, menyeimbangkan jumlah penduduk, meningkatkan kemajuan ekonomi setempat, dan mempercepat proses kemerdekaan Singapura, Brunei, Sarawak dan Sabah. Meskipun mendapat tentangan keras dari Sukarno yang memicu Konfrontasi Indonesia-Malaysia, saran ini disambut baik oleh Singapura, namun Brunei menolak bergabung karena kepentingan tersendiri. Sarawak dan Sabah awalnya menolak usulan tersebut, tetapi akhirnya setuju setelah diberikan jaminan pemerintahan sendiri.

PEMBAHASAN
Brunei Darussalam memperoleh kemerdekaan pada tahun 1984 dari Pemerintah Inggris, lantas menempatkan negara Brunei sebagai salah satu dari anggota Negara-Negara Persemakmuran, seiring dengan Malaysia dan Singapura yang mengundurkan diri dari pemerintahan Malaysia. Diberkahi dengan limpahan hasil alam bumi, Brunei mempertahankan pemerintahan monarki, berpusat hukum Inggris dengan pelaksanaan hukum syariah, berteraskan agama Islam.
Sebagai anggota ke-49 negara-negara Persemakmuran, segera setelah memperoleh kemerdekaan pada 1 Januari 1984, Brunei bergabung ASEAN pada 7 Januari 1984 untuk meningkatkan hubungan antara Negara sekitar Asia Tenggara khususnya, sebagai anggota resmi yang ke-6. Pada KTT ASEAN ke-7 di Brunei Darussalam pada 5 November 2001, para pemimpin ASEAN memberikan mandat untuk memulai negosiasi MRA guna memfasilitasi pergerakan penyedia jasa profesional di kawasan ASEAN, lalu menjadi ketua ASEAN pada tahun 2013.
Tidak hanya itu, Keanggotaan Negara Brunei sejak kemerdekaan di dalam Organisasi Negara-Negara Bersatu (UN), Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan sebagainya memungkinkan Brunei dikenal di seluruh dunia. Kebijakan Luar Brunei Darussalam kementerian Luar Negara Brunei Darussalam didirikan setelah Brunei memperoleh kemerdekaan. Berdirinya Kementerian Luar bertitik tolak dari Departemen Diplomatik yang didirikan pada awal tahun 1979. Kementerian Luar ini berfungsi sebagai satu departemen untuk menangani urusan luar Negara Brunei. . Namun begitu, pada 1 Agustus 2005, Departemen Luar dikombinasikan dengan Departemen Hubungan Internasional dan Perdagangan dan tetap sampai sekarang dan dikenal sebagai Departemen Luar dan Perdagangan (MOFAT). Kebijakan luar Negara Brunei yang ditunjang oleh MOFAT memfokuskan pada keamanan Negara yang dapat dicapai melalui legitimasi internasional.
Sebagai Negara tetangga yang paling dekat dan berbagi perbatasan dan wilayah di Kepulauan Borneo, hubungan di antara Brunei dan Malaysia dapat dikatakan tidak memiliki banyak masalah karena kedua Negara bertoleransi. Selain persamaan ras Melayu sebagai bangsa mayoritas dan Islam sebagai agama resmi, tidak banyak pertelagahan yang dapat dilihat, melainkan isu Limbang dan perebutan sumur-sumur minyak di lautan. Limbang pada awalnya merupakan satu daerah di bawah administrasi Sarawak pada tahun 1890. Menurut catatan, sebanyak lima kesepakatan tentang hak Limbang telah ditandatangan sejak tahun 1920 dan isu Limbang dikatakan selesai pada tahun 2009.
