BUDAYA NYI RORO KIDUL DALAM TAUHID RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH DI LAUT SELATAN PULAU JAWA

            BUDAYA NYI RORO KIDUL DALAM TAUHID RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH DI LAUT SELATAN PULAU JAWA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Agama Islam
yang dibina oleh Ibu Dra. Situ Malikhah Thowaf, M.A., Ph.D

Oleh :
1.      Nindita Apriliana                    (140731600121)
2.      Rizal Zaky Abidin                  (140731600486)
3.      Yuliarti Kurnia Pramai Selli   (140731606196)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PRODI S1 PENDIDIKAN SEJARAH
Februari 2015


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam dengan makalah yang berjudul “ Budaya Nyi Roro Kidul dalam Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah di Laut Selatan Pulau Jawa ”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kepada Ibu Dra. Siti Malikhah Thowaf, M.A., Ph.D selaku pembimbing, yang senantiasa memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian tugas makalah ini. Tidak lupa kepada teman-teman yang telah memberikan informasi dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penulis untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna untuk menambah pengetahuan tentang Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.

Malang, Februari 2015


Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3  Tujuan Penulisan............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah ....................................  3
2.2 Hubungan Penyembahan Nyi Roro Kidul dalam Kaitannya dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid .......................................................................................... 6
2.3 Solusi Masyarakat dalam menyikapi hal tersebut........................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 16
3.2 Saran .............................................................................................................. 16
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................... 17


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Sesungguhnya segala puji bagi Allah kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri kita sendiri dan keburukan amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah SWT, tidak akan ada orang yang sanggup menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan tidak akan ada yang sanggup menunjukinya.
Sesungguhnya tiada ilah yang hak melainkan Allah SWT semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah SWT merahmati kita, ketahuilah bahwa perkara terbesar berhubungan  dengan diutusnya para rasul dari yang pertama hingga terakhir adalah perintah untuk ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya (Tauhid), serta memperingatkan dan melarang peribadatan kepada selain Allah SWT.
      Demikianlah al-Qur’an dalam berbagai pembicaraan dan cerita yang dikemukakannya selalu menjelaskan bahwa tauhid adalah persoalan pokok yang diserukan oleh semua rasul. Setelah itu, baru turun hukum-hukum dan syari’at, turun penjelasan tentang halal dan haram. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan semua manusia untuk melakukan ibadah tersebut, bahkan penciptaan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada Allah SWT saja, sebagaimana firman Allah :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ [الذاريات 65]
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Al-Qur’an membicarakan tentang al-Amr (perintah) dan Anbiya’ Allah SWT (nabi-nabi Allah SWT) karena kedua-duanya ada kaitan dengan penciptaan dan kekuasaan Allah SWT terhadap makhluk-Nya. Al-Qur’an menerangkan segala bentuk balasan baik (pahala) untuk mereka yang mentaati Allah SWT, Rasul dan Syariat-Nya. Semua ini untuk mengajak  mereka menegakkan Tauhid al-Uluhiyyah dan Tauhid   al-Rububiyyah. (Sumber : El-Hady, Hanifudin. 2011, (Online),http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/apakah-tauhid-uluhiyah-dan-rububiyah.html). Maka, dalam hal ini kelompok akan membahas lebih rinci tentang Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah dalam pengaplikasiannya di masyarakat beserta dampak/akibat (negatif), serta solusi apa yang akan dilakukan dalam mengatasi hal tersebut.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah ?
2.      Bagaimana hubungan penyembahan Nyi Roro Kidul dalam kaitannya dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah ?
3.      Bagaimana solusi yang bisa kita lakukan dalam menyikapi hal tersebut ?

