STRATEGI PEMBELAJARAN SEJARAH


Nama              : Yuliarti Kurnia Pramai Selli
Kelas/Off.       : B
Prodi               : S1 Pendidikan Sejarah
NIM                : 140731606196
Makul             : Strategi Pembelajaran Sejarah
Tipe Soal        : 43/Ganjil

Jawaban :

1.      Karakteristik Pembelajaran Sejarah berdasarkan Kurikulum 2013
Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu dimana pengetahuan tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik. Pada mata pembelajaran Sejarah sendiri bisa dibilang merupakan salah satu upaya pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dimana nantinya membentuk manusia Indonesia yang mempunyai rasa nasionalisme dan patriotisme. Materi Sejarah mengandung :
a.       Nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
b.      Khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia.
c.       Kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa.
d.      Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Penanaman dan pengembangan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup (Aman. 2011).
Pendidikan Sejarah merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan kesejarahan dari serangkaian peristiwa yang dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik. Mata pelajaran Sejarah SMA mengkaji mengenai berbagai peristiwa sejarah dalam masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa lampau, masyarakat, dan bangsa lain di luar Indonesia sejak zaman yang paling tua sampai zaman terkini (Kemendikbud. 2013).
Pembelajaran merupakan seperangkat perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam memberikan pengetahuan baru atau mengembangkan kemampuan yang sudah dimiliki oleh siswa agar menjadi lebih baik (Riyanto, Budi. 2015). Sedangkan, pembelajaran Sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang didalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat hubungannya dengan masa kini (Widja, I Gde, 1989: 23).
Berikut adalah tujuan dari mata pelajaran Sejarah, yaitu :
a.       Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mengenai kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia serta dunia melalui pengalaman sejarah bangsa Indonesia dan bangsa lain.
b.      Mengembangkan rasa kebangsaan, cinta tanah air, dan penghargaan kritis terhadap hasil dan prestasi bangsa Indonesia dan umat manusia di masa lalu.
c.       Membangun kesadaran tentang konsep waktu dan ruang dalam berpikir kesejarahan.
d.      Mengembangkan kemampuan berpikir sejarah (historical skills) dan wawasan terhadap isu sejarah (historical issues), serta menerapkan kemampuan, keterampilan, dan wawasan tersebut dalam kehidupan masa kini.
e.       Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang mencerminkan karakter diri, masyarakat, dan bangsa.
f.        Menanamkan sikap berorientasi kepada kehidupan masa kini dan masa depan berdasarkan pengalaman masa lampau.
g.      Memahami dan mampu menangani isu-isu kontroversial untuk mengkaji permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakatnya.
h.      Mengembangkan pemahaman internasional dalam menelaah fenomena aktual dan global.
Ruang lingkup mata pelajaran Sejarah SMA sendiri meliputi :
a.       Prinsip Dasar Ilmu Sejarah.
b.      Sejarah Indonesia sejak masa Pra Aksara sampai dengan Masa Reformasi.
c.       Sejarah Dunia sejak masa Peradaban Kuno sampai dengan Revolusi Teknologi Informasi dan Komunikasi (Kemendikbud. 2013).
Dari penjelasan di atas, jika dikaitkan dengan Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah bisa dibilang cocok dengan program atau pengaplikasian Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah. Hal tersebut dikarenakan Kurikulum 2013 lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai objek maupun subjek. Sedangkan, guru hanya sebagai fasilitator walaupun peran guru sangat penting dalam memotivasi siswa. Motivasi tidaknya dan inovasi tidaknya siswa tergantung dari guru dalam melalukan proses belajar mengajar di kelas. Sehingga, antara siswa dan guru harus saling membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran di kelas. Selain itu, Kurikulum 2013 identik dengan penilaian secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dan, Kurikulum 2013 ini menekankan pada pendekatan ilmiah (Saintifik Learning) (Mengamati, Menanya, Mengumpulkan Informasi, Menalar/Mengasosiasi, dan Mengkomunikasikan). Dengan adanya hal-hal tersebut, jika diaplikasikan dalam mata pelajaran Sejarah juga cocok karena aspek penilaian dan pendekatan dalam Kurikulum 2013 juga dapat membantu guru dalam membentuk karakter siswa. Salah satunya bisa diaplikasikan melalui strategi dan model pembelajaran yang cocok dengan mata pelajaran Sejarah. Sehingga, nantinya tujuan pembelajaran baik sekolah maupun nasional tercapai dan juga berpengaruh terhadap tingkat kecocokan dan keberhasilan pelaksanaan dari suatu sekolah.