Posisi geografis Limbang membagi Brunei kepada dua bagian, dan Limbang menjadi salah satu jalan keluar masuk antara Brunei-Sarawak. Ekonomi daerah Limbang memfokuskan kepada penebangan di samping sektor pertanian dan pariwisata. Dilaporkan isu Limbang telah selesai pada tahun 2009 dengan kedua Negara sepakat menandatangani perjanjian dimana daerah Limbang tetap di bawah administrasi Sarawak. Hal ini membuktikan bahwa toleransi di antara kedua negara dapat menghindari perebutan wilayah kekuasaan. Tragisnya, pernyataan yang dibuat oleh Menteri Luar dan Perdagangan Brunei menyatakan bahwa kesepakatan dibuat menimbulkan kontroversi dan terpercaya sejak itu tidak ada pernyataan lebih lanjut yang dikemukakan oleh kedua negara untuk meredakan situasi. Namun begitu, hal ini tidak mempengaruhi hubungan kedua negara secara umum-nya.
Kebijakan Luar Brunei Darussalam Sebagai dua negara yang kecil yang dipisahkan oleh Malaysia, Brunei dan Singapura menjalin hubungan istimewa, berbeda dengan hubungan Brunei-Malaysia. Selain hubungan perdagangan yang luas, kedua negara bekerjasama dalam latihan militer. Hubungan kedua negara terlihat begitu dekat ketika kedua negara setuju nilai mata uang disamakan dan dapat digunakan di kedua negara. Kedua Dolar Brunei dan Dolar Singapura memiliki nilai yang setara. Selain itu, kedua negara telah membuat persetujuan menyingkirkan pajak berganda, yang menjadi patokan bagi hubungan perdagangan dan investasi bilateral yang lebih erat.(Thalib Naimah:2002)
Satu tahun terakhir ini hubungan bilateral RI - Brunei Darussalam terus mengalami peningkatan yang Dilandasi semangat persahabatan yang sangat baik. Menteri Luar Negeri RI telah melakukan kunjungan ke Brunei Darussalam pada tanggal 22-23 November 2009. Dari pihak Brunei Darussalam, Sultan Haji Hassanal Bolkiah selalu menghadiri Bali Democracy Forum (BDF) sejak penyelenggaraan pertama tahun 2008 hingga yang ketiga yang berlangsung tanggal 9-10 Desember 2010. Kedekatan hubungan bilateral RI-Brunei Darussalam tercermin jelas dengan kesediaan Brunei Darussalam memenuhi permintaan Indonesia untuk saling bertukar giliran menjadi Ketua ASEAN. Pemerintah Indonesia sangat menghargai sikap bersahabat yang ditunjukkan pihak Brunei Darussalam.
Kedekatan dan hubungan bersahabat tersebut merupakan dasar yang kokoh bagi pengembangan hubungan bilateral kedua negara di berbagai bidang termasuk di bidang ekonomi, perdagangan, investasi dan penempatan tenaga kerja. Volume  Perdagangan kedua negara cenderung mengalami peningkatan. Pada akhir tahun 2009, jumlah produk Indonesia yang diperdagangkan di Brunei Darussalam telah mencapai 1000 jenis, meningkat dari tahun 2007, yakni lebih dari 600 jenis. Untuk meningkatkan perdagangan bilateral kedua negara, KBRI Bandar Seri Begawan secara reguler mengadakan Indonesian Product Expo (IPE). IPE ke-3 telah dilaksanakan pada bulan Juni 2010. KBRI Bandar Seri Begawan adalah salah satu dari 24 Perwakilan RI di luar negeri yang memiliki Citizen Services. Pada tahun 2010, jumlah WNI tercatat sebanyak 51,605 orang. Keberadaan para WNI yang sebagian besar merupakan TKI tersebut diakui Sultan Brunei Darussalam, Sultan Haji Hassanal Bolkiah, telah memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional Brunei Darussalam. Dari sekitar 539 kasus ketenagakerjaan, 465 diantaranya telah berhasil diselesaikan masalahnya oleh KBRI Bandar Seri Begawan pada November 2010, (kemlu.go.id : 2010).
Hubungan erat di antara Negara Asia Tenggara yang lain terlihat signifikan di antara Brunei dan Filipina. Kedua Negara pernah menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang bertujuan untuk memperkuat hubungan kerjasama bilateral di antara kedua Negara di dalam sektor pertanian dan investasi. Melalui memorandum tersebut, kedua negara sepakat untuk bekerja dari aspek teknologi dan bioteknologi pertanian di samping menciptakan jaringan industri makanan halal.