1.3    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui arti dan penjelasan yang lebih rinci tentang Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.
2.      Menjelaskan hubungan penyembahan Nyi Roro Kidul dalam kaitannya dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah.
3.      Menganalisa solusi yang bisa kita lakukan dalam menyikapi hal tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah
Tauhid diambil dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan, yang berarti “ Mengesakan”. Satu asal kata dengan kata wahid yang berarti “satu”, atau kata ahad yang berarti “esa”. Dalam ajaran Islam, tauhid berarti keyakinan akan keesaan Allah SWT. Kalimat tauhid adalah la ilaha illa Allah, yang berarti ” Tiada Tuhan selain Allah SWT ”, seperti dinyatakan dalam Q.S. al-Baqarah :163 yang berarti “ Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.
Tauhid merupakan inti dari seluruh tata nilai dan norma Islam. Karenanya, Islam dikenal sebagai agama Tauhid, yaitu agama yang mengesakan Allah SWT. Bahkan gerakan-gerakan pemurnian agama Islam dikenal dengan nama gerakan Muwahhidin. Dalam perkembangannya, tauhid telah menjelma menjadi salah satu dari cabang ilmu dalam Islam.
Begitu pentingnya doktrin tauhid ini, Nabi Muhammad SAW selalu menyampaikan dan menekankannya kepada semua orang, suku dan bangsa tanpa terkecuali. Setiap perbuatan yang  bertentangan dengan visi dan esensi tauhid divonis sebagai syirik. Itulah yang dinamakan syirik Akbar ( syirik besar), yang mengakibatkan amal kebaikannya tidak diterima dan sia-sia. Tidak kalah berbahaya adalah syirik Asghar ( kecil).
Tauhid adalah intisari Islam yang merupakan pesan semua nabi sejak Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW. Sebagai agama terakhir, Islam datang bukan untuk membawa tradisi baru, tetapi untuk menegaskan kembali pesan tauhid yang telah didakwahkan para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. ( Sumber : Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Malang (UM). 2014, Pendidikan Islam Transformatif (Membentuk Pribadi Berkarakter), Malang: Penerbit Dream Litera).
Tauhid adalah meyakini keesaan Allah SWT dalam Rububiyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, tauhid ada 3 macam :
1.      Tauhid Rububiyah
Adalah mengesakan Allah SWT dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk hidup yang terdapat dalam Surah az-Zumar : 62 yang mengartikan “ Bahwasanya, Dia adalah Pemberi Rezeki bagi setiap manusia, binatang, maupun makhluk lainnya “. Dalam surah Hud  : 6 mengartikan bahwa “ Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,... “. Dan bahwasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu. Pengatur rotasi siang dan malam, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Hal tersebut dalam Surat Ali Imron : 26-27.
Allah SWT telah menafikan sekutu atau pembantu dalam kekuasaan-Nya. Sebagaimana Dia menafikan adanya sekutu dalam penciptaan dan pemberian rezeki. Hal tersebut dalam Surat Luqman : 11. Allah menyatakan pula tentang kekuasaan-Nya dalam Rububiyah-Nya atas segala alam semesta (Surat Al-Fatihah : 2 dan Surat Al-A’raf : 54). Allah SWT menciptakan semua makhluk-Nya di atas fitrah pengakuan terhadap Rububiyah-Nya. Bahkan, orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah SWT dalam ibadah juga mengakui keesaan Rububiyah-Nya.
Jadi, jenis tauhid ini diakui semua orang. Tidak ada umat manapun yang menyangkalnya. Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir’aun. Begitu pula orang-orang yang mengingkarinya di zaman ini, seperti komunis. Mereka hanya menampakkan keingkaran karena kesombongannya. Maka, mengingkari dalam akal dan hati terhadap pencipta semua itu, sama halnya mengingkari ilmu itu sendiri dan mencampakkannya, keduanya tidak berbeda.
Adapun pengingkaran adanya Tuhan oleh orang-orang komunis saat ini hanyalah karena kesombongan dan penolakan terhadap hasil renungan dan pemikiran akal sehat. Siapa yang seperti ini sifatnya, maka dia telah membuang akalnya dan mengajak orang lain untuk menertawakan dirinya sendiri.
Hal ini berarti siapa yang mengakui tauhid Rububiyah untuk Allah SWT, dengan mengimani tidak ada pencipta, pemberi rezeki, dan pengatur alam, kecuali Allah SWT. Dan itulah tauhid Uluhiyah. Yang berarti tauhid ibadah, karena ilah maknanya adalah ma’bud (yang disembah). Jadi, tauhid Rububiyah adalah bukti wajibnya tauhid Uluhiyah.
Allah SWT memerintahkan mereka bertauhid Uluhiyah, yaitu menyembah-Nya dan beribadah kepada-Nya. Maka, jalan fitri untuk menetapkan tauhid Uluhiyah adalah berdasarkan tauhid Rububiyah. Dia berdalil dengan tauhid Rububiyah-Nya atas hak-Nya untuk disembah. Tauhid Uluhiyah inilah yang menjadi tujuan dari penciptaan manusia.
Hal semacam ini banyak sekali dikemukakan dalam Al-Quran. Karena sesungguhnya ia hanya mengakui sesuatu yang diharuskan, dan meninggalkan sesuatu yang mengharuskan, atau berhenti hanya sampai pada dalil tetapi ia meninggalkan isi dan inti dari dalil tersebut. Di antara kekhususan Ilahiyah adalah kesempurnaan-Nya yang mutlak dalam segala segi, tidak ada celah atau kekurangan sedikit pun. Juga secara akal, syara’, dan fitrah, tidak mungkin hal itu boleh ditujukan kepada selain-Nya.
2.      Tauhid Uluhiyah
Uluhiyah adalah ibadah. Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah SWT dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang diisyaratkan seperti doa, nadzar, qurban, raja’ (pengharapan), takut, tawakal, raghbah (senang), rahbah (takut), dan inabah (kembali/taubat). Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir.
Jadi, jelaslah bahwa tauhid Uluhiyah  adalah maksud dari dakwah para rasul. Juga disebut “tauhid ibadah”, karena ubudiyah adalah sifat ‘abd (hamba) yang wajib menyembah Allah SWT secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepadanya. Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal.
3.      Tauhid Asma’wa Sifat
Adalah beriman kepada nama-nama Allah SWT dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya menurut apa yang pantas bagi Allah SWT, tanpa ta’wil dan  ta’thil, tanpa takyif, dan tamtsil, berdasarkan Surat Asy-Syura : 11. Allah SWT menafikan jika ada sesuatu yang menyerupai-Nya, dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh Rasul-Nya.
Maka, barangsiapa yang mengingkari nama-nama Allah SWT dan sifat-sifat-Nya atau menamakan Allah SWT dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, atau men-ta’wil-kan dari maknanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah SWT tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya. (Sumber : Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan. 2000, Kitab Tauhid 1, Jakarta : Penerbit Yayasan Al-Sofwa).