2.      Alasan Calon Guru perlu Belajar tentang Strategi Pembelajaran
Strategi Pembelajaran adalah langkah-langkah yang ditempuh guru untuk memanfaatkan sumber belajar yang ada dalam mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Suyadi, 2013: 14). Ada beberapa istilah yang hampir mempunyai makna seperti Strategi Pembelajaran, antara lain model, pendekatan, metode, dan teknik. Tetapi, penentuan istilah-istilah tersebut tergantung pada pendekatan apa yang akan dilakukan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar dan dalam penerapannya juga tergantung pada metode apa yang akan dipilih dan semua itu kembali kepada relevan tidaknya suatu strategi dalam suatu pembelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran Sejarah. Menurut penulis, banyak strategi dan metode pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam mata pelajaran Sejarah sehingga dapat diartikan bahwa sebagai calon guru sejarah harus tahu pengetahuan yang lebih banyak tentang strategi dan metode pembelajaran yang akan diaplikasikan saat menjadi guru nantinya. Karena, jika kita mengerti tentang strategi dan metode pembelajaran, maka dalam pengaplikasiannya menjadi mudah, bisa tahu mana strategi pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran Sejarah. Sehingga, nantinya berpengaruh terhadap keberhasilan dalam hal pemahaman siswa, memunculkan motivasi dan inovasi siswa, dan tidak lupa sedikit demi sedikit membentuk karakter setiap siswa. Jadi, peran guru disini juga harus didorong baik oleh sarana maupun prasarana. Dua hal tersebut sangat berpengaruh juga terhadap keberhasilan dalam pengaplikasian suatu strategi pembelajaran. Tetapi, kembali kepada peran guru sebagai fasilitator juga harus mempunyai perencanaan cadangan (Plan B) jika kita nantinya menjadi guru ditempatkan di daerah pedalaman. Maka, kita harus pandai juga dalam memanfaatkan daerah/lingkungan sekitar sekolah tersebut dalam menentukan suatu strategi pembelajaran. Jadi, bisa disimpulkan bahwa sebagai calon guru Sejarah harus mempunyai pengetahuan minimal tentang strategi dan metode pembelajaran baik secara tradisional/manual maupun secara teknologi yang pada zaman sekarang kita ketahui sudah canggih, maju, dan berkembang pesat dalam hal Teknologi Informasi dan Komunikasi salah satunya dalam hal pendidikan. Jika sejak awal sebagai calon guru belum belajar tentang strategi pembelajaran maka dapat dipastikan kita tidak bisa maksimal dalam melakukan proses belajar dan mengajar di kelas. Sehingga, hal tersebut juga berpengaruh terhadap akreditasi suatu sekolah tersebut yang nantinya berdampak pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

5.   Lima Fase dalam Strategi Pembelajaran Sejarah berbasis Masalah (Problem based Learning) menurut Agus Suprijono (2010)
Model Pembelajaran Kooperatif adalah belajar kelompok dimana kelompok tersebut merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sedangkan, Strategi Pembelajaran berbasis Masalah (Problem based Learning) pengertiannya hampir sama dengan Cooperative Learning dimana sama-sama memecahkan masalah melalui tim atau kelompok. Perbedaannya hanya pada permasalahan yang kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Maksud pendekatan kontekstual disini adalah peserta didik akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari seluruh pengetahuan yang telah dimiliki dan dari semua pengetahuan yang diperoleh sehingga strategi pembelajaran ini lebih berpusat pada masalah. Pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui kolaborasi antara peserta didik dan guru, peserta didik dengan peserta didik. Dan, strategi pembelajaran ini berorientasi pada pemecahan masalah secara terbuka (Suyadi. 2013).
Agus Supriyono menyatakan bahwa Strategi Pembelajaran berbasis Masalah (Problem based Learning) mencakup atau berorientasi pada kecakapan peserta didik memproses informasi yang mengacu pada cara-cara orang menangani stimulus dari lingkungan, mengorganisasikan data, melihat masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, serta menggunakan lambang-lambang verbal maupun non-verbal.
Menurut Agus Suprijono (2010), Strategi Pembelajaran Sejarah berbasis Masalah (Problem based Learning) terdiri dari 5 fase, yaitu :