Melihat dua contoh Negara tetangga Brunei ini, kita dapat simpulkan bahwa Brunei adalah satu Negara kecil yang takut kepada ancaman luar dan karena itu, ia memperluas dan mempereratkan hubungan mereka dengan kekuatan lokal yang lain untuk menyingkirkan ancaman-ancaman yang dapat ada. Sebagai sebuah Negara kecil, Brunei menggunakan strategi berlindung di atas nama-nama internasional bagi mencapai kehendak mereka yang tersendiri. Malaysia tidak dilihat sebagai ancaman, tetapi lebih ke teman sekampung, di mana tidak banyak perjanjian atau kesepahaman terkait perdagangan disepakati. Jika dibuat referensi kembali, keanggotaan Brunei di dalam Malaysia, jika Brunei menanggapi rekomendasi Tuanku Abdul Rahman untuk membentuk Malaysia, semua kepentingan dan hak-hak hasil alam bumi tidak dapat sepenuhnya kepada pemerintah Brunei hari ini. Ketergantungan Brunei terhadap kekuatan luar terlihat ketika bekerjasama dengan Singapura dan kontribusi pemerintah Brunei itu sendiri dalam beberapa isu-isu internasional, menunjukkan bahwa Brunei Darussalam, sebuah Negara kecil yang kaya, takut kepada ancaman luar, Kebijakan Luar Brunei Darussalam mendorong mereka memperkuat jaringan hubungan luar, yang tidak terbatas pada ASEAN saja
Saat Brunei memasuki abad ke-21 dan menjadi matang sebagai sebuah negara, banyak orang di Brunei mengharapkan terlembaganya kembali pemilihan umum dan kesempatan untuk berpartisipasi di dalam pemerintah. Tetapi, serangkaian amandemen konstitusional yang diumumkan pada 2004 justru memberi sang sultan kekuasaan yang jauh lebih besar. Meskipun Dewan Legislatif dengan keanggotaan yang sebagian didasarkan atas pemilihan difungsikan kembali pada 2004, keseluruhan anggotanya dipilih oleh sultan dan anggota-anggotanya meliputi sang sultan sendiri, saudara laki-laki sang sultan, pangeran Mohamed Bolkiah, putra mahkota, menteri- menteri kabinet, tokoh-tokoh penting masyarakat dan perwakilan-perwakilan dari berbagai daerah (Mohd Yusop, 104:2004).
Kabinet yang difungsikan kembali ini diberi tugas untuk mengesahkan amandemen konstitusional tahun 2004 yang mencakup peraturan baru yang disusun sedemikian rupa untuk menjadi landasan bagi sultan sebagai penguasa mutlak. Amandemen baru ini mengklarifikasi kekuasaan sang sultan, memberinya otoritas luar biasa dan menempatkan dirinya di atas hukum, baik dalam kapasitas resmi maupun personal.
Berdasarkan konstitusi tahun 1959, Dewan penasehat memiliki fungsi pengawasan dan setiap hukum harus mendapat persetujuan Dewan penasehat sebelum disahkan. Tetapi, amandemen tahun 2004 meniadakan kondisi ini, dan dengan demikian membuat Dewan Legislatif secara efektif menjadi lembaga pemberi stempel cap tanpa arti. Dalam amandemen konstitusional yang baru ini, posisi dari Dewan Legislatif menjadi semakin lemah. Walaupun ada kemungkinan diselenggarakannya pemilihan, Dewan penasehat hanya terdiri dari anggota-anggota terpilih yang bertemu setiap tahun pada bulan Maret untuk berdiskusi tentang anggaran dan masalah-masalah yang berkaitan dengan pemerintahan yang menjadi perhatian publik.