2.2  Hubungan Penyembahan Nyi Roro Kidul dalam Kaitannya dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah
Sebelum kita membahas hubungan penyembahan Nyi Roro Kidul dalam kaitannya dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah, kita jelaskan dulu bagaimana asal muasal dan sejarah dari Nyi Roro Kidul atau Kanjeng Ratu Selatan.
Kanjeng Ratu Kidul adalah tokoh legenda yang sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa dan Bali. Sosok ini secara umum sering disamakan dengan Nyi Roro Kidul, meskipun sebenarnya beliau berdua sangatlah berbeda. Kanjeng Ratu Kidul adalah Roh Suci yang mempunyai sifat mulia dan baik hati, beliau berasal dari tingkat langit yang tinggi, pernah turun di berbagai tempat di dunia dengan jati diri tokoh-tokoh suci setempat pada zaman yang berbeda-beda pula. Pada umumnya, beliau menampakkan diri hanya untuk memberi isyarat/peringatan akan datangnya suatu kejadian penting.
Dalam mitologi Jawa, Kanjeng Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping Telu. Ia mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (Dewi Sri) dan dewi-dewi alam yang lain. Sedangkan, Nyi Rara Kidul awalnya merupakan putri Kerajaan Sunda yang diusir ayahnya karena ulah ibu tirinya. Cerita-cerita yang terkait antara "Ratu Kidul" dengan "Rara Kidul" bisa dikatakan berbeda fase tahapan kehidupan menurut mitologi Jawa.
Kanjeng Ratu Kidul memiliki kuasa atas ombak keras samudra Hindia dari istananya yang terletak di jantung samudra. Menurut kepercayaan Jawa, ia merupakan pasangan spiritual para sultan dari Mataram dan Yogyakarta, dimulai dari Panembahan Senapati hingga sekarang. Ia juga menjadi istri spiritual Susuhunan Surakarta. Kedudukannya berhubungan dengan Merapi Keraton Laut Selatan yang berpusat di Kesultanan Solo dan Yogyakarta. Pengamat sejarah kebanyakan beranggapan, keyakinan akan Kanjeng Ratu Kidul memang dibuat untuk melegitimasi kekuasaan dinasti Mataram.