Fase-Fase
Perilaku Guru
Tahap 1 : Memberi orientasi tentang
permasalahnnya kepada peserta
didik.

Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan
berbagai kebutuhan logistik penting,
dan memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi
masalah.

Tahap 2 : Mengorganisasikan peserta didik
untuk meneliti.

Guru membantu peserta didik
mendiskripsikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar terkait dengan
permasalahnnya.

Tahap 3 : Membantu investigasi mandiri
dan kelompok.

Guru mendorong peserta didik
untuk mendapatkan informasi yang
tepat, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.

Tahap 4 : Mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan
exhibit.

Guru membantu peserta didik
dalam merencanakan dan menyiapkan
artefak-artefak yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan model-model,
serta membantu mereka untuk
menyampaikannya kepada orang lain.

Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi
proses mengatasi masalah.

Guru membantu peserta didik
melakukan refleksi terhadap
investigasinya dan proses-proses yang
mereka gunakan.


Pada Fase Pertama, hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain :
1.      Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pembelajar mandiri.
2.      Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlak (benar) dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.
3.      Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik seharusnya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.
4.      Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
Pada Fase Kedua, guru diharuskan dapat mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas investigasi dan pelaporannya. Pada Fase Ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang akan dicari jawaban atau solusinya. Pada Fase Keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan. Artefak dapat berupa model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya. Exhibit adalah pendemonstrasian atas produk hasil investigasi atau artefak tersebut. Pada Fase Kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Yang terpenting dari fase ini adalah peserta didik mempunyai keterampilan berpikir sistematik berdasarkan metode penelitian yang mereka gunakan. Tahapan-tahapan di atas jika dilakukan secara urut baik dari peserta didik maupun guru, maka dapat mempengaruhi potensi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu (Suprijono, Agus. 2010).
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita analisa bahwa strategi pembelajaran tersebut tidak bisa diterapkan dalam semua materi Sejarah. Hal tersebut bisa dikarenakan antara lain :
a.       Jika pada saat pembelajaran di kelas siswa tidak mempunyai motivasi dan minat yang tinggi dalam belajar, maka membuat siswa tersebut kurang percaya diri dalam menyelesaikan masalah yang dipelajari. Sehingga, siswa tersebut menjadi enggan untuk mencoba menyelesaikan masalah karena dari merasa takut salah.
b.      Jika siswa tersebut tidak paham dengan masalah apa yang akan dipecahkan, maka hasil dari penyelesaian masalah tersebut tidak maksimal.
c.       Jika kita mengambil strategi pembelajaran ini, maka bisa dibilang proses pelaksanaan pembelajaran di kelas membutuhkan waktu yang lebih lama. Padahal model pembelajaran ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam penyelesaian masalah. Adanya aturan Kurikulum juga membatasi pelaksanaan model pembelajaran ini (Suyadi. 2013).
Strategi pembelajaran ini bisa dibilang belum sempurna kecuali dilengkapi dengan strategi pembelajaran yang lain. Karena suatu strategi pembelajaran tidak bisa berdiri sendiri. Contoh strategi pembelajaran yang bisa dilakukan di kelas selain model pembelajaran berbasis masalah (Problem based Learning) adalah model pembelajaran berbasis proyek (Project based Learning), model Discovery Inquiry/Learning, dan lain-lain yang cocok diterapkan di mata pelajaran Sejarah. Saya ambil contoh materi tentang Manusia dan Sejarah, Bentuk dan Jenis Sumber Sejarah, Peradaban Awal Indonesia dan Dunia (masuk model Discovery Inquiry/Learning), materi tentang Sejarah sebagai Ilmu, Penelitian Sejarah, Historiografi, Manusia Purba dan Dunia (masuk model pembelajaran Project based Learning). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak semua materi Sejarah bisa diterapakan hanya dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based Learning) (Kemendikbud. 2013). Selain suatu model pembelajaran tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan atau kolaborasi dari model pembelajaran yang lain, perbedaan karakteristik setiap siswa juga berpengaruh dalam menentukan model pembelajaran apa yang cocok, sehingga pada nantinya tidak terjadi kebosanan dan monoton yang nantinya mengakibatkan siswa-siswa tertentu yang pintar akibat cocok pada model pembelajaran tersebut. Sehingga, sebagai fasilitator guru harus pintar dalam memilih model pembelajaran apa yang cocok pada suatu materi sejarah. Dan tidak lupa keberhasilan suatu model pembelajaran juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi siswa di kelas (rencana cadangan dalam mengajar di suatu kelas). Jadi, guru diharapkan minimal mempunyai pengetahuan umum tentang macam-macam strategi pembelajaran.