Pemilihan langsung anggota Dewan Legislatif sepertinya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Tey berpendapat bahwa amandemen konstitusi tahun 2004 telah membuat sang sultan menjadi fondasi dari sistem hukum di Brunei.20 Horton menyatakan bahwa amandemen konstitusional pada tahun 2004 mengindikasikan suatu hasrat untuk membungkus kesultanan dalam suatu bentuk demokrasi liberal tanpa benar-benar menjadi suatu demokrasi liberal.
Setelah memperoleh kemerdekaan, sultan mempromosikan ideologi Melayu Islam Beraja (MIB) dengan tujuan untuk meningkatkan kesetiaan rakyat terhadap negara. Salah seorang pendukung setia MIB, Pehin Hj Abdul Aziz Umar, seorang mantan menteri pendidikan, menjelaskan bahwa sistem pemerintahan yang telah dipraktikan oleh kesultanan selama lebih dari 600 tahun itu unik dalam konteks dunia Melayu, dan kekuasaan sultan adalah mutlak. MIB juga digambarkan sebagai alternatif yang lebih sesuai dengan kondisi Brunei dibanding konsep demokrasi negara Barat, karena ideologi ini menekankan pada hubungan yang istimewa dan intim antara sang sultan dan rakyatnya. Sang sultan menyatakan bahwa ideologi tersebut adalah kemauan Tuhan, tapi sangat menggoda untuk berargumen bahwa sebenarnya penerapan ideologi tersebut adalah upaya dengan niat terselubung untuk mensosialisasikan masyarakat Brunei agar menerima norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan dengan kesultanan absolut.
Sistem kesultanan Brunei bersifat patrialistik dan pribadi. sultan digambarkan sebagai simbol negara dan subyek dari kesetiaan warga. Sang sultan memiliki minat yang sangat dalam dalam hal masalah publik, dan ia mengunjungi distrik-distrik jarak jauh untuk memonitor perkembangan dari proyek-proyek pembangunan. Sang sultan melakukan rotasi tempat ia beribadah shalat Jumat di mesjid-mesjid di seluruh Brunei untuk menunjukkan hubungannya yang dekat dengan Tuhan dan komitmennya yang kuat terhadap Islam. Tetapi, sebagai akibatnya, sang sultan juga harus menjadi pribadi tanpa cela karena ia dipandang tidak hanya sebagai seorang pemimpin politik tapi sebagai seseorang yang tanpa cela dan tanpa tandingan. Pemerintahan yang baik dan bersih juga diharapkan dari anggota keluarga kerajaan yang lain. Publik menunjukkan ketertarikan terhadap persoalan hukum yang melibatkan saudara laki-laki termuda sang sultan dan mantan perdana menteri, pangeran Jefri, yang dituduh menggelapkan uang negara sebesar 15 juta dolar pada akhir tahun 1990-an. Untuk mempertahankan legitimasi kesultanan, sang sultan dengan segera menyatakan ketidaksetujuannya terhadap tindakan adiknya dan telah berupaya untuk memperoleh kembali aset-aset negara melalui prosedur hukum, meskipun upaya tersebut menghabiskan banyak biaya. 
Sebagai sebuah negara neo-tradisional, Brunei telah menunjukkan bahwa ia mampu untuk mengatasi kebutuhan modern dari warganya sekaligus menyediakan keamanan dan stabilitas. Tetapi, pada abad ke-21, saat Brunei menjadi matang sebagai suatu negara, hambatan-hambatan dan rintangan-rintangan dalam mengatur suatu negara modern menjadi nyata. Sang sultan menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan negara untuk menyediakan layanan sosial dan kebutuhan publik senantiasa berada dalam tekanan seiring kenaikan harga barang-barang. Sampai pada saat ini, Brunei masih bergantung pada minyak dan gas sebagai sumber pemasukan negara dan upaya untuk meragamkan ekonomi belum memberikan hasil yang diharapkan. Negara juga sangat rentan terhadap fluktuasi harga dan produksi minyak dan gas. Tantangan bagi kesultanan Brunei pada saat ini adalah bagaimana caranya negara bisa menjamin akan selalu mampu untuk memenuhi tuntutan publik dalam negeri akan keperluan umum dan standar kehidupan yang tinggi. Sultan harus berhati-hati dalam menjamin bahwa pendukung pemerintahannya, baik itu kaum elit anggota keluarga raja, atau kelas menengah dengan status sosial yang beranjak naik, untuk terus mendukung pemerintahan yang ia pimpin. Dengan absennya partisipasi politik, sang sultan juga harus berusaha keras untuk memikat lebih banyak orang-orang desa dan perkotaan dan terus berupaya membuat mereka percaya bahwa ia menjalankan pemerintahan dengan baik (Thalib Naimah:2002).