LEGENDA   
Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan legenda mengenai penguasa laut selatan dimulai. Namun, legenda mengenai penguasa mistik pantai selatan mencapai puncak tertinggi karena pengaruh kalangan penguasa keraton dinasti Mataram Islam (Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta). Dalam kepercayaan tersebut, Kanjeng Ratu Kidul merupakan "istri spiritual" bagi raja-raja kedua keraton tersebut.
Pada saat tertentu, keraton memberikan persembahan di Pantai Parangkusuma, Bantul, dan di Pantai Paranggupita, Wonogiri. Panggung Sanggabuwana di komplek kraton Surakarta dipercaya merupakan tempat bercengkerama antara Sunan (raja) dengan Kanjeng Ratu. Konon, Sang Ratu tampil sebagai perempuan muda dan cantik pada saat bulan muda hingga purnama, terapi berangsur-angsur menua pada saat bulan menuju bulan mati.

Kanjeng Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul

Dalam keyakinan orang Jawa, Kanjeng Ratu Kidul memiliki pembantu setia bernama Nyai atau Nyi Rara Kidul. Nyi Rara Kidul menyukai warna hijau dan dipercaya suka mengambil orang-orang yang mengenakan pakaian hijau yang berada di pantai wilayahnya untuk dijadikan pelayan atau pasukannya. Karena itu, pengunjung pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta, hingga Semenanjung Purwa di ujung timur, selalu diingatkan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau.
Di kalangan masyarakat Sunda berkembang anggapan bahwa Ratu Kidul merupakan titisan dari seorang putri Pajajaran yang bunuh diri di laut selatan karena diusir oleh keluarganya karena ia menderita penyakit yang membuat anggota keluarga lainnya malu. Dalam kepercayaan Jawa, tokoh ini dianggap bukanlah Ratu Laut Selatan yang sesungguhnya, melainkan diidentikkan dengan Nyi Rara Kidul, pembantu setia Kanjeng Ratu Kidul. Hal ini berdasarkan kepercayaan bahwa Ratu Kidul berusia jauh lebih tua dan menguasai Laut Selatan jauh lebih lama sebelum sejarah Kerajaan Pajajaran
Menurut pengalaman seorang spiritualis pada tahun 1998, ia bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul di pantai Parang Tritis, Yogyakarta. Saat itu, Eyang Ratu Kidul didampingi oleh Nyi Roro Kidul. Keduanya persis tetapi Eyang Ratu Kidul kulitnya kuning langsat, sementara Nyi Roro Kidul agak coklat. Selain itu, Eyang ratu Kidul mempunyai aura putih jernih dan gemerlapan seperti berlian, bulat mengelilingi seluruh tubuhnya. Sedangkan aura Nyi Roro Kidul berwarna putih susu seperti cahaya lampu neon, tipis putih mengikuti postur tubuhnya. Ia diberi penjelasan bahwa Nyi Roro Kidul adalah patih atau kepala pengawalnya. Nyi Roro Kidul adalah makhluk halus jenis jin yang mengabdi dan berguru kepada Eyang ratu. Nyi Roro Kidul ditugaskan untuk mengontrol dan meredam angkara murka dari makhluk-makhluk gaib jenis jin dan kekuatan gaib serta ilmu gaib yang berada disepanjang pantai selatan Pulau Jawa.  (Sumber : Wikipedia. 2014, (Online), http://id.wikipedia.org/wiki/Kanjeng_Ratu_Kidul).
Salah satu musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah karena ketidakpedulian mereka terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia adalah banyaknya kaum muslimin yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala. Hal ini bisa terjadi akibat sedikitnya pemahaman mereka tentang ajaran agama Islam yang hanif ini.
Jurang keharaman terdalam yang mereka masuki, yaitu lembah hitam kemusyrikan. Perbuatan dosa yang paling besar ini pun begitu samar bagi kebanyakan manusia karena kebodohan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia. Sebagaimana yang dikisahkan Allah Ta’ala tentang sumpah Iblis (yang artinya),“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus“. (QS. Al-A’raf [7]: 16).