7. Penjelasan tentang Evaluasi, Tujuan, Fungsi Evaluasi Pembelajaran, serta Contoh Evaluasi Pembelajaran Sejarah berbasis Proyek (Project based Learning)
a. Evaluasi
Evaluasi adalah proses menghimpun informasi secara sistematis melalui pengukuran, penilaian, dan diakhiri dengan evaluasi (Aman. 2011: 78). Sedangkan, evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai atau arti) berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.
b. Tujuan Evaluasi
Berikut tujuan dari Evaluasi Pembelajaran, yaitu :
1.      Untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran.
2.      Untuk melatih keberanian dan mengajak peserta didik dalam mengingat kembali materi yang disajikan.
3.      Untuk mengetahui tingkat perubahan perilakunya.
4.      Untuk mengetahui tingkat kecerdasan setiap siswa serta mengetahui tingkat keterampilan setiap siswa. Karena kita ketahui sendiri setiap siswa mempunyai kelebihan sendiri-sendiri.
c.       Fungsi Evaluasi
Berikut fungsi dari Evaluasi Pembelajaran, yaitu :
1.      Fungsi Sumatif : Digunakan untuk melihat keberhasilan suatu program yang direncanakan sehingga Evaluasi Sumatif berhubungan dengan pencapaian suatu hasil yang dicapai suatu program.
2.      Fungsi Formatif : Digunakan untuk perbaikan bagian-bagian dalam suatu proses agar program yang dilaksanakan mencapai hasil yang maksimal sehingga Evaluasi Formatif digunakan selama proses pelaksanaan berlangsung. Evaluasi ini sangat bermanfaat sebagai umpan balik tentang proses pembelajaran yang telah dilakukan, sehingga melalui informasi dari pelaksanaan Evaluasi Formatif, guru akan selalu memperbaiki proses pembelajaran (Al-Fauzany, Zamri. 2012, (Online)).
d.      Contoh Evaluasi Pembelajaran Sejarah berbasis Proyek (Project based Learning)
Model Pembelajaran berbasis Proyek (Project based Learning) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai wahana dimana peserta didik melakukan interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Dengan adanya pembelajaran sejarah berbasis proyek diharapkan peserta didik akan menghasilkan sejarawan tetapi tidak ketinggalan peran guru sebagai fasilitator, pengarah, dan pendamping selama pengerjaan tugas proyek tersebut. Penentuan tugas proyek sendiri sesuai dengan materi semester tersebut dimana memilih satu peristiwa yang bisa dijadikan tugas proyek dan biasanya pengerjaan dilakukan selama satu bulan, beberapa bulan, bahkan satu semester. Dari penjelasan di atas, dapat dianalisa bahwa model evaluasi pembelajaran yang cocok adalah guru melakukan penilaian baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Karena, model pembelajaran ini dapat memberikan hasil belajar dalam tiga aspek tersebut. Bentuk penilaian dapat berupa tes (ujian tulis, lisan, dan lain-lain yang berkaitan dengan tes) maupun non-tes (pengamatan oleh guru mulai dari awal sampai akhir pengerjaan proyek, wawancara, observasi, melakukan angket, dan lain-lain yang berkaitan dengan non-tes). Dalam model pembelajaran ini lebih melakukan penilaian aspek kemampuan siswa dalam mengelola aktivitas-aktivitas mereka dalam penyelesaian proyek yang dipilih dan dirancang. Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran (Kemendikbud. 2013).