Hubungan Diplomatik Negara Brunei Darussalam dengan Negara-Negara Lainnya.
Berikut adalah penjelasan hubungan diplomatik antara Brunei Darusalam dengan negara-negara ASEAN lainnya, yaitu :
1.      Indonesia.
Awal mula dibukanya hubungan diplomatik dengan negara Indonesia ditandai dengan adanya kunjungan secara tidak resmi tahun 1981 antara Pejabat Tinggi dua negara tersebut dimana menjelang kemerdekaan negara Brunei Darussalam tahun 1984, Sultan Hassanal Bolkiah berkunjung ke Indonesia. Begitu sebaliknya, pada tahun 1982 Menteri Luar Negeri RI Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH juga melakukan kunjungan ke Brunei Darussalam. Dengan adanya kunjungan tersebut, pemerintah RI memberikan amanat kepada seorang Pejabat Senior Departemen Luar Negeri, yaitu Muharam Soemadipradja sebagai penghubung (LO) selama periode bulan Oktober sampai bulan Desember 1983. Dan barulah hubungan diplomatik secara resmi dibuka pada tanggal 01 Januari 1984 dimana kedua negara tersebut saling menempatkan wakilnya di masing-masing ibukota di Tingkat Kedutaan Besar. Perwakilan Duta Besar RI yang pertama saat itu adalah Dubes Zuwir Djamal yang ditempatkan di Bandar Seri Begawan dan pada tanggal 13 Februari 1984 menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Sultan Hassanal Bolkiah. Sedangkan, perwakilan Duta Besar Brunei Darussalam yang pertama adalah Pg. Jaludin bin Pg. Mohammad Limbang yang bertempat di Jakarta dan menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Presiden Soeharto pada bulan dan tahun yang sama (Portal Nasional RI. 2009, (Online)).
Hubungan diplomatik tersebut terus berlanjut seiring dengan berlangsungnya kunjungan baik dari para pejabat negara, pengusaha, rakyat, dan kedua negara tersebut. Salah satu bentuknya adalah pada bulan Februari 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Brunei Darussalam dan pada tanggal 09-11 November 2008 Sultan Brunei Darussalam berkunjung ke Indonesia. Hubungan diplomatik lebih diperdalam lagi melalui Komisi Bersama Tingkat Menlu yang dibentuk pada bulan November 1999 yang bertujuan untuk menggali potensi kerja sama kedua negara tersebut. Pertemuan Komisi Bersama dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 25 Juli 2003 dan pertemuan kedua (terakhir) dilaksanakan di Bandar Seri Begawan pada tanggal 18 Agustus 2006. Sehingga, dari dua pertemuan tersebut kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama di berbagai aspek antara lain perdagangan, kebudayaan, pertahanan, kesehatan, penerangan, ketenagakerjaan, serta mendorong peningkatan hubungan antarswasta dan masyarakat dari dua negara tersebut. Pada tanggal 24 Maret 2009 telah diresmikan BRUDIFA (Brunei Darussalam-Indonesia Friendship Association) yang bertempat di Brunei Darussalam. Bisa dikatakan bahwa BRUDIFA ini menjadi sarana second-track diplomacy antara Indonesia dan Brunei Darussalam yang bertujuan agar lebih mempererat hubungan dan meningkatkan kerja sama dua negara tersebut di bidang ekonomi, perdagangan, pariwisata sosial, pendidikan, dan kebudayaan.