Bahkan, kalau kita teliti secara seksama, ternyata kemusyrikan hasil tipu daya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini justru lebih parah daripada kemusyrikan yang terjadi di kalangan kaum musyrikin pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dulu Dalam Hal Uluhiyyah Saja                                      
Orang-orang musyrik yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah masyarakat yang memiliki keyakinan bahwa Allah SWT-lah satu-satunya Dzat Yang Maha Mencipta, Maha Pemberi Rezeki, dan bahwa tidak ada yang mengatur segala urusan kecuali Allah Ta’ala saja, serta seluruh langit dan bumi beserta segala isinya, semuanya adalah hamba-Nya dan berada di bawah pengaturan dan kekuasaan-Nya. Inilah yang disebut dengan istilah tauhid rububiyah.
Salah satu dalil yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Katakanlah, ’Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui ? ’Mereka (kaum musyrikin) akan menjawab, Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ’Maka apakah kamu tidak ingat?’ . Katakanlah, ’Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ’Maka apakah kamu tidak bertakwa ? ’Katakanlah, ’Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui ?. ’Mereka akan menjawab, Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ’(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu ?’ ”. (QS. Al-Mu’minuun [23]: 84-89).
Demikianlah kondisi kaum musyrikin dahulu. Mereka tidak pernah memiliki keyakinan bahwa Latta, Uzza, Manat, dan sesembahan mereka lainnya adalah yang menciptakan, memberi rezeki, atau yang menguasai alam semesta ini. Mereka meyakini bahwa berhala pujaan mereka itu hanyalah [simbol] hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih yang dijadikan sebagai perantara dalam ibadah mereka kepada Allah Ta’ala.
Lalu bagaimana dengan kondisi kaum musyrikin pada zaman sekarang ?. Maka akan kita jumpai kondisi yang lebih parah dari kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena di samping beribadah kepada selain Allah Ta’ala (kemusyrikan dalam hal uluhiyyah), mereka juga menyekutukan Allah Ta’ala dalam hal rububiyyah. Salah satu bukti yang menunjukkan kemusyrikan dalam masalah rububiyyah adalah keyakinan sebagian masyarakat tentang Nyi Roro Kidul sebagai “penguasa” laut selatan.
Keyakinan ini dapat dilihat dari “budaya” atau kebiasaan mereka ketika melakukan tumbal berupa sembelihan kepala kerbau, kemudian di-larung (dilabuhkan) ke Laut Selatan dengan keyakinan agar laut tersebut tidak ngamuk (“marah”). Menurut keyakinan mereka, tumbal tersebut dipersembahkan kepada penguasa Laut Selatan, yaitu jin Nyi Roro Kidul.
Padahal, menyembelih merupakan salah satu bentuk ibadah, karena di dalamnya terkandung unsur ibadah, yaitu perendahan diri dan ketundukan. Barangsiapa yang memalingkan ibadah kepada selain Allah SWT, maka dia telah jatuh dalam perbuatan syirik akbar dan pelakunya keluar dari Islam. Sehingga dalam kasus tersebut terjadi kemusyrikan dalam dua perkara sekaligus. 
Pertama, dalam tauhid rububiyyah, karena mereka meyakini adanya penguasa atau pengatur alam (yaitu Laut Selatan) selain Allah Ta’ala. Kedua, dalam tauhid uluhiyyah, karena mereka menujukan ibadah penyembelihan kepada Nyi Roro Kidul tersebut dengan disertai pengagungan dan perendahan diri kepadanya.
Demikianlah realita sebagian umat Islam pada zaman sekarang. Mereka tidak hanya menyekutukan Allah SWT dalam hal uluhiyyah saja, namun mereka juga menyekutukan Allah SWT dalam hal rububiyyah. Suatu keadaan buruk yang tidak pernah kita jumpai pada kaum musyrikin di zaman Rasulullah yang notabene “hanya” menyekutukan Allah SWT Ta’ala dalam uluhiyyah-Nya saja.
(Sumber : Daw, Muhammad. 2011, (Online), https://mohammaddow.wordpress.com/2011/02/14/page/2/).