9. Penerapan Strategi Pembelajaran Blanded Learning dalam Materi Sejarah SMA
Model pembelajaran Blanded Learning adalah pembelajaran yang mengkombinasikan strategi penyampaian pembelajaran menggunakan kegiatan tatap muka, pembelajaran berbasis komputer (offline), dan komputer secara online (internet dan mobile learning). Melalui Blanded Learning, dua hal tersebut (offline maupun online) dapat digabungkan dimana tujuan utama model ini adalah memberikan kesempatan bagi berbagai karakteristik pembelajar agar terjadi belajar mandiri, berkelanjutan, dan berkembang sepanjang hayat, sehingga belajar akan menjadi lebih efektif, lebih efisien, dan lebih menarik (Dwiyogo, Wasis, D. 2013, (Online)). Model ini bisa dibilang memberikan manfaat bagi peserta didik yang pasif di kelas dimana bisa bertanya melalui media online. Tetapi, dalam pelaksanaannya harus seimbang antara offline dan online. Jadi, kembali lagi ke peran guru yang masih berperan penting dalam membagi sesi offline dan online. Jika online tidak diimbangi dengan offline maka proses pembelajaran terasa hambar dimana siswa jika tidak mendapat pengarahan materi yang lebih benar, maka tujuan pembelajaran menjadi tidak maksimal. Sehingga, guru sebagai fasilitator tetap berperan penting walaupun ada pembelajaran online. Bagaimanapun juga pembelajaran dengan tatap muka sangat penting. Penulis mengambil salah satu materi SMA yang cocok untuk model pembelajaran ini, yaitu Pergerakan Nasional Indonesia pada Sejarah Indonesia (Wajib) Kelas XI IA 4.
Berikut adalah tutorial atau langkah-langkah model pembelajaran Blanded Learning, yaitu :
1.      Pendekatan                : Pendekatan Ilmiah (Scientific Learning).
2.      Strategi                       : Pembelajaran Kolaboratif.
3.      Metode yang digunakan adalah Problem Solving. Berikut langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving, yaitu :
a.       Mengidentifikasi masalah yang  jelas untuk dipecahkan.
b.      Berdiskusi kelompok untuk memecahkan masalah.
c.       Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.
d.      Masing-masing kelompok menginformasikan jawaban yang telah melalui proses pengujian berdasarkan referensi.
e.       Guru dan siswa menarik kesimpulan- kesimpulan.
4.      Model             : Pembelajaran Blanded Learning
5.      Teknik            : Teknik Ceramah, Teknik Diskusi/Kelompok.
6.      Taktik             :
a.    Sebelumnya, pada pertemuan kemarin, guru sudah menjelaskan tentang akses pembelajaran dengan menggunakan grup Facebook dan guru mengupload materi pertemuan selanjutnya untuk dikomentari (berupa pertanyaan) di menu komen grup Facebook (pertanyaan tersebut bisa dijawab baik guru maupun siswa) sehingga memunculkan diskusi melalui media sosial berupa Facebook (secara online).
b.    Guru melakukan apersepsi (10 menit).
c.    Guru melakukan ceramah tentang materi yang akan diajarkan (60 menit).
d.    Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok dimana kelompok 1 membahas tentang Gerakan Wanita, Kelompok 2 membahas tentang Budi Utomo, Kelompok 3 membahas tentang PNI, dan Kelompok 4 membahas tentang Taman Siswa serta menentukan ketua setiap kelompok (15 menit).
e.    Guru memberikan post-test berupa 5 soal uraian kepada setiap siswa dan kemudian melakukan koreksi bersama (40 menit).
f.     Guru melakukan kesimpulan dan refleksi bersama dengan siswa (10 menit).