Kedua negara tersebut juga menyepakati upaya bersama dalam meningkatkan kerja sama baik secara bilateral, regional, maupun internasional dimana kesepakatan tersebut dihasilkan dalam pertemuan ke-2 Tingkat Menlu Komisi Bersama Kerjasama Bilateral RI-Brunei Darussalam di Nusa Dua, Bali pada hari Rabu, 18 Juli 2011 dimana pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri RI, yaitu Marty M. Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Brunei, yaitu H.R.H Prince Mohamed Bolkiah mengambil keputusan untuk melakukan kerja sama dalam aspek perdagangan, pertanian, dan tenaga kerja. Dalam bidang perdagangan, kedua negara akan mendorong institusi terkait masing-masing dalam membentuk Pokja (Kelompok Kerja) Perdagangan dan Investasi. Di bidang pertanian, kedua negara tersebut menyetujui pembentukan Komite Bersama untuk mengimplementasikan MoU tentang kerja sama dalam hal pengembangan pupuk organik lahan gambut dan Indonesia mengirimkan tenaga ahlinya ke Brunei Darussalam sebagai bagian dari program pelatihan pertanian.
Kedua negara tersebut juga ingin mempercepat penyelesaian kesepakatan kerja sama dalam hal kelautan, perikanan, dan kesehatan. Dalam aspek kehutanan, Indonesia akan mengirimkan tenaga ahli pengelolaan hutan dan Brunei Darussalam ingin melakukan investasi penggergajian kayu. Dalam bidang tenaga kerja, kedua negara tersebut akan memperkuat upaya perlindungan TKI yang bekerja di Brunei. Dari kerja sama di atas, Menteri Luar Negeri RI dan Brunei juga membahas masalah regional maupun internasional dimana membahas tentang upaya pencapaian Komunitas ASEAN 2015, KTT Asia Timur, aplikasi Timor Leste untuk masuk menjadi anggota ASEAN, dan masalah Laut Cina Selatan. Pada kerja sama internasional, kedua negara tersebut (Menlu) menyetujui dan saling mendukung dalam hal pencalonan di berbagai organisasi internasional. Akhirnya, di akhir pertemuan kedua negara yang diwakili oleh masing-masing Menlu menandatangani “Agreed Minutes”, Persetujuan Notifikasi Konsuler dan Bantuan Konsuler, dan MoU Pendidikan dan Pelatihan Diplomat.
Dari pertemuan dan kesepakatan kerja sama antara dua negara tersebut, dapat dikatakan bahwa hubungan bilateral antara Indonesia dengan Brunei Darussalam berkembang dengan baik, solid, dan kuat. Dan kedua negara tersebut juga akan terus berupaya untuk lebih meningkatkan dan memperluas kerja sama yang telah dijalin serta menjajagi potensi kerja sama ke depan. Dari pertemuan tersebut, akan diadakan pertemuan kembali yang bertempat di Brunei Darussalam dimana waktu akan ditetapkan secara bersama kemudian (Deplu RI. 2011, (Online)).
2.      Laos.
Hubungan diplomatik pada Bulan Juli 1993 membubuhkan rasa persahabatan dan kerja sama antara dua negara tersebut, yaitu Brunei Darussalam dengan Republik Demokratik Rakyat Laos. Peningkatan hubungan tersebut juga ditandai dengan mengirimkan Duta Besar ke ibukota negara Brunei Darussalam dan Laos pada tahun 1997. Semenjak itu, Laos sangat mengagumi evolusi pembangunan yang dirasakan oleh Negara Brunei Darussalam sejak kemerdekaannya (31 tahun yang lalu) yang hal tersebut dinyatakan oleh Duta Republik Rakyat Laos ke Brunei Darussalam. TYT Amphay Kindavong mengatakan bahwa Laos sangat menghargai hubungan persahabatan dan kerja sama di antara Brunei Darussalam dengan Laos. Beliau juga menambah pernyataan bahwa Laos juga menghargai peranan aktif dan menghargai bantuan dari Brunei Darussalam kepada negara mereka dalam penyelarasan serta peranan di dalam organisasi ASEAN, ARF, ASEM, dan PBB (Sim, Y. H. 2015, (Online)).