Dulu di Waktu Lapang Saja
Realita kedua yang menunjukkan bahwa kondisi kemusyrikan zaman sekarang lebih parah daripada kemusyrikan pada zaman Rasulullah adalah: kemusyrikan zaman Rasulullah dahulu hanya terjadi ketika dalam kondisi lapang. Adapun, kalau sedang ditimpa kesusahan, musibah, atau terancam bahaya, mereka mengikhlaskan/memurnikan ibadah mereka kepada Allah Ta’ala semata. 
Salah satu bukti/dalil yang menunjukkan bahwa kemusyrikan orang musyrik jahiliyyah hanya di waktu lapang saja adalah firman AllahTa’ala (yang artinya),“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Kemudian apabila dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari kamu, tiba-tiba sebagian dari kamu mempersekutukan Rabb-nya dengan (yang lain)”. (QS. An-Nahl [16]: 53-54)
Dengan merenungkan ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang semisal (QS. Yunus [10]: 22-23; QS. Al-Isra’ [17]: 67; QS. Al-‘Ankabuut [29]: 6; dan QS. Luqman [31]: 32), jelaslah bagi kita bahwa orang musyrik jahiliyyah berbuat kemusyrikan hanya di waktu lapang. Namun, apabila apabila mereka sedang tertimpa musibah atau terancam bahaya, mereka mengikhlaskan doa dan ibadah mereka kepada Allah Ta’ala dan melupakan segala sesembahan selain Allah. Mereka tidak menyeru atau berdoa kepada selain Allah Ta’ala, karena mereka mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang dapat menyelamatkan mereka dari bahaya tersebut kecuali Allah Ta’ala saja.
Berbeda dengan kaum musyrikin zaman sekarang, kemusyrikan mereka terus-menerus berlangsung, baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Mereka tidak mengikhlaskan ibadah mereka kepada Allah Ta’ala, meskipun sedang ditimpa kesempitan dan kesusahan. Bahkan, setiap kali kesusahan dan kesempitan yang mereka alami semakin parah, semakin parah pula kemusyrikan yang mereka lakukan dengan mendatangi dukun, makam para wali dan orang shalih untuk meminta kepada mereka agar dihilangkan musibah yang menimpa. Lihatlah, ketika terjadi musibah meletusnya Gunung Merapi beberapa waktu yang lalu, dalam kondisi kesusahan seperti itu, mereka justru menyembelih kerbau sebagai persembahan (tumbal) kepada jin penunggu Gunung Merapi.
Oleh karena itu, tidak ragu lagi bahwa kemusyrikan zaman sekarang ini lebih parah daripada kemusyrikan pada zaman dahulu. Karena orang musyrik zaman sekarang berbuat kemusyrikan dalam dua keadaan (yaitu dalam kondisi lapang dan sempit), sedangkan orang musyrik zaman dahulu hanya berbuat syirik dalam satu keadaan saja (yaitu dalam kondisi lapang), dan mentauhidkan Allah Ta’ala dalam kondisi sempit.