11. Tahapan Strategi Pembelajaran berbasis Masalah (Problem based Learning)
Materi              : G30 S/PKI
Pendekatan     : Pendekatan Ilmiah (Scientific Learning)
Metode            : Jigsaw.
Model              : Pembelajaran berbasis Masalah (Problem based Learning).
Teknik             : Teknik Ceramah, Teknik Diskusi/Kelompok.
Taktik              :
a.         Guru melakukan apersepsi.
b.        Guru menerangkan materi tentang G30 S/PKI.
c.         Guru membagi kelas menjadi 6 kelompok.
d.        Setiap kelompok diharuskan mencari satu permasalahan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari, yaitu tentang G30 S/PKI.
e.         Setelah menemukan satu permasalahan dalam setiap kelompok, kemudian dianalisis permasalahan tersebut (melihat dari berbagai sudut pandang).
f.          Kemudian, setiap kelompok merumuskan hipotesis  (pemecahan masalah tentang permasalahan tersebut).
g.        Setelah itu, kelompok mencari data dan informasi yang berkaitan dengan materi.
h.        Setelah menggali informasi, setiap perwakilan kelompok satu persatu menyebar ke kelompok lain untuk saling bertukar informasi tentang permasalahan yang dikerjakan di masing-masing kelompok.
i.          Setelah bertukar informasi, setiap perwakilan kelompok kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan informasi yang telah didapat melalui kelompok lain.
j.          Setelah itu, setiap kelompok merumuskan hasil diskusi yang sudah dilakukan antar kelompok.
k.        Guru dan siswa menarik kesimpulan dan refleksi secara bersama-sama.
Alasan saya memilih strategi pembelajaran ini karena strategi ini menurut saya bisa dilakukan dalam semua sekolah baik sekolah yang maju maupun biasa, terkenal maupun terpencil atau terluar. Selain itu, strategi ini gampang dalam pelaksanaannya dan sederhana dipraktekkan. Sehingga, memudahkan peserta didik dalam memahami suatu mata pelajaran. Dengan adanya materi Sejarah Kontroversial seperti G30 S/PKI, model pembelajaran membuat peserta didik menjadi lebih tertantang dalam menggali suatu informasi. Pencarian informasi tersebut tidak harus melalui internet, tetapi bisa menggunakan buku atau sumber-sumber sekitar lingkungan yang berkaitan dengan materi. Selain itu, model pembelajaran ini bisa dibilang sebagai dasar suatu pembelajaran di kelas. Karena pasti di setiap materi terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan apapun mata pelajarannya itu, salah satunya mata pelajaran Sejarah. Jadi, menurut penulis strategi pembelajaran yang cocok di dalam daerah terpencil, tertinggal, dan terluar tentang materi Sejarah yang Kontroversional adalah “Strategi Pembelajaran berbasis Masalah (Problem based Learning)” (Kemendikbud. 2013).

Daftar Rujukan :
Al-Fauzany, Zamri. 2012. Evaluasi Pembelajaran, (Online), (http://pendidikcerdik.blogspot.co.id/), diakses tanggal 06 Mei 2016.
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Dwiyogo, Wasis, D. 2013. Pembelajaran berbasis Blended Learning, (Online), (https://id.wikibooks.org/wiki/Pembelajaran_Berbasis_Blended_Learning), diakses tanggal 06 Mei 2016.
Kemendikbud. 2013. Pedoman Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Riyanto, Budi. 2015. Implementasi Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Juwana) Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: FIS UNNES.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suyadi, 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Widja, I Gde. 1989. Dasar-dasar Pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH MASUKNYA AGAMA KONGHUCU DI INDONESIA

Kamu yang Kusayang

MENGINAP SAMBIL MENGENANG MASA LALU: FENDI’S GUEST HOUSE MALANG