3.      Singapura.
Kunjungan Presiden Singapura, yaitu Dr. Tony Tan Keng Yam bukan saja dapat memperbarui dan mengukuhkan persahabatan secara pribadi, tetapi juga dapat mempererat lagi hubungan negara Brunei Darussalam dan Republik Singapura yang sudah lama terjalin dalam berbagai hal. Kedua negara tersebut mempunyai hubungan yang istimewa sejak zaman Al-Marhum Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddien Sa’adul Khairi Waddien dan Tuan Yang Terutama Dato Laila Utama Lee Kuan Yew. Kedua pemimpin tersebut menjadi asas bagi hubungan baik yang dilanjutkan oleh generasi pemimpin selanjutnya. Adanya perjanjian Kesalingbolehtukaran Matawang antara kedua negara tersebut dilaksanakan sejak tahun 1967. Pada bulan Juni 2007, Kebawah Duli Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzadin Waddaulah ibni Al-Marhum Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddien Sa’adul Khairi Waddien, Sultan dan Yang Di-Pertuan Brunei Darussalam dan Perdana Menteri Republik Singapura, Lee Hsien Loog menyambut ulang tahun perjanjian tersebut dan bersama-sama memperingati peristiwa tersebut di Bandar Seri Begawan.
Sejak tahun 1984, negara Brunei Darussalam dengan Republik Singapura telah menjalin hubungan diplomatik secara resmi. Hubungan kedua negara tersebut diperluas lagi dalam hal pertahanan, kesehatan, pendidikan, perdagangan, dan perniagaan. Sejak tahun 1976, kerja sama dalam hal pertahanan dimana selama hampir 30 tahum ahli-ahli Angkatan Bersenjata Republik Singapura termasuk juga dengan mereka yang menjalani program Perdamaian Dunia sudah melakukan latihan di hutan Temburong. Kedua negara tersebut juga mengemas dengan melakukan Perjanjian Persefahaman (MoU) dalam hal kesehatan. Taman Nasional Singapura juga bekerja sama dengan Jabatan Perhutanan dalam kajian botani biodiversiti Brunei dan warisan semula jadi. Kerja sama tersebut mewujudkan kesadaran ekosistem semula jadi.
Pengetahuan saintifik ini diharapkan dapat meningkatkan biodiversiti dan dasar pemulihan di seluruh dunia dan perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh pegawai masing-masing kedua negara. Universiti Brunei Darussalam sedang bekerja sama dengan Mercy Relief Singapura dalam rangka meningkatkan usaha-usaha kemanusiaan di ASEAN dimana nantinya menonjolkan lagi hubungan kedua negara tersebut. Republik Singapura sangat menghargai dan berharap terus melakukan kerja sama dengan negara Brunei Darussalam (Haji Fatimah & Haji Md. Noor. 2014, (Online)).
Dari penjelasan di atas, penulis mencoba menjelaskan salah satu hubungan negara Brunei Darussalam dengan negara lain selain negara-negara ASEAN, yaitu negara Cina. Kita ketahui bahwa pada tanggal 30 September 1991 Brunei Darussalam secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Dalam waktu 15 tahun, hubungan kedua negara tersebut berjalan lancar dimana perdagangan bilateral tumbuh dengan pesat, kunjungan timbal balik sering kali diadakan, dan kedua negara tersebut melakukan kerja sama dalam hal regional maupun internasional. Brunei Darussalam juga masih mengingat secara mendalam atas perlakuan Tiongkok dimana pada tahun 1997 telah terjadi Krisis Moneter Asia dimana membawa dampak yang sangat serius di wilayah ASEAN termasuk Brunei Darussalam. Dan pertolongan Tiongkok saat itu membawa kesan yang sangat mendalam bagi Lim Jock Seng.