Sesembahan Dulu “Lebih Mending”
Kemusyrikan yang pertama kali terjadi di muka bumi ini adalah kemusyrikan yang dilakukan oleh kaum Nuh ‘alaihis salaam. Kemusyrikan tersebut terjadi karena sikap mereka yangghuluw (berlebih-lebihan dalam memuji) terhadap orang-orang shalih. Allah Ta’alaberfirman (yang artinya), “Dan mereka berkata, ’Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr’”. (QS. Nuh [71]: 23)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan tentang sesembahan-sesembahan kaum Nuh dalam ayat di atas, “(Itu adalah) nama-nama orang shalih di kalangan umat Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaum Nuh untuk membuat patung-patung di tempat-tempat mereka beribadah, serta menamai patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka. Kaum Nuh pun menuruti bisikan tersebut, namun patung tersebut belum sampai disembah. Ketika kaum Nuh tersebut meninggal, dan hilanglah ilmu, patung-patung itu pun akhirnya disembah” (HR. Bukhari).
Demikianlah, orang-orang musyrik pada zaman dahulu menjadikan hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih, baik dari kalangan para nabi, malaikat, ataupun wali sebagai sekutu bagi Allah Ta’ala. Karena menurut persangkaan mereka, hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih ini dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah Ta’ala disebabkan kedudukan mulia yang mereka miliki di sisi Allah Ta’ala. Sementara, mereka merasa banyak berbuat dosa dan maksiat sehingga tidak pantas meminta langsung kepada Allah, tetapi harus melalui perantara orang-orang shalih tersebut.
Syaikh Muhammad At-Tamimy rahimahullah berkata, ”Orang-orang musyrik dahulu menyembah hamba-hamba Allah yang shalih dan dekat di sisi Allah, baik dari kalangan nabi, wali, atau malaikat. Atau mereka menyembah batu dan pohon, yang merupakan makhluk yang taat kepada Allah dan tidak pernah bermaksiat kepada-Nya. Sedangkan orang musyrik zaman sekarang,  mereka menyembah manusia yang paling bejat. Orang-orang yang mereka sembah ternyata adalah orang-orang yang tidak bisa menjaga diri mereka dari zina, mencuri, meninggalkan shalat, dan maksiat-maksiat lainnya.
Sehingga masyarakat yang memiliki keyakinan terhadap orang-orang shalih dan makhluk yang tidak pernah bermaksiat (yaitu kaum musyrik zaman dahul.) lebih ringan (kemusyrikannya) daripada masyarakat yang memiliki keyakinan terhadap orang-orang yang fasik dan rusak (yaitu kaum musyrik zaman sekarang.)”.
Marilah kita cocokkan perkataan beliau tersebut dengan realita yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini. Saking parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang suka berbuat maksiat pun mereka sembah dan diharapkan berkahnya. Salah satu buktinya, banyaknya orang yang “ngalap berkah” ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Konon, mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh (baca: berzina) kemudian diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal dunia. Sebelum meninggal, Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah makamnya akan terkabul jika mereka bersedia melakukan seperti apa yang pernah dia lakukan bersama ibu tirinya (yaitu berzina).
Sehingga sebagai syarat “mujarab” untuk mendapatkan berkah di sana adalah harus dengan berzina terlebih dahulu. Inilah salah satu sosok sesembahan orang musyrik zaman sekarang yang ternyata adalah seorang pezina.
Inilah realita kemusyrikan pada zaman ini. Dari sisi ini, kita dapat melihat bersama betapa orang-orang musyrik zaman dahulu lebih berakal daripada orang-orang musyrik sekarang ini. Karena maraknya bentuk-bentuk kemusyrikan dan samarnya hal tersebut, sudah seharusnya bagi setiap kita untuk mempelajari ilmu tauhid agar dapat menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari segala bentuk kemusyrikan. Semoga Allah menjauhkan kita dari kemusyrikan dengan segala bentuknya. (Sumber : Qolbussalam. 2011, (Online), https://qolbussalam.wordpress.com/2011/02/23/kemusyrikan-zaman-dahulu-vs-zaman-sekarang/).