Negara Brunei Darussalam merupakan negara yang relatif kaya di antara 10 negara ASEAN dimana Produk Domestik Bruto (GDP) perkapita Brunei berada di barisan depan Asia setelah Jepang dan Singapura. Pada tahun 2006, kerja sama antara Tiongkok dan Brunei di bidang ekonomi dan perdagangan meningkat terus dan hal tersebut sudah diprediksi oleh Lim Jock Seng. Selain itu juga, Brunei Darussalam adalah salah satu penghasil minyak bumi dan gas alam utama di dunia dan sekarang, Perusahaan Minyak Bumi Laut Tiongkok (CNOOC) telah mendapat izin untuk memberikan pelayanan kepada perusahaan minyak bumi setempat di bidang eksploitasi minyak dan gas, penambangan dan teknologi rekayasa. Dirjen Bagian Eksploitasi Luar Negeri CNOOC yakin mengenai prospek kerja antara kedua pihak (Brunei Darussalam dan Tiongkok). Mengetahui hal tersebut, pemerintah Brunei Darussalam telah menunjuk lembaga investasi terkait dalam melakukan inspeksi terhadap bidang-bidang investasi yang potensial di Tiongkok dan pemerintah Brunei Darussalam juga aktif mendorong perusahaan swasta untuk menanamkan modalnya ke Tiongkok (CRI (China Radio International. 2006, (Online)).


DAFTAR RUJUKAN

Kerajaannusantara. 2012. Sejarah Kesultanan Brunei Darussalam, (Online), (http://www.kerajaannusantara.com/id/brunei-darussalam/sejarah), diakses tanggal 05 Maret 2016.
Mohd Yusop, H. Damit. 2004. Brunei Darussalam: Steady Ahead, Southeast Asian Affairs 2004, Singapore: ISEAS.
Talib, Naimah S. 2002. A Resilient Monarchy: The Sultanate of Brunei and Regime Legitimacy in an Era of Democratic Nation-states. New Zealand Journal of Asian Studies, vol.4, no.2, hal. 134-147.
Kemlu.go.id. 2010. The Third Indonesian Product Expo 2010:The Showcase of Indonesian Products in Brunei Darussalam, (Online), (http://www.kemlu.go.id/en/berita/berita-perwakilan/Pages/The-Third-Indonesian-Product-Expo-2010-The-Showcase-of-Indonesian-Products-in-Brunei-Darussalam.aspx), diakses tanggal 05 Maret 2016.
Portal Nasional RI. 2009. Sejarah Hubungan Diplomatik, (Online), (http://www.indonesia.go.id/en/embassies-and-consulates-general/embassies/brunei-darussalam/2525-berita/8528-sejarah-hubungan-diplomatik-), diakses tanggal 05 Maret 2016.
Deplu RI. 2011. RI-Brunei Tingkatkan Kerjasama Perdagangan, Pertanian, dan Tenaga Kerja, (Online), (http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=5419&type=15#.VtqDouzvPGg), diakses tanggal 05 Maret 2016.
Sim, Y. H. 2015. Brunei, Laos Perkukuh Hubungan Diplomatik, (Online), (http://mediapermata.com.bn/index.php/2015/12/brunei-laos-perkukuh-hubungan-diplomatik/), diakses tanggal 05 Maret 2016.
Haji Fatimah & Haji Md. Noor. 2014. Brunei-Singapura punyai Hubungan Istimewa, (Online), (http://www.pelitabrunei.gov.bn/rencana/item/3338-brunei-singapura-punyai-hubungan-istimewa), diakses tanggal 05 Maret 2016.
CRI (China Radio International. 2006. Tiongkok dan Brunei: Contoh Kerja Sama Antar Negara, (Online), (http://indonesian.cri.cn/1/2006/10/18/1@51922.htm), diakses tanggal 05 Maret 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH MASUKNYA AGAMA KONGHUCU DI INDONESIA

Kamu yang Kusayang

MENGINAP SAMBIL MENGENANG MASA LALU: FENDI’S GUEST HOUSE MALANG