2.3  Solusi Masyarakat dalam menyikapi hal tersebut.
Dari penjelasan di atas tentang kasus tersebut, kita dapat menjelaskan bahwa masyarakat yang sudah melakukan hal menyimpang tersebut telah melakukan dosa besar, yaitu syirik. Hal tersebut berdampak pada aspek kehidupan di masa depan, salah satunya dalam hal moral dan perubahan perilaku yang negatif.
Selain itu, jika dilanjutkan secara terus-menerus, maka masyarakat yang tidak melakukan penyimpangan akan berdampak juga, yaitu terjadinya perbedaan aliran dan pemahaman tentang agama atau keyakinannya. Tidak mustahil jika nantinya ada aliran atau keyakinan yang baru.
Oleh karena itu, solusi yang harus kita lakukan dalam menyikapi hal tersebut
a.       Harus mengetahui dasar-dasar agama tentang tauhid bagi Islam.
b.      Menghindari perilaku musyrik dengan cara mendekatkan kepada Allah SWT.
c.       Meyakini bahwa Allah SWT ada dan Esa.
d.      Mengajak orang untuk berada di jalur yang benar, bisa dengan berdakwah.
e.       Kembali kepada kitab dan sunnah rasul untuk mengambil aqidah shahihah.
f.        Dalam hal pendidikan, guru diharapkan juga tidak hanya mengasah pengetahuan peserta didik, tetapi juga menanamkan perilaku yang baik dan benar, agar terciptanya peserta didik yang bermoral dan beriman bagi agamanya.
g.      Selain itu, orang tua sangat perlu dalam membimbing anaknya dalam berperilaku terutama untuk agamanya, agar kelak menjadi anak yang sholeh dan sholehah karena tugas orang tua adalah mendidik anaknya secara penuh dan keluarga adalah tempat pertama anak dididik untuk hidup.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid itu adalah salah satu tameng atau pelindung yang sangat penting dalam menjaga keimanan kita kepada Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Sehingga, kehidupan kita akan damai dan tenteram, serta selalu mendapatkan ridho dari Allah SWT.
3.2  Saran
Dalam hal ini, penulis masih mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu, penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dalam penyempurnaan makalah ini. Untuk para pembaca makalah ini, diharapkan jangan hanya memahami isinya saja, tetapi juga mengambil nilai-nilai dari setiap kehidupan sehari-hari agar menjadi pribadi yang semakin beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.


DAFTAR RUJUKAN
1.      Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Malang (UM). 2014. Pendidikan Islam Transformatif (Membentuk Pribadi Berkarakter). Malang : Dream Litera.
2.      Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan. 2000. Kitab Tauhid 1. Jakarta : Yayasan Al-Sofwa.
3.      El-Hady, Hanifudin. 2011, Apakah Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah Itu ?,   (Online), http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/apakah-tauhid-uluhiyah-dan-rububiyah.html, diakses 26 Januari 2015.
4.      Wikipedia. 2014, Nyi Roro Kidul, (Online), http://id.wikipedia.org/wiki/Kanjeng_Ratu_Kidul, diakses 26 Januari 2015.
5.      Daw, Muhammad. 2011, Kemusyrikan di Masa Kini, (Online), https://mohammaddow.wordpress.com/2011/02/14/page/2/, diakses 26 Januari 2015.
6.      Qolbussalam. 2011, Kemusyrikan Zaman Dahulu VS Zaman Sekarang, (Online), https://qolbussalam.wordpress.com/2011/02/23/kemusyrikan-zaman-dahulu-vs-zaman-sekarang/, diakses 26 Januari 2015.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH MASUKNYA AGAMA KONGHUCU DI INDONESIA

Kamu yang Kusayang

MENGINAP SAMBIL MENGENANG MASA LALU: FENDI’S GUEST HOUSE MALANG